Setelah Huawei, Pemerintah AS Waspadai Drone DJI
Jakarta, Cyberthreat.id – Tak hanya produk-produk Huawei yang terkena imbas perseteruan dagang antara Amerika Serikat dan China, kini pesawat tanpa awak (drone) buatan China juga diawasi ketat oleh pemerintah AS.
Menurut BBC, Pemerintah AS telah mengeluarkan peringatan waspada terkait dengan drone buatan China. “(Karena) dapat menimbulkan risiko spionase dunia maya bagi bisnis Amerika dan organisasi lain yang menggunakannya,” demikian tulis BBC yang diakses Kamis (23/5/2019).
Surat pemberitahuan tersebut juga menambahkan, bahwa mereka yang menggunakan drone yang berkaitan keamanan nasional atau infrastruktur kritis adalah yang paling berisiko.
Meski peringatan itu tidak merujuk pada perusahaan tertentu, drone merek DJI asal China telah melakukan antisipasi untuk menjaga keamanan data kliennya.
“Kami memberi pelanggan kendali penuh dan lengkap atas data mereka yang dikumpulkan, disimpan, dan dikirim,” kata perusahaan dalam pernyataannya.
Sementara itu, untuk pelanggan infrastruktur pemerintah dan kritis yang membutuhkan jaminan keamanan tambahan, perusahaan menyatakan, akan menyediakan drone yang tidak mentransfer data ke DJI atau melalui internet.
“Dengan begitu, pelanggan kami bisa memenuhi syarat semua tindakan pencegahan yang direkomendasikan Departemen Keamanan Dalam Negeri AS (DHS),” tulis perusahaan DJI.
Menurut perusahaan riset Skylogic, DJI menyumbang lebih dari 70 persen pasar drone di AS dengan nilai lebih dari US$ 500.
Sementara itu, produsen drone China lain, Yuneec, juga mengatakan, akan memberikan kendali penuh kepada pengguna untuk mengontrol data-datanya.
“Semua kendaraan tak berawak buatan kami (unmanned aerial vehicles/UAV) tidak berbagi data telemetri atau visual dengan pihak baik internal perusahaan maupun eksternal,” ujar Chris Huhn, Wakil Presiden Pengembangan Bisnis Yuneec.
Alarm kewaspadaan terhadap produk drone China itu pertama kali datang dari Badan Keamanan Cybersecurity dan Infrastruktur di Departemen Keamanan Dalam Negeri AS, Senin lalu
“Drone buatan China mungkin mengirim data penerbangan sensitif ke perusahaan di China, yang bisa diakses oleh pemerintah,” demikian pernyataan DHS seperti dikutip dari CNN.
Menurut DHS, drone China memiliki risiko potensial terhadap informasi institusi. Memang, peringatan DHS tersebut tidak menyebut merek drone tertentu, tapi hampir 80 persen drone yang dipakai di AS dan Kanada berasal dari DJI, produse yang berkantor di Shenzen China.
“Pemerintah AS memiliki keprihatinan kuat terhadap produk teknologi apa pun yang mengambil data teritori Amerika yang memungkinkan dinas intelijen memiliki akses tanpa batas ke data tersebut atau menyalahgunakan data tersebut,” tulis peringatan itu.
Sebetulnya, sejak lama para pejabat AS mulai mengkhawatirkan drone China terhadap keamanan nasional AS. Pada 2017, misalnya, Angkatan Darat AS telah mengeluarkan larangan penggunaan drone DJI. Pada tahun itu, laporan internal dari divisi intelijen lembaga Imigrasi dan dan Bea Cukai di Los Angeles menyatakan, bahwa DJI “secara selektif menargetkan entitas pemerintah dan swasta di AS untuk mengumpulkan dan mengeksploitasi data sensitif AS.”
Laporan itu juga memperingkatkan agar pengguna juga diminta untuk hati-hati saat membeli drone asal China. Untuk langkah pencegahan bisa dengan mematikan internet perangkat dan mengeluarkan kartu digital.
Sekadar diketahui, pendapatannya DJI pada 2017 mencapai US$ 2,7 miliar dengan produk drone Phantom yang terpopuler. Drone yang rilis sejak 2013 itu paling laris di pasaran. Sekitar 79 persen drone yang beroperasi di AS dan Kanada dan 74 persen drone secara global dibuat oleh DJI, demikian laporan perusahaan riset pasar Skylogic Research pada 2018.