Induk TikTok dan Xiaomi Dikabarkan Bikin Aplikasi Mirip ClubHouse

Ilustrasi via The Business Times

Cyberthreat.id – Perusahaan induk TikTok, ByteDance dilaporkan sedang mengembangkan aplikasi mirip Clubhouse khusus untuk pengguna China. Xioami juga dikabarkan melakukan hal serupa.

Dikutip dari Reuters, menurut salah satu sumber yang enggan disebut namanya, saat ini ByteDance sudah pada tahap lanjutan dalam mengembangkan aplikasi tersebut.

Pengembangan aplikasi ini didorong oleh popularitas Clubbhouse yang mendunia, serta pemblokiran aplikasi tersebut oleh pemerintah Tiongkok pada awal Februari lalu.

Laporan Business Insider menyebutkan, pengguna China berbondong-bondong ke aplikasi media sosial tanpa sensor untuk mendengarkan diskusi tentang topik sensitif seperti kamp penahanan Xinjiang dan kemerdekaan Hong Kong. Bahkan, beberapa pengguna China membayar lebih dari US$ 60 untuk membeli undangan agar mendapat akses bergabung ke aplikasi Clubhouse.

Keberhasilan Clubhouse, yang dapat menampung hingga 8.000 orang per ruang obrolan, telah meningkatkan permintaan akan layanan obrolan audio, terutama karena pengguna terkenal, termasuk Mark Zuckerberg dan Oprah Winfrey, turut menggelar diskusi di sana.

Hingga kini ByteDance enggan memberikan informasi apapun terkait pengembangan aplikasi yang digadang akan menjadi pengganti Clbbhouse namun dengan karakter mengakomodasi sensor dan pengawasan pemerintah.

Tak hanya Bytedance, bahkan sejumlah produsen teknologi lainnya juga dikabarkan berupaya membuat aplikasi serupa. Bahkan Xiaomi dikabarkan mengerjakan ulang aplikasi Mi Talk milik Xiaomi Corp, yang menjadi layanan audio khusus undangan yang ditargetkan untuk para professional, setelah sebelumnya sempat ditutup.

Sebelumnya, di China, sudah ada aplikasi serupa. Zhiya, misalnya. Zhiya merupakan aplikasi musik dan video buatan Lizhi Inc, yang berpusat pada game yang populer di kalangan anak muda dan mempekerjakan moderator untuk mendengarkan setiap percakapan.

CEO Lizhi Inc, Marco Lai, mengatakan aplkikasi ini memanfaatkan kecerdasan buatan (AI) untuk menyingkirkan konten yang "tidak pantas", seperti pornografi atau masalah yang sensitif secara politik. Namun, aplikasi tersebut sempat dihapus oleh regulator China pada tahun 2019, tetapi diaktifkan kembali setelah Lizhi melakukan perbaikan.[]