Antivirus Rp 12 Miliar?
Anggaran itu disebut
DKI Siapkan Rp 12 Miliar untuk Antivirus, Dituding Kemahalan

Anggaran itu disebut "Penyediaan Lisensi Perangkat Lunak dan Antivirus" tertera di Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara

Arif Rahman | Jumat, 04 Oktober 2019 - 02:53 WIB

Jakarta, Cyberthreat.id - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berencana membeli lisensi perangkat lunak dan Antivirus seharga Rp 12,9 miliar. Anggota DPRD DKI, William Aditya Sarana, mengatakan anggaran Antivirus melonjak drastis karena sebelumnya Pemprov DKI menyewa Antivirus dengan harga tak lebih dari Rp 200 juta.

"Antivirus itu waktu itu kita sewa Rp 200 jutaan. Sebenarnya dari 2016-2018 kita sewa (antivirus), cuma Rp 100-200 juta gitu. Sekarang mau beli sekitar Rp 12 miliar," kata William di Gedung DPRD DKI, Kamis (3 Oktober 2019).

Sebelumnya, melalui akun Twitter @willsarana, William telah mengungkapkan anggaran yang disebut "Penyediaan Lisensi Perangkat Lunak dan Antivirus" tertera di Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) sebesar Rp 12.917.776.000.

"Nanti pas rapat komisi kita perjelas Rp 12 miliar apa saja, kenapa harus beli daripada sewa," ujarnya.

Kepala Unit Pengelola Teknologi Informasi Kependudukan DKI Jakarta, Muhammad Nurrahman, mengatakan anggaran sebesar Rp 12,9 miliar tidak hanya digunakan untuk Antivirus. Yang paling banyak menyedot anggaran adalah untuk lisensi seperti Microsoft Office hingga pembelian lisensi database aplikasi kependudukan.

Dilansir dari Detikcom, Muhammad Nurrahman menyatakan anggaran melonjak karena merupakan perpaduan infrastruktur fisik dengan infrastruktur cyber seperti perangkat komputer dengan software.

"Untuk antivirus akan digunakan di 267 kantor kelurahan, 44 kantor kecamatan hingga kantor-kantor suku dinas Dukcapil di setiap wilayah DKI Jakarta," kata dia.

Muhammad Nurrahman belum mengetahui rincian detail anggaran tersebut, tapi bakal ada tiga komputer di setiap kantor dengan anggaran total sekitar Rp 1 miliar. Anggaran cukup besar juga ditujukan untuk lisensi Microsoft Office yang mencapai Rp 4 miliar.

Kemudian untuk lisensi database Oracle mencapai sekitar Rp 6,4 miliar. Pemprov DKI, kata dia, tengah mengembangkan aplikasi di situs dan android untuk memudahkan warga mengurus catatan kependudukan.

Aplikasi tersebut diberi nama Alpukat Betawi yang bisa diunduh oleh warga. Saat ini Aplikasi tersebut masih dalam pengembangan.

"License-nya itu yang mahal, (karena) satu server. Dia kan hitungannya per processor. Satu server itu 16 processor. 16 core. Untuk pemerintah diberikan diskon 50 persen, 8 core. Satu core itu kurang lebih Rp 800 juta, tinggal dikali kurang lebih Rp 6 miliar."

Anggaran senilai Rp 12 miliar tersebut sebetulnya untuk rencana pengadaan pada tahun anggaran 2020.
Dukcapil DKI Klarifikasi Pengadaan Antivirus Rp 12 Miliar

Anggaran senilai Rp 12 miliar tersebut sebetulnya untuk rencana pengadaan pada tahun anggaran 2020.

Andi Nugroho | Jumat, 04 Oktober 2019 - 18:24 WIB

Jakarta, Cyberthreat.id - Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil DKI Jakarta mengklarifikasi terkait dengan kabar pengadaan perangkat lunak antivirus senilai Rp 12 miliar.

