Wah, Pengenal Wajah Clearview Diam-diam Dipakai di 27 Negara
Cyberthreat.id - Di tengah kontroversi yang masih muncul dan gugatan di pengadilan yang belum tuntas, aplikasi pengenal wajah (facial recognition) Clearview AI ternyata diam-diam sudah digunakan oleh ribuan lembaga, mulai dari pemerintahan, perusahaan swasta, hingga kampus-kampus.
Dalam daftar klien yang bocor dan diperoleh secara eksklusiff oleh BuzzFeed News dan dipublikasikan pada Kamis (27 Februari 2020), rupanya sudah ada 2.900 lembaga dari 27 negara yang menggunakan aplikasi itu. Mulai dari penegak hukum, lembaga pemerintah, hingga perusahaan swasta. Termasuk di dalamnya Bea Cukai dan Imigrasi Amerika Serikat, Departemen Kehakiman, FBI, Walmart, Interpol, dan Bank of America.
Laporan New York Times baru-baru ini menyebutkan Clearview AI telah menciptakan aplikasi pengenalan wajah yang katanya memiliki database 3 miliar wajah orang yang diambil dari berbagai aplikasi di internet, termasuk dari bebagai platform media sosial seperti Facebook, Instagram, Twitter, atau situs berbagi video Youtube. Belakangan, perusahaan teknologi itu ramai-ramai mengecam tindakan Clearview meminta aktivitas itu dihentikan karena dianggap sebagai pencurian data.
Clearview AI mengklaim aplikasinya memungkinkan polisi mengidentifikasi wajah dan mencocokkannya dengan informasi yang tersedia di internet tentang orang itu, hanya dalam beberapa detik.
Dalam promosinya, Clearview menyebut bahwa teknologi bikinan mereka dapat membantu melacak orang-orang berbahaya -- dalam situsnya merujuk ke penganiaya anak, pembunuh, tersangka teroris -- dan hanya dimaksudkan untuk digunakan oleh penegak hukum.
Namun, para kritikus dan pemerhati privasi menyebut tindakan Clearview itu mengancam hak-hak privasi individu sebagai salah satu hak dasar manusia. Kehawatiran lain adalah pengenalan wajah, juga terbukti kurang akurat ketika diterapkan pada orang kulit hitam, wanita, dan kelompok minoritas lainnya. (Selengkapnya baca: Ancaman dari Clearview AI, Pengenal Wajah Paling Menakutkan)
Di Amerika, pada 22 Januari lalu, kelompok yang peduli privasi telah mengajukan gugatan ke pengadilan di negara bagian Illionis. Tindakan Clearview itu dinilai melanggar udang-undang privasi tentang penggunaan data biometrik penduduk. Illinois Biometric Information Privacy Act (BIPA) melindungi warga negara dari penggunaan data biometrik mereka tanpa persetujuan.
Penggugat meminta pengadilan untuk menghentikan Clearview dalam menjual data biometrik penduduk Illinois, meminta kepada perusahaan untuk menghapus data penduduk Illinois, dan hukuman, agar diputuskan oleh pengadilan di kemudian hari. (Selengkapnya baca: Curi dan Jual Miliaran Foto Wajah ke FBI , Clearview Digugat).
Kini, dalam laporan Buzzfeed terungkap, aplikasi itu telah dipakai lintas negara, termasuk Uni Emirat Arab, Australia, dan polisi Kanada Royal Canadian Mounted Police (RCMP).
RCMP sendiri telah mengakui mereka mengggunakan aplikasi Clearview untuk menggungkap kejahatan terhadap anak-anak.
"Pusat kejahatan anak Kanada telah menggunanakan dan mengevaluasi perangkat lunak Clearview AI sekitar empat bulan untuk investigasi eksploitasi seksual terhadap anak-anak secara online," kata RCMP seraya menyebut perangkat itu telah digunakan untuk mengungkap 15 kasus.
CEO Clearview AI Hoan Ton-That sebelumnya mengatakan perusahaannya berhak memakai data wajah orang dari seluruh dunia yang tersedia secara online untuk publik. Yang mereka lakukan, kata Ton-That hanya mengumpulkannya saja.
Clearview juga menegaskan perangkatnya bukan aplikasi untuk umum, melainkan hanya untuk kepentingan penegak hukum.
Pada 23 Januari lalu, Senator Ed Markey mengirim surat meminta Clearview memberikan rincian bagaiman teknologi itu bekerja dan siapa saja penggunanya.
"Produk Clearview tampaknya menimbulkan risiko privasi, dan saya sangat prihatin bahwa produk ini bisa memupus harapan orang Amerika untuk dapat bergerak, berkumpul, atau sekedar tampil di depan umum tanpa diketahui identitasnya," kata Markey dalam suratnya.
Merespon temuan Buzzfeed yang menyebut Clearview juga digunakan oleh perusahan swasta, peneliti dari Pusat Privasi dan Teknologi di Georgetown Law Shool, Clare Grvie, mengatakan,"Ini benar-benar gila."
