Jubir BSSN: Tantangan yang Dihadapi Kian Besar, Budaya Siber Kita Masih Tertinggal

Jubir BSSN Anton Setiyawan | Foto: Tangkapan layar dari Cyberthreat.id/Bagas Tri Atmaja

Cyberthreat.id - Juru Bicara Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Anton Setiyawan mengatakan banyak tantangan yang dihadapi di dunia siber saat ini. Sayangnya, tantangan ini tidak sebanding dengan budaya siber yang dimiliki masyarakat Indonesia.

“Salah satu parameter, misalnya, kata sandi. Kata sandi yang dipakai banyak orang, ya di situ-situ saja. Tantangannya makin besar, tapi budayanya di situ-situ saja. Akhirnya, bukan karena kejahatannya yang canggih, tapi posisi budaya kita yang belum sampai,” ujar Anton dalam diskusi publik bertajuk “Edukasi dan Literasi Keamanan Informasi Sektor Media” yang dilakukan secara hibrida, Selasa (14 Desember 2021).

Dengan kondisi seperti itu, kata dia, kejahatan menjadi salah satu yang mencolok di ruang siber. Dalam laporan tahunan BSSN, kata dia, terlihat bahwa data menjadi incaran penjahat siber. Dari sekian ratus juta anomali siber yang terjadi, kasus yang terekam BSSN, selain kasus kebocoran data, ialah aktor yang berasal dari malware pencuri informasi.

“Saya mengambil salah satu kasus saja di 2020, sedemikian besarnya—79 ribu akun yang terdeteksi mengalami kebocoran data, hanya dilakukan malware stealer,” ujarnya.

“Kita bisa melihat nomor satu Russian malware stealer–ini sesuatu yang mengancam dan tidak terlihat kita. Kemudian, tadi itu, kita tidak menerapkan tata kelola yang baik, tidak menerapkan keamanan informasi atau keamanan siber yang baik, tapi [karena malware] ini tidak terlihat, telah berjalan secara tersembunyi di dalam sistem atau network kita. Ini tantangan yang ada. Transformasi digital dan globalisasi yang cepat menuntut kecepatan lebih diutamakan dari keamanan. Ini fakta yang kita hadapi,” Anton menambahkan.

Belum lagi masalah lain, seperti kapabilitas sumber daya manusia yang dimiliki di Indonesia secara khusus. Juga, dominasi teknologi, seperti platform-platform digital di Indonesia yang merupakan milik asing.

Ketika berbicara tentang keamanan data, Anton juga menyinggung bagaimana komitmen dan parameter tiap-tiap organisasi dalam mengelola data itu sendiri.

“Kita bisa ukur di dalam organisasi kita: benar tidak informasi kita penting? Diukurnya dari apa yang kita lakukan terhadap data dan informasi itu […] Di organisasi-organisasi yang merasa data kita penting, tapi dia tidak melakukan apa-apa terhadap data tersebut atau perlakuannya kurang tidak sesuai standar, ya sebetulnya sudah tidak menganggap data itu penting. Jadi kita harus koreksi ke dalam,” Anton menjelaskan.

Di sisi lain, kata dia, serangan siber juga tidak terjadi dari pihak eksternal, tapi juga internal organisasi. Anton menyebutkan, survei BSSN menggambarkan sektiar 43 persen kejadian serangan siber, dalam ha ini kebocoran data, ternyata dilakukan oleh orang dalam.

Jika berbicara level bangsa atau negara, Anton mengatakan, BSSN sudah berusaha untuk menerapkan standar yang ditetapkan International Telecommunication Union (ITU).

Peringkat keamanan siber Indonesia tiap tahun meningkat, katanya. Setidaknya dari peringkat 70 dari 164 negara, kini Indonesia berada di level 24 dari 194 negara yang diukur berdasasrkan aspek legal, teknis, organisasi, kapasitas developer, dan perusahaan.

“Makanya, ketika kita bicara strategi keamanan siber nasional, kata kunci pertama adalah kolaborasi. Karena kalau semua diserahkan ke BSSN, tidak akan tecapai dan berantakan,” ujar Anton.

“Saya yakin budaya keamanan siber media memberikan peran paling utama, dan juga prinspnya pasti kolaborasi keperpihakan dan adaptif,” ia menjelaskan.

“Keberpihakan” yang dimaksud Anton ialah bagaimana masyarakat cenderung lebih menggunakan produk lokal dibanding asing, mulai aplikasi pesan singkat, video call, dan lain-lain.

“[Terkait teknologi, red] kita masih terkendala, maka kita butuh keberpihakan. Kita bandingan produk kita dengan produk yang eksis di pasaran, sangat jauh dari segi persediaan, dari segi quality of service. Kalau kita tidak berpihak, tidak akan berkembang industri kita. Perlu kita dorong juga lewat media,” tutur Anton.

Selain Anton, hadir sebagai pembicara dalam diskusi tersebut, antara lainTenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Rawanda Wandy T, Ketua Komisi Pendanaan dan Sarana Organisasi Dewan Pers Hassanein Rais, dan Pemimpin Redaksi Cyberthreat.id Nurlis Effendi.[]

Redaktur: Andi Nugroho