Salah Tangkap karena Teknologi Pengenalan Wajah Tak Akurat, Pejabat Polisi Digugat

Ilustrasi via Forbes

Cyberthreat.id – Seorang pria menggugat dua pejabat kepolisian Detroit di Amerika Serikat karena dirinya menjadi korban salah tangkap akibat teknologi pengenalan wajah yang digunakan oleh kepolisian  tak akurat.

Dikutip dari Info Security Magazine yang diakses pada Kamis (15 April 2021), pria bernama Robert Julian-Borchak Williams pada tanggal 13 April mengajukan gugatan terhadap dua pejabat kepolisian Detroit: Kepala Polisi James Craig, dan detektif polisi Detroit Donald Bussa. Keduanya dinilai bertanggung jawab karena salah tangkap.

Gugatan 75 halaman itu diajukan di Pengadilan Distrik AS untuk Distrik Timur Michigan oleh American Civil Liberties Union (ACLU), Inisiatif Litigasi Hak Sipil Fakultas Hukum Universitas Michigan, dan ACLU Michigan atas nama Williams.

Gugatan itu menuduh para terdakwa melanggar Undang-Undang Hak Sipil Michigan Elliott-Larsen dan Hak Amandemen Keempat, yang melindungi warga Amerika dari penggeledahan dan penyitaan yang tidak masuk akal oleh pemerintah.

Sebelumnya, pada 9 Januari 2020, William yang merupakan warga Farmington Hills ditangkap secara tidak sah setelah secara keliru dituduh mencuri lima jam tangan senilai sekitar US$ 4.000 pada Oktober 2019 dari toko barang mewah Shinola di Motor City. Saat itu, Bagian Intelijen Kejahatan Polisi Detroit merekam video pencurian melalui sistem pengenalan wajah mereka. Williams secara keliru diidentifikasi sebagai pencuri di toko tersebut.

“Saya pulang kerja dan ditangkap di jalan masuk rumah saya di depan istri dan putri saya, yang menonton sambil menangis, karena komputer membuat kesalahan. Ini seharusnya tidak pernah terjadi, dan saya ingin memastikan bahwa pengalaman menyakitkan ini tidak pernah terjadi pada orang lain,” kata William dalam sebuah pernyataan.

Dikutip dari New York Times, yang diakses pada Kamis (15 April 2021), akibat kejadian salah tangkap tersebut, William harus mendekam di penjara dan menghabiskan waktu selama 30 jam di dalam penjara. Ia baru dibebaskan setelah membayar jaminan sebesar US$ 1.000 atau sekitar Rp14 jutaan.

Sementara itu, Kepala Polisi Detroit James Craig mengatakan bahwa kesalahan yang menyebabkan penangkapan Williams tidak disebabkan oleh teknologi. Tetapi karena kecerobohan dalam bekerja dan kurangnya pengawasan manajemen.

“Pengenalan wajah digunakan, tapi bukan itu yang menyebabkan salah tangkap,” kata Craig.

Juru bicara polisi Detroit, Nicole Kirkwood, mengatakan bahwa untuk saat ini, pihaknya menerima keputusan jaksa penuntut untuk menghentikan kasus tersebut. Dia juga mengatakan bahwa kepolisian saat ini tengah memperbarui teknologi pengenalan wajah sehingga hanya digunakan untuk menyelidiki kejahatan dengan kekerasan.

“Kami tidak melakukan penangkapan hanya berdasarkan pengenalan wajah. Penyidik meninjau video, mewawancarai saksi, dan memeriksa banyak foto,” kata  Kirkwood.

Kesalahan Sistem pada Teknologi Pengenalan Wajah
Protes terhadap penggunaan teknologi pengenalan wajah  dalam penegakan hukum sudah lama terdengar. Tak hanya soal kesalahan oleh petugas, tetapi juga karena bias dalam sistem yang digunakan untuk mengawasi komunitas tertentu dan mengidentifikasi orang.

Sistem pengenalan wajah telah digunakan oleh kepolisian selama lebih dari dua dekade. Berdasarkan studi terbaru oleh Institut Teknologi Massachusetts (MIT) dan National Institute of Standards and Technology (NIST), menemukan bahwa meskipun teknologinya bekerja relatif baik pada pria kulit putih, hasilnya kurang akurat untuk demografi lain, sebagian karena kurangnya keragaman gambar yang digunakan untuk mengembangkan database saat sistem dilatih.

Tahun lalu, saat audiensi publik tentang penggunaan pengenalan wajah di Detroit, seorang asisten kepala polisi termasuk di antara mereka yang menyampaikan kekhawatiran tentang penggunaan teknologi pengenalan wajah ini dalam penegakan hukum.

Bahkan, bulan ini, Amazon, Microsoft, dan IBM mengumumkan bahwa mereka akan menghentikan atau menjeda penawaran sistem pengenalan wajah mereka untuk penegakan hukum. Isyarat tersebut sebagian besar bersifat simbolis, mengingat perusahaan itu bukan pemain besar dalam industri tersebut. Teknologi yang digunakan departemen kepolisian disediakan oleh perusahaan yang bukan kelas industri rumah tangga, seperti Vigilant Solutions, Cognitec, NEC, Rank One Computing dan Clearview AI.

Pengacara di Pusat Privasi dan Teknologi Universitas Georgetown, Clare Garvie, telah menulis tentang masalah penggunaan pengenalan wajah oleh pemerintah. Dia berpendapat bahwa gambar penelusuran berkualitas rendah - seperti gambar diam dari video pengawasan berbintik - harus dilarang, dan bahwa sistem yang saat ini digunakan harus diuji secara ketat untuk akurasi dan bias.

“Ada algoritma biasa-biasa saja dan ada yang bagus, dan penegak hukum seharusnya hanya membeli yang bagus,” kata Garvie.

Ia juga mencurigai bahwa kasus yang menimpa William ini bukan kasus pertama yang salah mengidentifikasi seseorang untuk menangkap mereka atas kejahatan yang tidak mereka lakukan. Kasus yang menimpa Williams, gabungan antara teknologi yang cacat dengan kerja polisi yang buruk, bisa menggambarkan bagaimana pengenalan wajah bisa salah.[]

Editor: Yuswardi A. Suud