PERLINDUNGAN DATA PRIBADI

ELSAM Nilai PP 71/2019 Soal PSTE Hanya Peraturan Transisi

Deputi Direktur Riset ELSAM Wahyudi Djafar. | Foto: Cyberthreat.id/Faisal Hafis (M)

Jakarta, Cyberthreat.id – Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) mendorong pemerintah untuk segera menerbitkan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi meski Peraturan Pemerintah tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PSTE) telah diterbitkan.

PP Nomor 71 Tahun 2019 yang merupakan revisi dari PP Nomor 82 tahun 2012 telah diundangkan sejak 10 Oktober lalu. ELSAM selama ini termasuk organisasi yang vokal dan menyuarakan tentang perlindungan data pribadi di ranah digital.

Deputi Direktur Riset ELSAM, Wahyudi Djafar, memandang bahwa PP 71 hanya “sebagai peraturan transisi” sebelum UU PDP diterbitkan meski PP tersebut sudah banyak mengakomodasi ketentuan-ketentuan yang ada pada RUU PDP saat ini.

“Jangan sampai keluarnya PP 71 ini, di dalamnya ada yang berkaitan dengan data pribadi, menghambat proses atau memperlama proses pembahasan RUU PDP,” ujar Wahyudi kepada Cyberthreat.id, Jumat (25 Oktober 2019).


Berita Terkait:


Nasib RUU PDP hingga kini belum jelas. Awalnya pemerintah menargetkan RUU tersebut bisa disahkan pada masa DPR periode 2014-2019, tapi ternyata pemerintah dan DPR tak kunjung membahasnya. Dengan pergantian anggota DPR, RUU ini kemungkinan besar akan dibahas ulang dan, tentu saja, membutuhkan waktu yang tak cepat untuk menyelesaikannya.

Mengapa RUU PDP mendesak? Sebelumnya, pada Mei lalu, saat menjabat sebagai menteri komunikasi dan informatika Rudiantara mengatakan, regulasi itu amat penting guna memproteksi data-data strategis publik.

“Mengapa kita harus mempunyai UU PDP? Mengapa kita harus mengatur, meregulasi data? Secara taktis sebetulnya, karena data sekarang harus dipertukarkan, kalau data tidak dipertukarkan, kita mungkin tidak perlu membuat UU PDP,” kata dia seperti dikutip dari situs web Kominfo.

Ia mencontohkan, di bidang industri telekomunikasi yang selama ini dipegang oleh operator dan pelanggan. Oleh karenanya, hanya dua pihak tersebut yang berkepentingan terhadap data. “Misalnya, call data record saya dipegang oleh operator maupun saya sendiri,” jelasnya.

Contoh lain, di sektor kesehatan. Ketika seseorang mempunyai suatu penyakit dan ditangani oleh dokter spesialis A, tapi ternyata si pasien tersebut ada komplikasi, maka dia membutuhkan dokter spesialis B.

“Kalau tidak diatur bahwa data itu boleh dipertukarkan, dipindahkan kepada spesialis, konsekuensinya adalah orang tersebut tidak bisa di-address masalah kesehatan, itu contoh kecil," ujar dia.

Kini di bawah kepemimpinan Menkominfo Johnny G Plate, pemerintah juga berjanji akan menyelesaikan RUU tersebut. "Kita harus selesaikan cepat payung hukum terkait (UU) perlindungan data. Prioritas yang pertama pasti yang tinggal diselesaikan (RUU PDP), ibaratnya tendangan pinalti, saya ingin tendang dan buat gol," kata Johnny seperti dikutip dari Kompas.com, Kamis (24 Oktober 2019).

Menurut Wahyudi, PP 71 lebih bersifat teknis karena sebatas menjalankan mandat dari apa yang diatur dalam Undang-Undang Informatika dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

“(PP 71) tidak menciptakan satu norma baru meski dalam beberapa ha, PP tersebut sudah mengatur hal-hal yang belum detail di UU ITE,” kata dia.

Dalam terbitnya PP tersebut, Wahyudi mengatakan, ELSAM tidak dalam kapasitas menolak, tapi lebih menempatkannnya sebagai “regulasi transisi yang masih belum kuat” selama RUU PDP belum disahkan.

Menurut dia, regulasi (PP 71) ini belum bisa dianggap komplet dan setara dengan ketentuan UU PDP di negara lain karena levelnya masih peraturan pemerintah.

Redaktur: Andi Nugroho