Taiwan Lacak Sinyal Ponsel Agar Karantina Dipatuhi

Ilustrasi

Cyberthreat.id - Pemerintah Taiwan telah meluncurkan "pagar elektronik" berbasis ponsel yang menggunakan pelacakan lokassii utuk memastikan orang-orang yang dikarantina tinggal di rumah mereka.

Pemerintah di seluruh dunia menggabungkan teknologi dan upaya manusia untuk memastikan orang-orang yang mungkin terpapar virus corona untuk tetap tinggal di rumah mereka.

"Tujuannya adalah untuk menghentikan orang keluar rumah dan menyebarkan infeksi," kata Jyan Hong-wei, Kepala Departemen Keamanan Siber Taiwan, yang memimpin upaya bekerja dengan operator telekomunikasi untuk memerangi virus seperti dilaporkan Reuters baru-baru ini.

Sitem memonitor sinyal telepon untuk memberitahu polisi dan pejabat setempat apabila mereka yang seharusnya menjalani karantina, namun malah menjauh dari rumah dan mematikan telepon mereka.

Jyan mengatakan, pihak berwenang akan menghubungi atau mengunjungi mereka yang memicu peringatan dalam waktu 15 menit.

Pejabat juga meneleppon dua kali sehari untuk memastikan orang-orang tidak menghindari pelacakan dengan meninggalkan telepon mereka di rumah.

Masalah privasi telah membatasi penggunaan data lokasi sebagai salah satu cara untuk memerangi penyebaran virus corona di negara-negara seperti Amerika Serikat. Tetapi sistem itu itu menimbulkan sedikit keluhan di Taiwan, negara yang melaporkan hanya 195 kasus terinteksi (dua diantaranya meninggal), dibandingkan negara tetangga China yang melaporkan lebih dari 81 ribu kasus.  

Banyak negara Asia sedang berjuang untuk mencegah penyebaran lebih lanjut setelah lonjakan infeksi di antara orang-orang yang bepergian dari negara lain, terutama Eropa.

Di Hongkong, gelang pelacak lokasi diberikan kepada mereka yang menjalani karantina. Di Singapura, pemerintah meggunakan pesan teks untuk menghubungi orang-orang, yang mengharuskan orang-orang mengklik tautan untuk membuktikan mereka ada di rumah.

Thailand telah meluncurkan aplikasi seluler yang harus diunduh oleh siapa pun yang tiba di bandara untuk membantu memantau di mana mereka berada saat mereka dinyatakan positif terkena virus.

Ibukota Vietnam, Hanoi, minggu ini juga meluncurkan aplikasi seluler untuk membantu melacak kasus, dan itu dapat digunakan untuk menegakkan karantina.

Negara-negara lain, termasuk Korea Selatan dan Israel, menggunakan pelacakan telepon berbasis satelit untuk apa yang disebut pelacakan kontak untuk melihat di mana orang yang terinfeksi mungkin telah menularkan SARS-CoV-2 kepada orang lain. China telah menggunakan berbagai metode untuk memantau kesehatan dan keberadaan orang dan menegakkan pembatasan pergerakan.

Sistem 'pagar elektronik' ala Taiwan ini dikeluhkan oleh beberapa orang.

"Sangat menyeramkan bahwa pemerintah bekerja sama dengan perusahaan telekomunikasi untuk melacak ponsel kami," kata seorang pramugari di Taipei yang ditempatkan di bawah karantina 14 hari setelah kembali dari Eropa pada pertengahan Maret.

Wanita itu, yang mengidentifikasi dirinya sebagai Xiaomei, mengatakan dia dimarahi oleh administrator lokal karena tidak mengangkat panggilan telepon check-in di pagi hari ketika dia tidur.

"Mereka mengatakan polisi akan datang kepada saya jika saya melewatkan panggilan telepon lagi," katanya. "Aku diperlakukan seperti tahanan."

Pelanggar karantina dapat didenda hingga 1 juta Dolar Taiwan atau setara Rp 545 juta.[]