RUU KEAMANAN DAN KETAHANAN SIBER
Indonesia Mendapat 229,4 Juta Serangan Siber Sepanjang 2018
Jakarta, Cyberthreat.id – Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Djoko Setiadi, mengatakan, Indonesia sedang berada dalam kekosongan hukum terkait dengan tata kelola keamanan siber di tingkat undang-undang.
Di sisi lain, ancaman dari dunia siber terhadap kehidupan nasional semakin tinggi dan kompleks. Kondisi ini, kata Djoko, mengikuti tren dunia sekaligus mengiringi perkembangan peradaban manusia.
“Sepanjang 2018 terjadi 229,4 juta serangan siber ke Indonesia,” kata Djoko saat Rapat Dengar Pendapat di Badan Legislasi DPR yang membahas RUU Keamanan dan Ketahanan Siber di Jakarta, Kamis (28/3/2019).
Dunia siber, kata dia, secara teknis merupakan arsitektur hyperconnectivityglobal yang dampak pemanfaatannya sangat berpengaruh terhadap aspek ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, dan keamanan.
“Dengan kondisi seperti itu, ancaman siber dapat secara langsung membahayakan kehidupan berbangsa dan bernegara,” kata Djoko.
Menurut dia, saat ini sebanyak 150 juta penduduk Indonesia adalah pengguna internet. Jumlah itu merupakan 56 persen dari total penduduk Indonesia sekitar 268,2 juta jiwa. Untuk itu, kata dia, Pemerintah Indonesia perlu memiliki kemampuan deteksi dan indentifikasi terhadap setiap ancaman siber. Di sinilah, pentingnya keberadaan RUU Keamanan dan Ketahanan Siber.
Ketua Badan Legislasi, Supratman Andi Agtas, mengaku kaget saat mengetahui fakta bahwa Indonesia sudah menjadi target serangan siber.
Ia mengapresiasi kinerja BSSN meski masih berstatus badan negara lewat Peraturan Presiden RI Nomor 53/2017 sebagaimana diubah dalam Perpres Nomor 133/2017 tentang BSSN.
“Yang penting bagi kita saat ini adalah bagaimana pemerintah dan DPR sepakat dan memiliki pemahaman bersama. Bahwa, RUU ini memang sangat urgen dan dibutuhkan,” kata Supratman.
Sementara, Wakil Ketua Baleg, Sarmuji, mengatakan, sudah seharusnya BSSN diberikan seperangkat peralatan untuk mendeteksi dan menanggulangi serangan siber.
“Tentu langkah-langkah ke depan harus dipikirkan. Kalau tahun 2018 saja 229 juta serangan siber, tentu tahun berikutnya bisa lebih banyak karena infrastruktur digital kita semakin banyak,” ujar Sarmuji.