Pengamat Pertanyakan Layanan KYC-el Biometrik Kemendagri

Ilustrasi | Foto: freepik.com

Cyberthreat.id –  Pengamat keamanan siber Ardi Sutedja K mengaku kaget mendengar Kementerian Dalam Negeri menunjuk PT Jelas Karya Wasantara (VeriJelas) sebagai pengembang “Platform Besama” terkait data NIK KTP elektronik dan foto wajah untuk layanan KYC (know-your-costumer) elektronik biometrik.

“Saya terkejut ada siaran pers seperti itu terlebih terkait data kependudukan,” ujar Ketua juga Pendiri Indonesia Cyber Security Forum (ICSF) kepada Cyberthreat.id, Jumat (13 Desember 2019).

Di forum wartawan tersebar siaran pers yang dikeluarkan oleh VeriJelas. Saat dihubungi Cyberthreat.id, juru bicara VeriJelas membenarkan adanya acara penandatanganan perjanjian kerja sama (PKS) antara Ditjen Dukcapil Kemendagri dan VeriJelas pada hari ini di Hotel Borobudur, Jakarta.

Dalam siaran pers itu disebutkan, VeriJelas ditunjuk sebagai penyelenggara untuk membangun “Platform Bersama”. VeriJelas juga perusahaan pertama di Indonesia yang diberikan hak akses dalam pemanfaatan data NIK KTP-el dan foto wajah.


Berita Terkait:


“Platform Bersama” tersebut, menurut VeriJelas, dapat dimanfaatkan oleh berbagai pelaku usaha dan pengguna industri digital di berbagai sektor untuk melalukan proses KYC elektronik secara cepat, waktu nyata (real-time), dan akurat.


Tangkapan layar siaran pers yang dikeluarkan VeriJelas.


Ardi memiliki beberapa alasan mengapa dirinya terkejut soal hal tersebut.

Pertama, kata Ardi, hendaknya bila ada hal-hal terkait dengan data-data milik publik, “Alangkah baiknya agar diadakan dengar pendapat publik sebelum diputuskan karena menyangkut hajat hidup orang banyak,” kata dia.

Kedua, “Saya terkejut, ini kok tiba-tiba yang mengumumkan bukan pemerintah dalam hal ini Ditjen Dukcapil, tapi justru pihak ketiga yang terkait,” ujar dia.

“Ini jadi tanda tanya apakah ini ada kepentingan komersial, misalnya, ‘goreng-menggoreng’ valuasi usaha menjelang adanya investor yang mau masuk?”

“Dari sini saja sudah tampak ketiadaaan best practice yang tidak dipahami,” Ardi menambahkan.

Selanjutnya, Ardi menyinggung kasus yang melibatkan Biomorf, perusahaan penyedia teknologi untuk proyek KTP elektronik (KTP-el) yang merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun.

“Apakah kerja sama ini (dengan VeriJelas, red) tidak mengulangi kegagalan yang sudah terjadi? Dan, apa jaminan hukum dan keamanan siber bahwa data-data kependudukan tidak akan bocor seperti sekarang?” kata Ardi.

Terakhir, Ardi juga menyoroti bagaimana Undang-Undang Dukcapil juga sudah kedaluarsa karena tidak mengikuti perkembangan zaman, “ Di mana sekarang yang namanya facial recoqnition (teknologi pengenalan wajah) dan vascular sudah menjadi bagian dari teknologi biometrik,” ujar dia.

Ardi mengatakan, adanya kerja sama tersebut pihaknya sebatas mengingatkan dan menyadarkan publik tentang pentingnya perlindungan data dan perlindunga nprivasi agar tidak melanggar hak-hak asasi manusia.

“Perlu dipertimbangkan apakah pihak-pihak yang diajak kerja sama itu sudah punya kompetensi dan pemahaman tentang perlindungan dan keamana data?” tutur Ardi.