Berita pengadaan itu pertama kali dimunculkan oleh anggota Komisi A DPRD DKI William Aditya Sarana yang melihat rencana anggaran di Kebijakan Umum Anggaran-Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) 2020.

Kepala Unit Pengelola Teknologi Informasi Kependudukan Dukcapil DKI Jakarta, Muhammad Nurrahman membenarkan, bahwa anggaran senilai Rp 12 miliar tersebut pengajuan kegiatan untuk tahun 2020.

Dihubungi Cyberthreat.id, Jumat (4 Oktober 2019), Nurrahaman mengatakan, pengadaan tersebut tidak hanya untuk perangkat lunak antivirus, tapi ada rencana kegiatan, yaitu pengadaan lisensi perangkat lunak Microsoft Office 2016 dan perangkat lunak pengelolaan basis data (database) Oracle.

“Rencana anggaran [lisensi perangkat lunak] itu hanya ratusan juta, saya tidak begitu hafal detail angkanya,” ujar Nurrahman.

Pengadaan lisensi antivirus telah berjalan sejak 2012. Pada Rencana Strategis Dukcapil DKI Jakarta 2017-2022 yang disusun Juli 2018 juga telah tercantum pengadaan “sewa license perangkat lunak anti virus” hingga 2022. Bisa dilihat di bawah ini (klik di foto untuk file PDF):



Pada 2019, berdasarkan situs web apbd.jakarta.go.id,  memang terdapat pengadaan kegiatan “sewa license perangkat lunak anti virus”. Kegiatan ini masuk dalam program UP Teknologi Informasi Kependudukan dengan anggaran sebesar Rp 269.115.000. Sayangnya, tidak tercantum detail anggaran tersebut untuk berapa perangkat.

Dinas Dukcapil DKI menggunakan perangkat lunak antivirus Symantec—perusahaan layanan antivirus dan cybersecurity asal California, Amerika Serikat.

“Pengadaan lisensi antivirus ini untuk mendukung pelayanan dan dari segi perangkat itu perlu pengamanan,” kata Nurrahman. Lisensi anti virus ini dibayar tiap tahun karena menyesuaikan pembaruan layanan.

Mengapa begitu mahal?

Nurrahman mengatakan, penghitungan biaya lisensi antivirus itu berdasarkan jumlah komputer. Lisensi anti virus tersebut akan digunakan di komputer kelurahan, kecamatan, suku dinas dukcapil, dan kantor dinas dukcapil.

“Dari Symantec memang seperti itu,” klaim dia. Namun, Nurrahman tak menyebutkan berapa harga lisensinya dengan alasan tak sedang memegang datanya.

Di tingkat kelurahan, kata dia, kebutuhan komputer yang diberi lisensi anti virus sekitar 3-4 unit per kelurahan, sedangkan jumlah kelurahan di Jakarta sebanyak 267 kelurahan. Artinya ada antara 800-1.000 unit komputer di seluruh kelurahan.

Di tingkat kecamatan, ada sekitar 2-3 unit komputer per kecamatan. Dengan jumlah 44 kecamatan, kebutuhan komputer sekitar 88-130 unit.

Di tingkat suku dinas, kebutuhan komputer antara 10-15 unit per suku dinas dukcapil. Dengan jumlah 5 kota dan satu kabupaten, pengadan lisesnya antara 50-75 unit.

Sementara di tingkat kantor dinas dukcapil, kebutuhan komputer baru 20-30 unit. Total, lisensi itu akan diterapkan di sekitar 1.000-an unit komputer.

Ia menegaskan sekali lagi tidak ada pengadaan komputer pada anggaran tersebut.

“Komputer-komputer tersebut sudah ada dan memang khusus untuk pelayanan kependudukan. Komputer tersebut berbeda dengan layanan lain, seperti PTSP (pelayanan terpadu satu pintu) dan enggak boleh [dipakai] campur-campur untuk penggunaan lain,” kata Nurrahman.  

