ANCAMAN PENCURIAN DATA

Fintech Dilarang Akses Daftar Kontak Peminjam

Ilustrasi | FREEPIK.COM

Jakarta, Cyberthreat.id – Otoritas Jasa Keuangan angkat bicara terkait dengan praktik nakal layanan digital perbankan yang mengakses data kontak atau phonebook peminjam yang melakukan pinjaman uang secara daring atau online.

Dalam artikel Cyberthreat.id sebelumnya, masih ditemui perilaku perusahaan pemberi pinjaman uang menelepon orang-orang yang tak ada kaitannya dengan pinjaman. Perusahaan mendapatkan nomor telepon orang-orang itu dengan mengakses daftar kontak ponsel si peminjam.

TERKAIT
Baca: Jangan Gegabah Instal Aplikasi Fintech
Baca: AFPI: Fintech hanya Akses Tiga Hal

Amelia, mahasiwa IISIP Jakarta, adalah salah satu yang melakukan pinjaman online dan merasakan pengalaman itu. Ia meminjam uang melalui aplikasi Tunaiku. Ketika telat sepekan, perusahaan mulai menagih Amelia. Tak hanya ke nomor Amelia, perusahaan itu juga menagih ke sejumlah temannya yang ada di phonebook ponselnya. Ia sendiri sampai malu karena tahu teman-temannya diteror perusahaan.

“Waktu mengajukan pinjaman saya tidak membaca soal kebijakan privasi dan langsung menyetujuinya.  Setelah saya baca lagi ternyata dalam kebijakan privasi ada izin untuk mengakses beberapa data dalam handphone saya” tutur Amelia, Kamis (18/4/2019).

Sekadar diketahui, aplikasi Tunaiku merupakan milik PT Bank Amar Indonesia, dulu bernama PT Anglomas International Bank atau Amin Bank yang berdiri pada 15 Maret 1991. Pendiri adalah keluarga almarhum Noto Suhardjo Wibisono (Lioe Kiem Tjauw) dan Hartini Wibisono (Tan Sioe Ing) di Surabaya, demikian dalam situs webnya.

Di Play Store, Tunaiku tercatat terdaftar dan diawasi oleh OJK sejak 2014 dan telah meraih penghargaan Indonesia Best Banking 2018 oleh Warta Ekonomi. Tunaiku termasuk kredit tanpa agunan, yaitu cukup berbekal KTP, lalu uang pun cair.

"Sesuai dengan perizinan Anda pada aplikasi kami, kami akan menggunakan informasi berikut ini: ID perangkat, daftar kontak, kalender, daftar aplikasi, laporan panggilan, dan juga fitur ID perangkat, fitur hardware & storage, jaringan seluler, dan informasi jaringan," demikian pernyataan Tunaiku di Play Store.

Bahkan, mereka mengklaim dan menjamin tidak akan menyalahgunakan maupun menjual data peminjam. "Keamanan data dan privasi Anda adalah prioritas kami," tulis Tunaiku. Sayangnya, tidak semua peminjam mengetahui klausul itu.

KLAIM DIRI SEBAGAI FINTECH

Tunaiku di situs webnya juga mengaku sebagai layanan fintech. "Tunaiku merupakan teknologi finansial atau fintech pertama di Indonesia yang bergerak menyediakan pinjam uang online tanpa agunan," demikian klaim di situs webnya.

Ketua Harian Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), Kuseryansyah, mengatakan, aplikasi Tunaiku bukanlah anggota dari AFPI. "Aplikasi Tunaiku beroperasi di luar radar Direktorat Pengaturan, Perizinan, dan Pengawasan Fintech (DP3F) OJK," tutur Kus, panggilan akrabnya, kepada Cyberthreat.id menanggapi pemberitaan tersebut, Minggu (21/4/2019).

Ia juga menambahkan, bahwa Tunaiku bukanlah bagian dari fintech, "Tunaiku masuk kategori pinjaman online, termasuk kategori digital banking, bukan peer to peer lending sesuai Peraturan OJK 77," kata Kus.

Juru Bicara OJK Sekar Putih mengatakan, setiap penyedia layanan fintech peer to peer atau P2P Lending yang telah terdaftar dan berizin dari OJK dilarang untuk mengakses daftar kontak, berkas gambar, dan informasi pribadi dari ponsel peminjam.

Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), menurut dia, bisa menertibkan para anggotanya untuk sesuai dengan kode etik pinjaman uang berbasis teknologi informasi yang bertanggung jawab.

“OJK juga akan terus melakukan sosialiasi kepada masyarakat bersama dengan para stakeholder agar literasi masyarakat akan kegiatan pinjam-meminjam uang berbasis teknologi dapat terus meningkat,” kata dia kepada Cyberthreat.id, Senin (22/4/2019).

Ia mengatakan, agar masyarakat dapat mengunjungi situs web ojk.go.id atau mengontak nomor 157 untuk mendapatkan informasi terkait kegiatan fintech P2P Lending.

Ke depan, OJK akan terus memonitor dan berkoordinasi dengan Kementerian Kominfo melalui Satgas Waspada Investasi (SWI) untuk menutup aplikasi-aplikasi fintech ilegal. Sekadar diketahui, SWI merupakan forum koordinasi dari 13 lembaga dan kementerian

Semua fintech yang terdaftar dan berizin di OJK wajib memenuhi seluruh ketentuan Peraturan OJK Nomor 77/2016. Jika terbukti melakukan pelanggaran, OJK dapat mengenai sanksi sesuai dengan Pasal 47.

Sejak 2018 hingga Februari 2019, pengaduan fintech P2P Lending ilegal sebanyak 991. Kini layanan tersebut telah ditutup berdasarkan rekomendasi OJK kepada Kementerian Kominfo.

“Jika terbukti terdapat pelanggaran yang bersifat kriminal, masyarakat segera laporkan kepada aparat berwajib sebagai efek jera bagi pelaku fintech,” ujar Sekar.

Redaktur: Andi Nugroho