Ini Penyebab OJK Kesulitan Memberantas Fintech Ilegal
Cyberthreat.id – Deputi Komisioner Edukasi dan Perlindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sardjito mengatakan dirinya kerap mendapat pertanyaan mengapa lembaganya terkesan tidak bisa memberantas fintech ilegal yang terus memakan korban di masyarakat.
Menjawab pertanyaan itu, Sardjito mengatakan hingga kini belum ada regulasi yang mampu menjadi landasan bagi regulator untuk menindak para pelaku fintech illegal di Indonesia yang merugikan masyarakat.
Sardjito mengatakan, meski pun finteh ilegal kian marak di Indonesia,sayangnya hingga kini belum ada ketentuan legal untuk memperkuat tindakan dalam memberantasnya.
"Kalau ada perbankan yang beroperasi tanpa izin, itu ada deliknya, ada rumusan pidana. diancam dengan hukuman 5 tahun. Kalau fintech ilegal, belum ada ketentuan pidana yang mengatakan bahwa fintech tidak berizin dapat dihukum sekian tahun. Kita sedang membahas ini, semoga bisa segera mengeluarkan perubahan-perubahan dalam undang-undang yang sedang disiapkan," kata Sardjito saat menjadi pembicara dalam webinar “Melindungi Masyarakat dari Jeratan Fintech & Investasi Ilegal” yang diselenggarakan InfoBank secara Virtual, Selasa (13 April 2021). (https://www.youtube.com/watch?v=V32o3wJ-W0M)
Sardjito menambahkan, meskipun ada banyak cara yang bisa dilakukan, namun itu di luar kewenangan OJK.
Sardjito mengatakan, saat ini OJK tengah merancang aturan untuk memberantas fintech illegal. Bahkan, ada beberapa regulasi yang akan membantu pemberantasan fintech illegal, seperti misalnya RUU Pelindungan Data Pribadi (PDP) yang saat ini sedang dibahas di DPR.
Menurut Sardjito, fintech lending berada dalam zona abu – abu, karena fintech memiliki operasional seperti bank (dalam hal ini menyalurkan pinjaman) tetapi fintech bukan bagian dari perbankan. Hal tersebut membuat fintech belum memiliki delik hukum dan rumusan pidana seperti perbankan, sehingga perlu kehati – hatian dalam merumuskan regulasinya.
“kita harus bisa membuat regulasi yang melindungi masyarakat sekaligus memberantas fintech illegal, jangan sampai yang legalnya ini ikut terdampak dan terhambat pertumbuhannya,” tambah Sardjito.
Sardjito menambahkan, saat ini pihaknya bersama dengan lembaga pemerintahan lainnya bekerjasama dalam Satgas Waspada Investasi (SWI) untuk melakukan pemberantasan fintech illegal yang membahayakan masayarakat.
Tutup 1200 Fintech Lending ilegal dan 390 Investasi Bodong
Dalam kesempatan yang sama, Dewan Komisioner Bidang Perlindungan Konsumen OJK, Tirta Segara, mengatakan sepanjang 2020 hingga Februari 2021, SWI telah menutup 1200 fintech lending illegal dan 390 investasi illegal. Artinya, dalam sehari SWI berhasil menutup 3 sampai4 fintech illegal.
Namun, meski SWI terus menutup fintech illegal ini, pertumbuhan fintech illegal di Indonesia terus tumbuh subur. Pertumbuhan fintech illegal ini, kata Tirta, dikarenakan perkembangan teknologi yang mendorong keberadaan aplikasi – aplikasi tersebut.
“Meski sudah ditutup, dia bisa muncul kembali dengan aplikasi baru hanya ganti nama dan tampilan saja,” ungkap Tirta.
Selain itu, rendahnya literasi keuangan di Indonesia membuat banyak pengguna yang mudah “dibodohi” untuk meminjam uang di aplikasi di fintech illegal. Menurutnya, saat banyak masyarakat yang tertarik dengan fintech illegal, maka fintech illegal lainnya akan muncul.
Terkait dengan hal tersebut, Tirta meminta agar masyarakat tidak mudah tergiur dengan penawaran kemudahan pinjaman dari fintech illegal dan bijak dalam melakukan pinjaman. Masyarakat harus memperhatikan ciri utama dari fintech illegal, seperti pinjaman cepat, mudah, dan murah tanpa syarat dan tidak memiliki legalitas perusahaan yang jelas. []
Editor: Yuswardi A. Suud