Arab Saudi Rekrut Eks Karyawan Twitter untuk Kerja Spionase
Cyberthreat.id – Dua mantan karyawan Twitter bersama rekannya dituduh sebagai mata-mata dari Arab Saudi. Mereka dituding telah memata-matai pengguna Twitter yang kritis terhadap keluarga Kerajaan Arab Saudi.
Dua mantan karyawan itu, yaitu Ahmad Abouammo (asal AS) dan Ali Alzabarah (Arab Saudi), dan rekannya bernama Ahmed Almutairi (Arab Saudi).
Dokumen pengaduan pidana (criminal complaint) itu disampaikan ke pengadilan pada Rabu (6 November 2019) di San Fransisco, California, Amerika Serikat.
Menurut The New York Times, kejadian tersebut juga menandai untuk kali pertama warga Saudi melakukan kegiatan mata-mata di AS.
Dalam dokumen pengaduan disebutkan, bahwa pejabat Saudi sengaja merekrut karyawan Twitter untuk mencari data pribadi ribuan akun dan menghapus konten tertentu dari platform media sosial.
Mereka ditangkap dengan tuduhan mengakses informasi pribadi dan bertindak sebagai agen ilegal pemerintah asing.
Ahmad secara terpisah juga dituduh memalsukan dokumen dan membuat pernyataan palsu kepada Biro Investigasi Federal (FBI). Ahmad memberi FBI faktur palsu soal penerimaan uang sebesar US$ 100.000 dari pejabat Saudi, tapi diklaim sebagai honor layanan konsultasi.
Menurut Departemen Kehakiman AS, kegiatan spionase tersebut antara November 2014 hingga Mei 2015. Awalnya, Almutairi dan pejabat Saudi mengontak Ahmad dan Ali.
Mereka meminta keduanya menggunakan kredensial karyawannya untuk mengakses informasi pribadi tentang individu di balik akun Twitter tertentu, “terutama mereka yang kritis terhadap pemerintah Saudi dan keluarga kerajaan,” demikian tulis ZDNet, Kamis (7 November 2019).
Ahmad bekerja di Twitter sebagai manajer kemitraan media selama hampir dua tahun. Selama waktu tu, ia bertemu dengan seorang pejabat Saudi di London pada akhir 2014, tertulis dalam dokumen pengaduan.
Dalam sepekan pertemuan itu, Ahmad diduga mulai mengakses akun "Pengguna Twitter 1” yang disinyalir adalah aktivis yang kritis terhadap keluarga kerajaan dan memiliki lebih dari 1 juta pengikut.
Meski telah keluar dari Twitter pada pertengahan 2015, Ahmad terus tetap berhubungan dengan pejabat Saudi, yang memintanya untuk terus (1) mengambil tindakan pada akun pengguna tertentu, (2) permintaan untuk menutup akun tertentu karena melanggar persyaratan dan layanan Twitter dan 93) memverifikasi pengguna tertentu.
Untuk memfasilitasi permintaan tersebut, Ahmad menghubungi mantan rekannya di Twitter.
Untuk upayanya, para pejabat Saudi diduga membayar Ahmad setidaknya US$ 300.000, melalui transfer kawat ke perusahaan shell dan rekening bank di Lebanon. Mereka juga memberinya arloji senilai sekitar US$ 20.000.
Tahun lalu, FBI mewawancarai Ahmad tentang uang dan arloji itu, termasuk komunikasi dengan pejabat Saudi.
FBI menuduh bahwa selama wawancara Ahmad berbohong tentang arloji dan memberikan tanda terima dipalsukan yang menunjukkan pembayaran US$ 100.000 dari pejabat Saudi. Ahmad menyangkal dengan mengatakan, bahwa, uang itu sebagai imbalan untuk layanan konsultasi media.
Sementara, Ali bekerja di Twitter sebagai teknisi keandalan situs web sejak Agustus 2013. Saat bekerja di Twitter, ia terbang ke Washington DC pada Mei 2015, di mana ia diduga bertemu dengan seorang pejabat Saudi.
Dari Mei hingga November 2015, Ali diduga mengakses data pribadi pengguna Twitter secara massal tanpa izin. Ia diduga mengakses data 6.000 pengguna Twitter.
Ali juga diduga mengakses informasi seperti informasi alamat IP, perangkat yang digunakan, informasi biografi yang disediakan pengguna, log yang berisi informasi browser pengguna, dan log semua tindakan pengguna tertentu pada platform Twitter.