Gara-gara Virus Corona, Grab dan Gojek Buka Data Pengguna
Cyberthreat.id - Dua platform transportasi online menyatakan bersedia membuka data penggunanya kepada otoritas Singapura sebagai bagian dari upaya mencegah penyebaran virus corona di negara tetangga itu.
Tindakan itu dilakukan setelah pemerintah Singapura menemukan 10 orang terjangkit virus corona. Tiga pasien baru adalah warga China yang berasal dari Wuhan, kota di Provinsi Hubei yang merupakan pusat virus itu mewabah. Pemerintah Singapura juga telah melarang warganya keluar masuk Wuhan.
Sebagai aplikasi transportasi online, Grab dan Gojek diketahui merekam riwayat perjalanan penggunanya. Dalam konteks itulah data pengguna diberikan, untuk mendeteksi riwayat perjalanan mereka.
"Kami sudah berkomunikasi dengan pejabat lokal untuk memberi dukungan dalam melacak pasien potensial," demikian keterangan resmi Grab, dikutip dari KrabAsia, Sabtu, 1 Februari 2020.
Dengan menganalisa riwayat perjalanan dan daftar kontak, mereka yang bersentuhan dengan Wuhan dapat terdeteksi. Begitu juga dengan mereka yang berhubungan dengan orang yang terinfeksi, dapat dilacak kemana tujuannya, tentu saja jika mereka adalah pengguna Grab atau Gojek.
Gojek juga mengaku terus berkomunikasi, termasuk proses pelacakan nomor kontak.
Hingga Minggu (2 Februari 2020) Komisi Kesehatan Nasional China mengumumkan korban meninggal akibat virus corona telah mencapai 304 orang. Tercatat korban tewas akibat virus itu di Wuhan bertambah 45 orang, total 294 korban dari provinsi Hubei.
Dilaporkan CNN, jumlah penyebaran virus corona bertambah 2.590 kasus menjadi 14.380.
Di luar China, ditemukan lebih dari 140 kasus yang tersebar di 20 negara termasuk Amerika, Eropa, Asia, Australia, dan Timur Tengah. Beberapa kasus melibatkan orang yang tak datang dari China, mengindikasikan ada infeksi akibat kontak antar-manusia.
Platform sosial media Facebook dan Twitter juga turut melakukan kampanye memerangi kesalahan informasi hoax serta konten berbahaya soal virus corona.
Head of Health Facebook, Kang-Xing Jin, mengatakan pihaknya memberi notifikasi pada pengguna yang sudah atau berusaha membagikan konten salah tersebut. Mereka akan menerima peringatan jika informasi itu sudah dilakukan pemeriksaan fakta. "Informasi yang salah itu juga akan dihapus," ujarnya.
Adapun Twitter juga melakukan penyesuaian permintaan pencarian soal #coronavirus. Hal ini diungkapkannya dalam akun Twitter Public Policy. Percakapan soal virus bkorona selama empat minggu terakhir tercatat 15 juta tweet, dan terus bertambah.[]