KADIN: Sektor Industri Relatif Aman dari Hacker
Jakarta, Cyberthreat.id – Wakil Ketua Komisi Tetap Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) bidang Industri Hulu dan Petrokimia, Achmad Widjaja, mengatakan sejauh ini sektor bisnis di Indonesia masih relatif aman dari ancaman serangan siber (cyberattack).
Menurut dia, selama pelaku industri patuh pada aturan dan hukum yang berlaku, ancaman siber tidak akan menjadi masalah. Sejauh ini, Achmad mengatakan, belum pernah mendengar atau menerima kabar terkait dengan ancaman siber serius di sektor industri Indonesia.
“Di dunia usaha belum banyak terjadi serangan hacker atau ancaman siber sebab produsen semuanya punya pengamanan yang optimal. Selama ini, produsen hulu ke hilir belum ada masalah besar,” kata Achmad saat dihubungi Cyberthreat.id, Selasa (23/4/2019).
Ia mengatakan, sebetulnya ancaman serangan siber yang paling berisiko adalah sektor perbankan. “Perseroan finansial seperti perbankan dan lainnya kemungkinan ada upaya hacker,” kata dia.
Untuk menghadapi Revolusi Industri 4.0 berkaitan dengan layanan digital, Achmad mengatakan, Kadin telah memiliki beberapa strategi. Menurut dia, ke depan industri akan cenderung pada pemanfaatan Big Data, tapi proses menuju ke arah sana diperkirakan baru bisa direalisasikan pada 2025.
"Industri manufaktur atau produsen masih dalam kontak digitalisasi. Ada perseroan yang siap, ada yang belum siap," ujar dia.
Big data adalah istilah umum untuk segala kumpulan data dalam jumlah besar, rumit, dan tak terstruktur. Untuk mempermudah akses itu dibuatlah virtualisasi data dengan memanfaatkan perangkat lunak atau software.
SEKTOR PERBANKAN
Salah satu sasaran utama dari serangan siber ialah sektor perbankan. Ketua Umum dan Pendiri Ethical Hacker Indonesia, Teguh Aprianto, mengatakan, yang memiliki peluang paling diserang peretas adalah situs web dan aplikasi perbankan.
“Untuk uang yang ada di bank, kemungkinannya sangat kecil untuk bisa diretas oleh hacker,” kata dia.
Teguh mengatakan, seringnya motif peretasan adalah uang baik itu tujuan merampok atau menerima reward atau bounty dari perusahaan perbankan tersebut.
“Hanya, nantinya celah atau bug yang ditemukan hacker tersebut akan dilaporkan ke pihak terkait. Ini disebut program bug bounty, apabila ada peneliti melaporkan bug ke perusahaan, biasanya peneliti itu akan diberikan reward atau bounty,” ujar Teguh yang juga bekerja sebagai konsultan keamanan siber di sejumlah perusahaan ini.
Teguh mengatakan, saat ini sistem keamanan perbankan di Indonesia relatif sudah baik untuk menghadapi ancaman siber.
“Karena audit yang dilakukan sangat super ketat dan aman. Itu mengapa jarang sekali kita menerima laporan mengenai pembobolan akun nasabah terutama yang menggunakan internet banking,” ujar Teguh.
Redaktur: Andi Nugroho