Pakar Keamanan Siber Ragukan Keamanan Data Facebook
Jakarta, Cyberthreat.id - Pakar keamanan siber CISSReC, Pratama Persadha, mempertanyakan keamanan data Facebook akibat kemunculan kasus penyusupan spyware pada WhatsApp. Sejak Senin (13/05/2019) pengguna WhatsApp dikejutkan dengan kasus kerentanan pada aplikasi tersebut yang dimanfaatkan oleh salah satu spyware dari Israel yang dibuat perusahaan NSO.
Spyware masuk lewat fitur call pada WhatsApp. Akibat yang ditimbulkan bisa sangat parah, dimana penjahat dapat mengambil alih sistem operasi pada Android maupun iOS.
"Kasus penyusupan spyware pada WhatsApp ini menunjukan bahwa aplikasi pesan instan paling populer di dunia ini memiliki celah keamanan yang dapat ditembus," kata Pratama lewat keterangan pers, Rabu (15/4/2019).
Tidak tertutup kemungkinan kasus spyware ini mengganggu keamanan nasional. Pasalnya, kata Pratama, banyak pejabat dan orang penting di Indonesia melakukan komunikasi hingga memberikan keputusan melalui WhatsApp grup.
"Sangat berbahaya pejabat atau tokoh penting di Indonesia memakai WhatsApp dan aplikasi pesan instan gratisan lainnya. Apalagi komunikasi yang dilakukan bersifat penting dan strategis," tegasnya.
Pengguna Facebook Miliaran
Facebook diketahui menaungi tiga platform raksasa yakni WhatsApp, Instagram dan Facebook Messenger. Rilis We Are Social pada Februari 2019 menyatakan pengguna Facebook di Indonesia saja mencapai 130 juta.
Pengguna Instagram 62 juta sementara pengguna WhatsApp tidak teridentifikasi persis. Namun Januari 2018 Bos Facebook, Mark Zuckerberg, pernah mengklaim pengguna aktif bulanan WhatsApp mencapai 1,5 miliar di seluruh dunia.
Dilansir The Next Web pada Januari 2019, rata-rata pengguna WhatsApp berasal dari penduduk negara berkembang. Paling besar adalah India, diikuti Brasil, Meksiko, Turki, Indonesia, Malaysia dan Rusia.
Kasus yang terjadi pada WhatsApp menambah rentetan masalah keamanan data pada perusahaan di bawah naungan Facebook. Yang paling ramai adalah kasus Cambridge Analityca di Pemilu AS.
Menurut Pratama, kasus spyware WhatsApp kali ini berbeda. Alasannya karena WhatsApp telah menjamin kerahasiaan pesan dan telpon dengan enkripsi yang menjadi standar komunikasi yang aman di berbagai negara termasuk Indonesia.
"Amnesti Internasional melihat tindakan pemerintah Israel membiarkan NSO menjual dan menyebarkan software berbahaya ini sebagai tindakan yang bertentangan dengan HAM."
Facial Recognition
Peneliti The Institute for Digital Law and Society (Tordillas), Bunga Meisa Siagian, pernah mengalami pengalaman tidak menyenangkan dengan aplikasi Facial Recognition Facebook. Pengalaman itu membuatnya merasa yakin bahwa Indonesia kini telah terjajah secara digital.
Beberapa hari setelah menginstall aplikasi Facial Recognition, Bunga mendapat pemberitahuan lewat sebuah foto. Pihak Facebook mengonfirmasi dengan menanyakan apakah benar Bunga yang berada di dalam foto tersebut.
"Padahal itu bukan foto saya dan saya tidak kenal sama sekali dengan orang yang ada di dalam foto itu. Nah, muka saya ternyata dikenali lewat Facial Recognition itu," kata Bunga kepada Cyberthreat.id beberapa waktu lalu.
Yang paling mengkhawatirkan Bunga adalah ratusan juta data-data orang dikuasai dan dimiliki kelompok besar semisal korporasi. Kondisi sebuah masyarakat, kata dia, bisa dilemahkan jika data-data dikuasai oleh pihak lain yang berkepentingan.
"Kadang kita tidak sadar bahwa data-data kita digunakan orang lain atas persetujuan kita sendiri."