Internet di Myanmar Alami Gangguan di Tengah Dugaan Kudeta Militer
Cyberthreat.id – Jaringan internet di Myanmar pada Senin (1 Februari 2021) sekitar pukul 08.00 waktu setempat alami gangguan di tengah dugaan penangkapan sejumlah para pemimpin politik, salah satunya, Aung San Suu Kyi, pada Minggu (31 Januari 2021).
NetBlocks, lembaga non-pemerintah yang fokus pada keamanaan siber dan tata kelola internet berbasis di London, Inggris, mendeteksi gangguan terjadi sejak Senin dini hari.
“Gangguan telekomunikasi yang dimulai Senin pagi sekitar pukul 03.00 waktu setempat berdampak luas, salah satunya di ibu kota Myanmar,” tulis NetBlocks di situs webnya, diakses Senin.
Pemadaman internet juga berlanjut pada pukul 08.00 dengan konektivitas drastis anjlok menjadi 50 persen dari sebelumnya sudah turun 75 persen.
“Data teknis menunjukkan pemadaman mempengaruhi beberapa operator jaringan, termasuk Myanma Post and Telecommunications (MPT) milik negara dan operator internasional Telenor,” tulis NetBlocks.
Temuan awal, kata NetBlocks, menunjukkan gangguan tampaknya diarahkan secara terpusat “yang menargetkan layanan seluler dan beberapa layanan saluran tetap”.
NetBlocks mengatakan, deteksi pemadaman tersebut dikuatkan dengan laporan pengguna di lapangan dan jurnalis yang tak bisa menelepon dan terkoneksi ke web secara bersamaan.
Gangguan tersebut di tengah badai politik pasca Pemilu Myanmar yang baru digelar 8 November 2020. Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) yang dipimpin Aung San Suu Kyi meraih kemenangan besar pada pemilu kedua yang dianggap bebas dan adil sejak berakhirnya pemerintahan militer pada 2011.
Namun, hasil pemilu tersebut dianggap tidak sah dan banyak terjadi kecurangan oleh militer Myanmar. Laporan AFP , Senin, menggambarkan bahwa kondisi politik di Myanmar sebagai bentuk “kudeta” militer.
Selain Aung San Suu Kyi, militer juga “menahan” Presiden Minyamar Win Myint di ibu kota Naypyidaw, menurut Juru Bicara Partai NLD, Myo Nyunt,
“Kami mendengar mereka di bawa oleh militer,” kata dia kepada AFP.
“Dengan situasi yang kami lihat sekarang, kami harus berasumsi bahwa militer sedang melakukan kudeta.”
Sejumlah menteri juga turut “ditahan” tepat di hari ketika anggota parlemen Myanmar terpilih akan bersidang untuk pertama kalinya. Myo Nyunt mengatakan tidak jelas apa yang akan terjadi pada anggota parlemen yang baru terpilih.
Myanmar telah mengalami dua kudeta sebelumnya sejak merdeka dari Inggris pada 1948, yaitu terjadi pada 1962 dan 1988.
Aung San Suu Kyi, bekas ikon demokrasi dan pemenang hadiah Nobel perdamaian yang citranya secara internasional telah compang-camping atas penanganannya terhadap krisis Muslim Rohingya, masih tetap menjadi sosok yang sangat populer di negaranya.
Di masa pemerintahan militer, ia menghabiskan 20 tahun menjalani tahanan rumah karena perannya sebagai pemimpin oposisi dan baru dibebaskan oleh militer pada 2010.[]