"Inilah mengapa hal ini juga menyangkut (hak) saya. Tidak ada batasan yang jelas antara siapa yang diizinkan mengakses alat yang sangat kuat dan sangat berisiko ini. Tidak ada garis yang jelas antara penegakan hukum dan non-penegakan hukum," kata Garvie.[]
Kontroversi, Pengenal Wajah Clearview AI Dipakai Ribuan Lembaga
Di tengah kontroversi yang masih muncul dan gugatan di pengadilan yang belum tuntas, aplikasi pengenal wajah (facial recognition) Clearview AI ternyata diam-diam sudah digunakan oleh ribuan lembaga, mulai dari pemerintahan, perusahaan swasta, hingga kampus-kampus.
Dalam daftar klien yang bocor dan diperoleh secara eksklusiff oleh BuzzFeed News, rupanya sudah ada 2.900 lembaga dari 27 negara yang menggunakan aplikasi itu. Mulai dari penegak hukum, lembaga pemerintah, hingga perusahaan swasta. Termasuk di dalamnya Bea Cukai dan Imigrasi Amerika Serikat, Departemen Kehakiman, FBI, Walmart, Interpol, dan Bank of America.
Laporan New York Times baru-baru ini menyebutkan Clearview AI telah menciptakan aplikasi pengenalan wajah yang katanya memiliki database 3 miliar wajah orang yang diambil dari berbagai aplikasi di internet, termasuk dari bebagai platform media sosial seperti Facebook, Instagram, Twitter, atau situs berbagi video Youtube. Belakangan, perusahaan teknologi itu ramai-ramai mengecam tindakan Clearview dan meminta pengambilan wajah orang dihentikan karena dianggap sebagai pencurian data.
Clearview AI mengklaim aplikasinya memungkinkan polisi mengidentifikasi wajah dan mencocokkannya dengan informasi yang tersedia di internet tentang orang itu, hanya dalam beberapa detik.
Dalam promosinya, Clearview menyebut bahwa teknologi bikinan mereka dapat membantu melacak orang-orang berbahaya -- dalam situsnya merujuk ke penganiaya anak, pembunuh, tersangka teroris -- dan hanya dimaksudkan untuk digunakan oleh penegak hukum.
Namun, para kritikus dan pemerhati privasi menyebut tindakan Clearview itu mengancam hak-hak privasi individu sebagai salah satu hak dasar manusia. Kehawatiran lain adalah pengenalan wajah, juga terbukti kurang akurat ketika diterapkan pada orang kulit hitam, wanita, dan kelompok minoritas lainnya.
Di Amerika, pada 22 Januari lalu, kelompok yang peduli privasi telah mengajukan gugatan ke pengadilan di negara bagian Illionis. Tindakan Clearview itu dinilai melanggar udang-undang privasi tentang penggunaan data biometrik penduduk. Illinois Biometric Information Privacy Act (BIPA) melindungi warga negara dari penggunaan data biometrik mereka tanpa persetujuan.
Penggugat meminta pengadilan untuk menghentikan Clearview dalam menjual data biometrik penduduk Illinois, meminta kepada perusahaan untuk menghapus data penduduk Illinois, dan hukuman, agar diputuskan oleh pengadilan di kemudian hari.
Kini, dalam laporan Buzzfeed terungkap, aplikasi itu telah dipakai lintas negara, termasuk Uni Emirat Arab, Australia, dan polisi Kanada Royal Canadian Mounted Police (RCMP).
RCMP sendiri telah mengakui mereka mengggunakan aplikasi Clearview untuk menggungkap kejahatan terhadap anak-anak.
"Pusat kejahatan anak Kanada telah menggunanakan dan mengevaluasi perangkat lunak Clearview AI sekitar empat bulan untuk investigasi eksploitasi seksual terhadap anak-anak secara online," kata RCMP seraya menyebut perangkat itu telah digunakan untuk mengungkap 15 kasus.
CEO Clearview AI Hoan Ton-That sebelumnya mengatakan perusahaannya berhak memakai data wajah orang dari seluruh dunia yang tersedia secara online untuk publik. Yang mereka lakukan, kata Ton-That hanya mengumpulkannya saja.
Clearview juga menegaskan perangkatnya bukan aplikasi untuk umum, melainkan hanya untuk kepentingan penegak hukum.
Pada 23 Januari lalu, Senator Ed Markey mengirim surat meminta Clearview memberikan rincian bagaiman teknologi itu bekerja dan siapa saja penggunanya.
"Produk Clearview tampaknya menimbulkan risiko privasi, dan saya sangat prihatin bahwa produk ini bisa memupus harapan orang Amerika untuk dapat bergerak, berkumpul, atau sekedar tampil di depan umum tanpa diketahui identitasnya," kata Markey dalam suratnya.
Merespon temuan Buzzfeed yang menyebut Clearview juga digunakan oleh perusahan swasta, peneliti dari Pusat Privasi dan Teknologi di Georgetown Law Shool, Clare Grvie, mengatakan,"Ini benar-benar gila."
"Inilah mengapa hal ini juga menyangkut (hak) saya. Tidak ada batasan yang jelas antara siapa yang diizinkan mengakses alat yang sangat kuat dan sangat berisiko ini. Tidak ada garis yang jelas antara penegakan hukum dan non-penegakan hukum," kata Garvie.[]