Biaya lisensi antivirus tersebut, kata dia, berbeda dengan biaya lisensi Ms Office 2016 yang pembeliannya memang bisa sekali pakai untuk kebutuhan seumur hidup.

Cyberthreat.id lalu menghubungi Symantec Indonesia. Produk Symantec selama ini didistribusikan melalui PT Metrodata Electronics. Public Relation PT Metrodata Electronics Melani Dwi Nastiti yang dikontak lewat WhatsApp mengatakan belum bisa memberikan keterangan karena perlu berkoordinasi lagi dengan bagian yang mengurusi lisensi tersebut.

Sementara itu, terkait lisensi Ms Office 2016, Nurrahman tak memberitahu harga lisensi Ms Office 2016 sekaligus berapa jumlah komputer yang akan memakainya.

Nurrahman mengklaim, sejumlah komputer di instansinya masih ada yang menggunakan perangkat lunak Office versi uji coba sehingga perlu membeli lisensi penuh. “Kami ingin agar perangkat komputer di lingkup kami, seluruhnya berlisensi penuh,” kata dia.

Yang jelas, seperti dikutip dari Kompas.com, saat pertama kali muncul pada 2016, Ms Office Home & Student dihargai Rp 1,7 juta dan Office Home & Business Rp 4,2 juta.

Sementara, di situs web Microsoft, harga Ms Office Professional 2019 senilai Rp 8,1 juta. Harga ini paling mahal dibandingkan dengan Office Home & Business senilai Rp 4,7 juta dan Office Home & Student senilai Rp 1,8 juta.

Untuk memastikan harga, Cyberthreat.id juga menghubungi bagian pemasaran Microsoft Indonesia di nomor 0078030160575. Dari keterangan karyawan Microsoft, yang dimaksud dengan lisensi adalah berupa perangkat lunak resmi yang mencakup aplikasi Word, Excel, Power Point, Outlook, dan lainnya sesuai paket yang dibeli.

Ia juga mengatakan, untuk lisensi Ms Office 2016 memang masih ada meski saat ini Microsoft menyarankan lebih baik memakai Ms 2019. Harga detail lisensi Ms Office 2016, kata dia, dipegang oleh mitra Microsoft yang di Indonesia ada tiga perusahaan dan hanya lewat mitra itulah, produk Microsoft dijual. Harga lisensi untuk klien pemerintah dan swasta berbeda. Klien pemerintah harganya lebih murah.

Untuk lisensi yang sekali pakai, kata karyawan itu, tidak bisa dipakai untuk lebih dari satu komputer. Ini berbeda dengan Office 365 yang bersifat langganan per tahun, di mana satu lisensi bisa dipakai banyak perangkat.

Jadi, pengadaan 50 komputer, misalnya, jika memakai Ms Office 2016, harus mengeluarkan biaya sebanyak 50 lisensi. Lisensi ini dipegang oleh satu lembaga yang membeli tersebut. Menurut karyawan itu, saat ini cara menginstalnya tidak lagi memakai CD, tapi bisa langsung memakai akun Microsoft.

Satu akun tersebut hanya bisa dipakai untuk satu komputer. Jika akun itu dicoba di dua perangkat, instalasi tidak bisa dilakukan. Jika akun telah dipakai di perangkat lain, akan muncul perintah untuk memilih salah satu.

“Tapi, kami masih ada juga menyediakan CD, itu bisa dikomunikasikan dengan mitra kami,” kata dia.

Server Alpukat Betawi

Tahun ini, Unit Pengelola Teknologi Informasi Kependudukan Dinas Dukcapil DKI Jakarta baru saja melakukan pengadaan satu server .

Server itu dipakai untuk mendukung aplikasi Alpukat Betawi (Akses Langsung Pelayanan Dokumen Kependudukan Cepat dan Akurat). Aplikasi ini berupa layanan online tentang administrasi kependudukan meliputi permohonan layanan, penjadwalan, dan memonitor layanan—layanan mencakup akta kelahiran, akta kematian, perekaman KTP, dan kartu identitas anak (KIA). Aplikasi ini bisa diunduh di Google Play Store.

