Hoaks Vaksin Covid, Facebook Indonesia: Jangan Takut Laporkan dan Beri Informasi Benar di WA Grup Keluarga

Manajer Hubungan Pemerintah Facebook Indonesia dan Asia Pasifik, Noudhy Valdryno

Cyberthreat.id – Manajer Hubungan Pemerintah Facebook Indonesia dan Asia Pasifik, Noudhy Valdryno, mengakui pihaknya menghadapi tantangan serius dalam menangani hoaks dan disinformasi yang menyebar lewat platfom milik Facebook, termasuk WhatsApp dan Instagram.

"Itu jujur adalah tantangan, bukan tantangan lagi, tetapi masalah yang terus kita hadapi di Facebook sebagai platform," kata Noudhy dalam workshop virtual '#bersatulawanhoaxs Rembuk Indonesia Lawan Hoaks Covid-19', Sabtu (23 Januari 2020).

Diskusi online ini menghadirkan pihak terkait seperti perwakilan dari  Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional, Facebook Indonesia, Google Indonesia, pegiat cek fakta dari Mafinfo dan sejumlah narasumber lain.

Noudhy bilang, setiap harinya ada 1 miliar konten yang berseliweran di Facebook, Instagram dan WhatsApp secara global. Itu artinya, ada konten baru setiap 0,3 detik.

Selanjutnya, Noudhy memaparkan tiga hal yang selama ini dilakukan dalam melawan misinformasi terkait Covid 19 di platformnya.

“Facebook dalam menghadapi misinformasi selalu mengacu pada 3 pilar yaitu remove, reduce, dan inform,” ujarnya.

Noudhy menjelaskan, remove berarti menghapus atau melakukan takedown pada konten-konten di Facebook yang sifatnya misinformasi. Antara Maret sampai Oktober 2020, kata dia, ada 12 juta misinformasi di Facebook dan Instagram yang dihapus lantaran dapat membahayakan pengguna Facebook lainnya.

“Konten yang kami remove sifatnya informasi yang salah mengenai pengobatan covid-19, cara pencegahan yang salah, serta serta informasi penularan covid-19 yang keliru,” ujarnya.

Terkait dengan reduce, kata Noudhy, Facebook berusaha mengurangi penyebaran misinformasi yang tidak menimbulkan bahaya laten karena berkaitan dengan kebebasan berekspresi. Namun jika dirasa konten tersebut menyebabkan bahaya laten maka salah satu cara yang diakukan adalah dengan mereduksi penyebaran konten itu.

“Kami berusaha untuk menyeimbangan antara konten yang berbahaya dan kebebasan berekpresi,” tambahnya.

Sedangkan terkait inform, kata Noudhy, Facebook selalu berusaha untuk menginformasikan kepada komunitas atau penggunanya mengenai informasi yang sebenarnya. Hal ini dilakukan dengan menambahkan pnejelasan konteks (additional context) terhadap fakta yang viral di Facebook. Sebagai contoh, kata Noudhy, Facebook mengarahkan pengguna ke laman resmi pusat informasi Covid-19 yang dikelola pemerintah pada konten misiformasi terkait isu itu.

“Kita menunjukan pesan kepada pengguna yang bereaksi, komen, like atau membagikan konten yang sifatnya misinformasi yang berbahaya soal covid 19,” ujarnya.

Noudhy bilang, Facebook terus berupaya untuk menyebarkan informasi yang lebih akurat tentang covid 19. Terlebih jumlah misinformasi yang hadir jauh lebih banyak daripada jumlah informasi yang akurat.

Sejauh ini, kata dia,  Facebook bekerjasama dengan pemerintah di seluru dunia melalui government ad campaign. Ini adalah program yang memberi iklan gratis kepada instansi pemerintah dan institusi berwenang yang menangani Covid-19.

“Tentunya kredit yang paling besar itu diberikan kepada WHO agar mereka bisa mengklarifkasi informasi yang akurat tentang Covid-19 di platform kami,” ujarnya.

Selain itu, kata Noudhy, Facebook juga memiliki Chatbot  baik di Whatsapp maupun di Facebook Messenger yang sudah digunakan oleh jutaan orang di seluruh dunia. Di Indonesia sendiri, kata dia, kerjasama yang dilakukan terkait pendaftaran vaksin melalui aplikasi pesan instan WhatsApp yang bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan.

Untuk memaksimal upaya memerangi hoaks, Noudhy menyarankan pengguna supaya turut aktif melaporkan konten, baik di Facebook mau pun kepada lembaga cek fakta yang bekerja sama dengan Facebook seperti Mafindo dan Cek Fakta. (Baca juga: Temukan Konten Negatif di Media Sosial? Kominfo, Facebook dan TikTok Minta Dilaporkan).

"Selain itu, pengguna juga bisa berperan aktif memberikan informasi yang akurat kepada rekan-rekannya. Jadi jangan takut melaporkan konten-konten yang dirasa tidak akurat. Terutama yang, katanya, saya sering dengar misinformasi itu banyak berkutat di WA grup keluarga. Jangan takut memberikan informasi yang akurat," ujarnya.  

Catatan Cyberthreat.id, sejauh ini tidak ada fitur laporkan konten secara langsung di WhatsApp seperti yang diterapkan pada setiap unggahan di Facebook, di mana pengguna dapat melaporkan dari menu 'titik tiga' di setiap postingan. Namun, Noudhy tidak menjelaskan bagaimana mekanisme melaporkan konten hoaks yang berseliwera di WhatsApp itu.

Sebelumnya, dalam kesempatan yang sama, Anggota Tim Komunikasi Publik Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional, Donny Budi Utoyo, mengatakan, sumber informasi hoaks yang paling banyak adalah dari media sosial. Terlebih saat ini masyarakat lebih mempercayai informasi yang ditemukannya dari media sosial seperti Whatsapp, Facebook, Instagram, dan juga Twitter. Padahal, sosial media merupakan tempat penyebaran disinformasi dan hoaks yang paling masif.

“Dalam survei literasi digital Indonesia 2020, sumber masyarakat mencari informasi adalah media sosial dengan persentase mencapai 76%, bahkan mereka juga mempercayai berita atau informasi yang didapatkan dari media sosial,” ujarnya.

Donny menambahkan, berdasarkan data Kementerian Komunikasi dan Informatika, sejak awal Maret 2020 hingga Januari 2021, ada 1.300 hoaks berbahasa Indonesia yang terdeteksi. Dari jumlah itu, 70 diantaranya merupakan hoaks tentang vaksin.

"Rata-rata pertumbuhan 5 hoaks baru per hari beredar di masyarakat," tambah Donny.

Penyebaran hoaks ini, kata Donny, membuat kepercayaan masyarakat terhadap vaksin Covid19 menurun. Mengacu kepada survei Kementerian Kesehatan  bersama WHO dan Unicef pada November 2020, Donny bilang, saat itu 64,8 persen responden menyatakan bersedia divaksin, 7,6 persen menolak, dan 20-an persen menjawab tidak tahu. Sedangkan dalam survei terbaru, kata dia, angka yang bersedia menerima vaksin turun hingga ke angka 50 persen."Orang yang siap divaksin makin lama makin turun jumlahnya. Persebaran hoaks lewat media sosial turut berkontribusi dalam penurunan kepercayaan masyarakat terhadap vaksin ini," kata Donny. (Selengkapnya lihat: Rata-rata 5 Hoaks per Hari Menyebar di Medsos, Kepercayaan terhadap Vaksin Covid-19 Menurun). []

Editor: Yuswardi A. Suud

Berita terkait: