Data Pribadi Korban Corona Diumbar, Presiden Angkat Bicara
Jakarta, Cyberthreat.id - Presiden Joko Widodo turut angkat bicara terkait pengungkapan data pribadi korban yang terinfeksi virus corona. Presiden mengingatkan, negara berkewajban menjamin kerahasiaan identitas atau data pribadi warga Indonesia.
"Kita harus menghormati kode etik. Hak-hak pribadi penderita korona harus dijaga, tidak boleh dikeluarkan ke publik. Ini etika kita dalam berkomunikasi. Media juga harus menghormati privasi mereka sehingga secara psikologis mereka tidak tertekan sehingga dapat segera pulih dan segera sembuh kembali," kata Presiden Jokowi di Istana Negara, Selasa (3 Maret 2020).
Terkait hal itu, Presiden mengatakan telah memerintahkan menteri untuk mengingatkan kepada pihak rumah sakit dan sejumlah pejabat terkait untuk tetap menjaga kerahasiaan data pribadi pasien yang menjalani perawatan.
Selain itu, Presiden juga mengajak masyarakat Indonesia berdoa agar kedua korban segera pulih.
"Saya mengajak marilah kita berdoa agar dua saudara kita ini segera pulih kembali. Saya juga minta seluruh masyarakat bersama-sama memberikan doa dan dukungan bagi kedua pasien yang saya sampaikan," tambah Presiden.
Seperti diberitakan sebelumnya, pengumuman soal dua orang Indonesia yang terjangkit virus corona ini diumumkan langsung oleh Presiden Jokowi pada Senin pagi (2 Maret 2020). Keduanya tertular WN Jepang yang berkunjung ke Indonesia.
Pada hari yang sama, Walikota Depok Mohammad Idris mengadakan konferensi pers di Balai Kota Depok. Ia menjelaskan kronologi warganya yang tertular virus Corona. Idris juga menyampaikan alamat rumah pasien yang kini telah diberi garis polisi itu.
Ihwal pengungkapan data pribadi korban oleh Walikota Depok ini mendapat sorotan dari sejumlah pihak.
Ketua Indonesia Cyber Securty Forom (ICSF) Ardi Sutedja, termasuk yang risau dengan tindakan Walikota Depok itu.
"Sebagai pejabat publik seharusnya beliau malu dan minta maaf kepada pasien dan keluarganya atas kelakuannya yang tidak pada tempatnya," kata Ardi kepada Cyberthreat.id, Selasa (3 Maret 2020).
Menurutnya, belum disahkannya Undang-undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) membuat tindakan walikota itu tidak bisa ditindak secara hukum. Itu sebabnya, Ardi meminta Pemerintah Pusat bersama DPR RI perlu segera merampungkan pembahasan RUU PDP yang masih dibahas di DPR.
Ardi menambahkan, bocornya informasi pribadi dari pasien dapat menimbulkan efek domino yang melahirkan ketidak percayaan publik terhadap profesi kedokteran dan medis.
"Padahal industri kesehatan adalah industri yang berbasiskan kepercayaan antara pasien dan dokter," kata Ardi.
Selain itu, kata Ardi, hal itu juga bisa menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah terkait cara pemerintah mengelola data pribadi yang sudah dikuasakan oleh masyarakat untuk dikelola.
Pada kesempatan berbeda, Anggota Komisi 1 DPR RI, Bobby Adhityo Rizaldi juga menyayangkan bocornya informasi pribadi dari pasien yang positif corona.
Terlebih, belum adanya Undang-undang perlindungan data pribadi membuat bocornya informasi pribadi pasien yang positif corona tidak bisa ditindak secara hukum.
"Perlu dibina oleh pemerintah saat ini terkait dengan pihak pihak yang menyebarkan , karena kan belum ada UU PDP-nya, jadi tidak bisa dihukum," kata Bobby.[]