Untuk mengelola data Alpukat Betawi, kata Nurrahcman, pihaknya memilih untuk memakai perangkat lunak Oracle. Oracle adalah perusahaan perangkat lunak asal California, Amerika Serikat yang mengembangkan sistem manajemen data. Lisensi perangkat lunak ini, kata Nurrahman, baru diadakan pada tahun depan.

Saat ini, kata dia, manajemen data memang memakai Oracle, tapi sifatnya masih uji coba. Makanya, “Kami ingin tahun depan Oracle bisa berlisensi penuh. Kelebihannya [berlisensi penuh] ya pasti ada, salah satunya kecepatan proses,” kata dia.

Menurut Nurrahaman, pembayaran lisensi perangkat lunak Oracle dibayar tiap tahun. Untuk tahun pertama, kata dia, akan dibayar penuh, tapi pada tahun kedua dan seterusnya mendapatkan potongan sekitar 15 persen dari biaya tahun pertama.

Perhitungan biaya lisensi tersebut, kata dia, disesuaikan dengan jumlah inti (core) prosesor server. Karena server Alpukat Betawi menggunakan komputer 16 core, biayanya dihitung sekitar Rp 800 juta dikali per core.

“Karena kami lembaga pemerintahan, kami dapat diskon 50 persen sehingga cukup membayar 8 core saja. Jadi, sekitar Rp 6,4 miliar,” kata dia.

Untuk mendapatkan keterangan soal lisensi itu, Cyberthreat.id sempat mengontak kantor Oracle Indonesia, tapi belum mendapatkan jawaban. 

Ransomware dan serangan siber tidak bisa diselesaikan dengan Antivirus. Perlu effort khusus
DKI Beli Antivirus, Pakar: Enggak Menjamin dari Ransomware

Ransomware dan serangan siber tidak bisa diselesaikan dengan Antivirus. Perlu effort khusus

Arif Rahman | Jumat, 04 Oktober 2019 - 11:35 WIB

Jakarta, Cyberthreat.id - Pakar cyber Vaksincom, Alfons Tanujaya, menilai Pemprov DKI ketinggalan jika masih berpikir membeli antivirus sebagai landasan dalam menerapkan security. Menurut dia, tren perkembangan global ke depan adalah potensi ancaman serangan siber seperti Ransomware, Malware, DDoS, SQL Injection dan sejenisnya.

"Silakan Pemprov DKI keluar Rp 1 miliar sampai Rp 10 miliar untuk beli Antivirus apapun, tapi itu enggak akan menjamin terlindungi dari Ransomware. Serangan siber seperti Ransomware kalau masuk ya masuk aja," kata Alfons kepada Cyberthreat.id, Jumat (4 Oktober 2019).

Perlu effort khusus dan langkah strategis bagi Pemprov DKI dalam melihat potensi serangan siber. Pemprov, kata dia, harus mengerti dan memahami Ransomware itu apa dan cara bekerjanya bagaimana.

Termasuk cara mencegah Ransomware sampai mempersiapkan SDM seperti apa ke depan. Alfons khawatir, jika suatu saat Pemerintah terkena serangan Ransomware, maka banyak orang kaget karena mengatasi masalah serangan siber perlu adanya treatment khusus, tools khusus dan settingan khusus.

"Faktanya seluruh virus di dunia tidak ada yang aman dari Ransomware. Mestinya Pemprov punya Anti-ransomware. Itu yang pemprov DKI enggak ngerti. Yang penting kan ada duit lalu dibelanjakan habis."

Sebagai informasi, Juli lalu 225 Walikota petahana di Amerika Serikat (AS) membentuk koalisi menandatangani resolusi yang berjanji untuk berhenti membayar uang tebusan kepada hacker yang melakukan serangan Ransomware.

