NSO Group Hentikan Kontrak Spyware Pegasus dengan UEA
Cyberthreat.id – Uni Emirat Arab kini tak lagi menjalin kerja sama dengan perusahaan perangkat lunak Israel, NSO Group, yang dikenal memproduksi alat spionase siber, Pegasus.
Perusahaan menghentikan kontrak lantaran Pegasus-nya dipakai tidak sesuai dengan peruntukan. Penguasa Dubai—kota terpadat di UEA—menggunakan alat itu untuk meretas telepon mantan istri dan beberapa orang yang dekat dengannya, kata Fiona Shackleto, pengacara Putri Haya binti al-Hussein, di depan Pengadilan Tinggi Inggris.
Dubai saat ini dipimpin oleh Sheikh Mohammed bin Rashid al-Maktoum juga Wakil Presiden dan Perdana Menteri UEA. Mohammed sebelumnya beristri Putri Haya, tapi kini telah bercerai dan sejak tahun lalu mereka bertarung di pengadilan di London untuk mendapatkan hak asuh dua anaknya.
Menurut putusan pengadilan yang diumumkan Rabu (6 Oktober 2021), dikutip dari Reuters, Mohammded telah menginstruksikan peretasan enam telepon milik Putri Haya, pengacara dan tim keamanannya.
Peretasan itu terjadi pada tahun lalu selama perebutan hak asuh anak. Selama persidangan, pengadilan juga mendengar bahwa NSO telah membatalkan kontrak penggunaan Pegasus.
"Seperti yang dijelaskan oleh surat NSO Desember 2020, setelah penyelidikannya, NSO telah mengadopsi solusi ekstrem untuk menghentikan penggunaan perangkat lunak Pegasus oleh pelanggannya," kata Hakim Andrew McFarlane, Presiden Divisi Keluarga di Inggris dan Wales, dalam putusannya.
"Dalam hubungan komersial, langkah ini harus dipahami sebagai hal yang sangat penting."
Menanggapi putusan tersebut, NSO pun merilis pernyataan ke publik. Menurut peusahaan, pihaknya hanya melisensikan perangkat lunaknya kepada badan intelijen dan penegak hukum pemerintah.
Setiap kali adanya dugaan penyalahgunaan muncul, kata perusahaan, pihaknya menyelidiki, memberitahu, dan menghentikannya.
Disebutkan pula, sejauh ini NSO telah menutup sistemnya di enam pelanggan, di mana nilai kontraknya lebih dari US$300 juta. Sayangnya, perusahaan tak mendetailkan tentang penutupan enam pelanggannya.
Membantah
Sementara, Mohammed menolak putusan pengadilan dan mengatakan hal itu didasarkan pada informasi yang tak lengkap. “Saya selalu membantah tuduhan yang ditujukan kepada saya dan saya akan terus melakukannya,” katanya dalam sebuah pernyataan.
Sebelumnya, NSO diperingatkan oleh seorang pelapor bahwa perangkat lunaknya telah disalahgunakan untuk menargetkan Haya dan tim hukumnya, kata sumber yang akrab dengan perusahaan tersebut kepada Reuters.
Dalam waktu dua jam, perusahaan mematikan sistem pelanggan dan kemudian mencegah klien lain untuk dapat menggunakan Pegasus untuk menargetkan nomor Inggris, kata sumber itu.
NSO menyewa Cherie Blair, pengacara Inggris terkenal, untuk menanggapi isu tersebut di depan pengadilan.
Blair, istri mantan Perdana Menteri Inggris Tony Blair, mengatakan dalam sebuah pernyataan kepada pengadilan, "Selama percakapan dengan manajer senior NSO, saya ingat telah bertanya kepadanya apakah klien mereka adalah negara bagian besar atau negara bagian kecil, manajer mengklarifikasi itu negara bagian kecil yang saya anggap sebagai negara bagian Dubai," ujar Blair.
Blair pun memberitahu Fiona Shackleton bahwa NSO telah segera menghentikan negara yang terlibat menggunakan Pegasus dan meminta klarifikasi.
"Cherie Blair mengatakan jika mereka tidak menggunakan perangkat lunak untuk menemukan teroris asli, mereka bisa mendapatkan masalah," kata anggota pengacara Haya, Charles Geekie, kepada pengadilan.
Dalam sebuah surat ke pengadilan pada 14 Desember 2020, NSO mengatakan telah membatalkan kontraknya dengan kliennya, yang tidak disebutkan namanya oleh perusahaan.
Dalam beberapa bulan terakhir, Pegasus telah menjadi fokus perhatian internasional menyusul beberapa laporan bahwa spyware digunakan oleh pemerintah secara ilegal menargetkan aktivis hak asasi manusia, jurnalis, dan politisi.
Pada Oktober 2019, WhatsApp menggugat NSO, menuduhnya membantu mata-mata pemerintah membobol telepon sekitar 1.400 pengguna di empat benua dengan target termasuk diplomat, pembangkang politik, dan pejabat senior pemerintah. Perusahaan itu dikabarkan telah memiliki klien sekitar 45 negara.[]