20 Pemerintah Kota di Texas Dilanda Ransomware
Cyberthreat.id – Sebanyak dua puluh pemerintah kota di Texas, Amerika Serikta dilanda serangan ransomware terkoordinasi, demikian pernyataan dari Departemen Sumber Daya Informasi (DIR) Texas pada Jumat (16 Agustus 2019).
Saat ini, DIR, Departemen Militer Texas, dan tim Cyberresponse dan Sistem Operasi Texas A&M University System telah mengerahkan tim ke instansi yang paling terkena dampak paling kritis.
Serangan ransomware menjadi metode yang paling disukai peretas jahat (cracker) mengeruk uang dalam beberapa tahun terakhir terutama di lembaga pemerintahan.
Cracker menanamkan kode jahat di dalam jaringan sistem informasi instansi tersebut dan menutup akses ke komputer atau database tertentu. Cracker menyukai serangan ke instansi pemerintahan karena sistem jaringan mereka jarang diperbarui dan cenderung kuno.
Setelah cracker menguasai sistem, mereka akan meminta tebusan kepada korban jika ingin mendapatkan akses kembali ke sistemnya. Cracker hampir selalu meminta membayar dalam Bitcoin, mata uang blockchain yang hampir tidak dapat dilacak, yang memungkinkan para cracker melakukan operasi rumit tersebut dari sebuah ruangan di belahan bumi lain.
Seperti dikutip dari Newsweek, Sabtu (17 Agustus), masih belum diketahui berapa nilai tebusan yang diminta peretas, sistem mana yang sedang offline, dan apakah pemkot-pemkot yang terkena dampak juga diminta untuk segera menebus penyanderaan tersebut.
Pemerintah Kota Baltimore, Maryland, AS adalah korban dari serangan ransomware paling terkenal tahun ini ketika peretas yang tidak dikenal melumpuhkan operasi pemerintah selama lebih dari sebulan.
Akhirnya, pemkot memutuskan untuk menghabiskan sekitar US$ 18 juta untuk memulihkan file sendiri dan mengelola biaya yang terkait dengan dampak tersebut. Sekadar diketahui, peretas itu hanya menuntut US$ 76.000 dalam bentuk Bitcoin, tetapi FBI menyarankan agar tidak membayar uang tebusan.
Laporan dari Cybersecurity Ventures memperkirakan bahwa kerusakan dari serangan ransomware pada tahun lalu telah membuat kerugian hingga US$ 8 miliar di dunia.
Sebelumnya, Sekretaris Keamanan Tanah Air Kirstjen Nielsen pada acara KTT Keamanan Siber di New York, menyebut bahaya serangan digital lebih serius daripada ancaman tradisional lainnya. "Serangan siber sekarang melebihi bahaya serangan fisik. Ini memaksa kita memikirkan kembali keamanan nasional," ujar dia.
Pada pertemuan tersebut, ia juga mengumumkan pembentukan Pusat Manajemen Risiko Nasional (National Risk Management Center), yang berfungsi sebagai tim cepat tanggap bagi korban serangan ransomware.Sebab, kata dia, masih ada saja warga yang ketinggalan zaman.
"Saya masih mendengar tentang orang-orang yang menelepon 911 ketika mereka berada dalam serangan siber," ujar Nielsen.