Aktivitas para hacker jahat telah sampai kepada level membahayakan infrastruktur digital di seluruh kota-kota di AS. Ransomware menjadi dikenal dunia internasional saat menginfeksi ratusan juta komputer pada Mei 2017.

Di AS, komputer yang beroperasi di kantor pemerintahan kota dikunci lalu file penggunanya disandera untuk mendapatkan tebusan. Ransomware di AS pernah melumpuhkan beberapa institusi seperti rumah sakit, kantor pemerintah hingga perusahaan multinasional.

"Nanti kita malah kaget karena pola pikirnya seperti ini. Kan sudah pakai Antivirus, tapi kok masih kena (Ransomware) juga," ujar Alfons.

Warga Twitter memberikan reaksi atas rencana Pemprov DKI membeli perangkat antivirus yang dilengkapi lisensi software
DKI Beli Lisensi dan Antivirus, Ini Reaksi Warga Twitter

Warga Twitter memberikan reaksi atas rencana Pemprov DKI membeli perangkat antivirus yang dilengkapi lisensi software

Arif Rahman | Jumat, 04 Oktober 2019 - 12:02 WIB

Jakarta, Cyberthreat.id - Akun Twitter milik Anggota DPRD DKI, William Aditya Sarana, berkicau tentang anggaran lisensi software dan Antivirus Pemprov DKI pada Selasa 1 Oktober 2019. Dalam cuitannya, akun @willsarana mengungkapkan pilihan antara membeli lisensi atau sewa.

"Lagi sisir anggaran. Ketemu anti virus. 2020 rencana beli sendiri: 12 milliar. 2019 sewa: 200 jutaan. Lebih baik mana?"

Cuitan itu mendapat respon beragam dari warga Twitter khususnya menanggapi cuitan @willsarana. Akun @cezmed mempertanyakan apakah Pemprov DKI tidak tertarik mengembangkan platform open source.

"Tidak tertarik menggunakan teknologi open source, seperti #linux #ubuntu misalnya? Atau kalau mau berbayar sekalian aja pake #macOs gak perlu itu namanya beli (license) anti virus. Just my opinion," ujar akun dengan nama Ginanjar, A tersebut.

Di cuitan selanjutnya @cezmed berharap ada perubahan karena zaman sekarang sudah berbeda.

"Well, sekarang kan udah beda zamannya (semoga). Mdh2n aspirasi dr rakyat ini terdengar sampe k ruang dewan. ???? #linux #ubuntu," ujarnya.

Ada juga yang menjelaskan pembelian jadi mahal karena di dalamnya termasuk pembelian lisensi yang dikombinasikan dengan pembelian Antivirus. Akun @AGoeci mempertanyakan antivirus yang harganya terlalu mahal.

"Anti virus apaan sampai 12milyar?"

Akun @adinsantoso92 mengatakan harga teknologi memang mahal jika dilihat dari kegunaannya untuk memudahkan kehidupan manusia. Apalagi jika sudah masuk bisnis dan korporasi sehingga membengkak menjadikan Rp 12 miliar.

"Buat enterprise mahal mas emang, soalnya ada support setelahnya tergantung bunyi kontraknya, sama ada garansi juga. Dan itu nilai pagu sih, belum tau harganya juga berapa, atau mungkin sudah di tenderkan," ujarnya.

Akun @penditjandra mengatakan dinamika antivirus sangat cepat sehingga harus ada jaminan upgrade. Jika tidak, kata dia, Pemprov DKI lebih baik menyewa antivirus.

"Sepengetahuan saya Antivirus itu cepat sekali pergantiannya. Kalau mau beli harus yakin ada jaminan upgrade. Kalau gak Ada mending sewa. Ada maintenance," ujarnya.

Secara umum ada beberapa manfaat antivirus terhadap komputer. Diantaranya menghapus berbagai macam virus, mendeteksi program yang berbahaya bagi sistem komputer, proteksi halaman website, pengganti firewall komputer, uninstall program dengan tuntas hingga menghapus Trojan.