Duh, Bisnis Influencer Instagram Jadi Lahan Penipuan

Ilustrasi | Foto : Starmgage.com

Jakarta,Cyberthreat.id - Fenomena kehadiran influencer, yang mempromosikan produk tertentu melalui paltform media sosial semakin marak.

Bisnis yang menggunakan jasa influencer pun semakin menjamur. Bahkan, boleh dikatakan,  Influencer marketing adalah bisnis yang menggiurkan.

Namun, tak disangka, berdasarkan hasil survei, sejumlah negara di Asia menjadi ladang penipuan influencer Instagram. Kehadiran jutaan akun palsu ditengarai menjadi penyebabnya.

Dikutip dari DW.com, Rabu, (17 Juli 2019), berdasarkan hasil penelitian terbaru yang dilakukan sebuah perusahaan startup asal Swedia, A Good Company dan firma analisis data HypeAuditor mencatat,  beberapa negara di Asia menjadi ladang penipuan perdagangan di media sosial Instagram. Penelitian tersebut dilakukan terhadap 1,84 juta akun yang tersebar di 82 negara di dunia.

Amerika Serikat (AS) dan Brasil merupakan dua negara teratas yang memiliki akun palsu Instragram terbanyak di dunia yakni 49 juta dan 27 juta akun, disusul India (26 juta) dan Indonesia (25 juta).

Di pasar Asia sendiri, diketahui terdapat 144 juta pengguna platform media Instagram ini.  Namun 58 juta diantaranya adalah bot ataupun pengikut massal. Diperkirakan US$ 744 juta terbuang sia-sia akibat penipuan akun-akun palsu tersebut.

“Hal ini tidaklah mengherankan, karena dewasa ini Instagram menjadi tambang emas bagi para selebgram atau yang biasa disebut influencer maupun bagi berbagai perusahaan produk dan jasa. Kini makin banyak perusahaan menyewa jasa influencer untuk menjajakan produk mereka,” tulis DW.com.

“Namun tidak sedikit dari para influencer ini yang bermain secara tidak jujur. Mereka membeli pengikut (follower), like, dan komentar dalam jumlah banyak agar bisa menarik perhatian sejumlah perusahaan untuk menyewa jasa mereka,” demikian DW.com

Menurut data agensi marketing Mediakix, nilai pasar influencer Instagram di tahun 2017 silam adalah sebesar US$ 1 milliar dan diprediksi di akhir tahun ini (2019), angka tersebut akan naik menjadi dua kali lipat.

Sementara itu, dalam rilisnya, A Good Company membagi influencer Instagram ke dalam tiga tipe, yakni macro influencers yang memiliki seratus ribu hingga lebih dari satu juta jumlah pengikut. 

Kemudian, mid influencers yang memiliki dua puluh ribu hingga seratus ribu jumlah pengikut, dan micro influencers yang memiliki seribu hingga dua puluh ribu pengikut.

Berdasarkan engagement pods-nya (like dan komentar), micro influencers adalah tipe influencer yang memiliki anomali terbesar (40,29%).

“Hal ini diduga karena perusahaan lebih suka menyewa jasa micro influencers yang memiliki keterlibatan secara langsung dengan para pengikutnya, namun kerap dihargai secara tidak proporsional sehingga mendorong mereka untuk membeli banyak akun palsu,” jelas DW.com.


Kepada PRWeek, CEO A Good Company, Anders Anarklid, mengaku yakin akan adanya aktivitas penipuan dalam bisnis influencer marketing. Hal inilah yang mendorong A Good Company untuk melakukan penelitian.

“Kami menyarankan untuk melihat lebih jauh korelasi antara angka pengeluaran pemasaran influencer Anda dengan angka penjualan Anda. Bisa jadi Anda menghabiskan sebagian besar anggaran untuk para influencer tanpa pengikut organik,” kata Anarklid.

Saat ini terdapat lebih dari satu miliar pengguna aktif Instagram setiap bulannya. Facebook sendiri sebagai perusahaan induk Instagram memiliki 2.38 miliar penguna aktif per bulan. Kemudian untuk media sosial Twitter diketahui memiliki 16 juta pengguna aktif yang log in di setiap harinya.