Produsen Spyware Ini di Balik Celah Keamanan WhatsApp?

NSO Group. Foto: Ynetnews

Tel Aviv, Cyberthreat - NSO Group membuat geger dunia, terutama para pengguna WhatsApp, jejaring sosial layanan olah pesan milik Facebook dalam dua hari terakhir.

Menurut laporan Financial Times, NSO Group memproduksi senjata siber berupa malware yang bisa meretas WhatsApp. Serangan itu menggunakan teknik panggilan telepon ke nomor telepon yang ditarget. Peretas menggunakan celah buffer overflow VoIP WhatsApp.


Berita Terkait:


Didirikan pada 2010 oleh Shalev Hulio, Niv Carmi, dan Omri Lavie, NSO Group bergerak di bidang teknologi yang fokus di intelijen siber.

Perusahaan berkantor pusat di tepi laut Herzliya, dekat Tel Aviv. Menurut The Time of Israel, yang diakses Rabu (15/5/2019), NSO Group mempekerjakan sekitar 600 orang di Israel dan seluruh dunia.

Salah satu teknologi ciptaannya yaitu Pegasus, peranti lunak canggih yang bisa mengaktifkan kamera dan mikrofon ponsel milik seseorang yang telah menjadi ditarget. Selanjutnya, dengan bantuan alat itu peretas bisa mengakses data secara efektif seperti halnya mata-mata (spyware).

Dalam wawancara Januari lalu dengan surat kabar Israel, Maariv, salah satu pendiri NSO Group, Hulio sempat ditanya soal senjata spyware telepon tersebut.

Apakah senjata siber itu dipakai untuk memata-matai Jamal Khashoggi, kolomnis Whasington Post, yang dibunuh di Kedubes Arab Saudi di Istanbul, Turki pada 2 Oktober 2018?

"Sebagai manusia dan sebagai orang Israel, apa yang terjadi dengan Khashoggi adalah pembunuhan yang mengejutkan," kata CEO perusahaan itu.

"Saya dapat memberitahu Anda, on the record, bahwa Khashoggi tidak menjadi target oleh produk atau teknologi NSO, baik itu menyadap, memantau, melacak lokasi, dan pengumpulan intelijen," ia menambahkan.

Sebelumnya, di Meksiko wartawan investigasi juga aktivis Javier Valdes ditembak mati di jalan pada siang bolong pada 2017. Valdes sempat mengatakan, pemerintahan Presiden Enrique Pena Nieto kala itu menggunakan Pegasus untuk menyerang jurnalis.

The New York Times melaporkan waktu itu setidaknya tiga agen federal Meksiko telah membeli spyware dengan harga sekitar US$ 80 juta dari NSO Group sejak 2011.

Pada 2016, Apple juga mengeluarkan pembaruan keamanan setelah para peneliti mengatakan aktivis HAM, Ahmed Mansoor, menjadi sasaran oleh otoritas Uni Emirat Arab juga memakai Pegasus.

Dalam situs web perusahaan, NSO mengklaim, bahwa perusahaan memiliki "standar etika yang ketat untuk semua yang dilakukan."

Selasa (14/5/2019) waktu setempat, NSO mengatakan bahwa mereka hanya melisensikan perangkat lunaknya kepada pemerintah untuk "memerangi kejahatan dan teror."

Perusahaan juga mengatakan, tidak mengoperasikan sistem, dan setelah proses lisensi dan pemeriksaan ketat, intelijen dan penegakan hukum menentukan bagaimana menggunakan teknologi untuk mendukung misi keselamatan publik mereka.

"Kami menyelidiki dugaan penyalahgunaan yang kredibel dan, jika perlu, kami mengambil tindakan, termasuk mematikan sistem," demikian pernyataan NSO kepada AFP seperti dikutip dari The Time of Israel.

Amnesty International akan bergabung dalam suatu tindakan hukum di Israel yang didukung oleh sekitar 30 aktivis untuk mencabut lisensi ekspor produk NSO. Amnesty mengatakan, salah satu karyawannya telah menjadi sasaran dari Pegasus tersebut.

"NSO Group menjual produk kepada pemerintah yang dikenal karena pelanggaran HAM, memberi mereka alat untuk melacak aktivis dan kritikus," ujar Danna Ingleton, Wakil Direktur Amnesty Tech.

"Selama produk seperti Pegasus dipasarkan tanpa kontrol tepat dan pengawasan ketat, hak dan keamanan staf Amnesty International dan aktivis-aktivis lain, jurnalis, dan pemberontak lain di seluruh dunia berisiko," ia menambahkan.