Pakar Siber Israel Ingatkan Bahaya Bocornya Hacking Tools
Cyberthreat.id - CEO dan Co-founder Otorio Ltd, Deniel Bern, memprediksi bahwa dunia internasional akan mulai menggunakan perang siber (cyber warfare) secara lebih luas. Teknologi siber yang bocor atau dicuri bisa menjadi senjata berbahaya jika sampai ke tangan tak bertanggung jawab lalu digunakan untuk melakukan kriminal dan kejahatan siber.
"Siber telah menjadi senjata sunyi dari kekuatan besar dunia. Risikonya adalah menjadi ruang yang sah untuk beroperasi dalam mempromosikan agenda geopolitik tanpa merusak reputasi anda," kata Bern seperti dikutip Calcalistech, Kamis (2 Januari 2020).
Hal itu diperkuat dengan terjadinya cekcok antara AS dan Iran pada Juni lalu. Kedua negara itu terlibat perang siber yang menargetkan database dan informasi sensitif.
September lalu, ketegangan kedua negara makin meningkat. Penyebabnya, AS menuduh Iran bertanggung jawab dalam insiden serangan drone terhadap dua kilang minyak Arabian-American Oil Company (Aramco) di Abqiiq dan Khurais.
Iran dinilai mendukung milisi Houthi (milisi yang menyerang Aramco) berupa supply senjata hingga sokongan teknologi siber sehingga bisa melancarkan serangan drone.
"Serangan pada penyulingan minyak di Arab Saudi adalah kurangnya respon yang real. Itu meningkatkan tingkat toleransi kita. Lain kali, serangan serupa bisa menjerumuskan kota-kota ke dalam kegelapan."
Otorio Ltd merupakan perusahaan keamanan siber yang berpusat Tel Aviv, Israel. Sebelum menjadi CEO perusahaan tersebut, Deniel Bern menjabat sebagai Kepala Pertahanan Siber dan Kepala Informasi Tentara Israel dengan pangkat Brigjen.
Satu dekade lalu, kata Bern, sebagian besar serangan siber diluncurkan oleh pasukan dan lembaga pemerintahan. Menurut dia, teknologi siber pada militer serta hacking tools yang bocor dari institusi negara telah menjadi alat serangan siber utama lalu digunakan oleh perusahaan dan organisasi sipil.
"Hari ini saya melihat kecepatan serangan yang sama dengan yang saya lihat di tentara/militer, tetapi mereka menargetkan rumah sakit dan sekolah."
Prediksi Ancaman Siber
Bern memperkirakan pada dekade berikutnya (2020) terkait dengan perlindungan ancaman siber dinilai tidak terlalu cerah. Sebagian besar penyebabnya adalah meningkatnya potensi pengerusakan.
"Saya pikir bencana siber terbesar masih ada di depan," ujarnya.
Dalam praktiknya di Otorio, ia mengelola sistem pertahanan pabrik dari ujung ke ujung (end-to-end) yang mencakup penilaian risiko, penerapan stragegi dan alat manajemen risiko. Serangan Ransomware, lanjut Bern, pada fasilitas industri sudah menyebabkan kerugian miliaran dolar AS setiap tahun.
"Banyak organisasi telah mengalami Ransomware. Serangan ini digunakan untuk menargetkan lapisan komputasi administratif sebuah organisasi, tetapi hari ini mereka menargetkan fasilitas manufaktur yang menderita kerugian defensif," kata Bern.
Dengan semakin meningkatnya ancaman siber pada sektor tersebut. Ia menekankan untuk meningkatkan cybersecurity awarenes terhadap SDM-nya agar terhindar dari ancaman yang mengintainya.
"Saya menemukan diri saya berurusan dengan organisasi yang tidak siap secara konseptual untuk jenis ancaman ini. Terlebih, organisasi/perusahaan ini tidak memiliki keterampilan dan yang sesuai ditambah petingginya cenderung meremehkan ancaman siber."
Redaktur: Arif Rahman