Taktik yang dulu digunakan terutama untuk tujuan pemerintah - seperti campur tangan Rusia dalam pemilihan presiden Amerika 2016 - sedang diadaptasi.
Nemo Ikram | Selasa, 02 Februari 2021 - 19:05 WIB
Cyberthreat.id – Perusahaan raksasa China, Huawei, ditengarai mengadopsi kampanye model politik tidak sehat dalam kepentingan bisnisnya di Belgia. Huawei dituding memanipulasi media sosial untuk kepentingan bisnis.
Indikasi itu ditemukan dalam proses meluasnya artikel tulisan Pengacara Perdagangan di Brussel, Edwin Verlmust, yang mengkritik kebijakan Belgia dalam menyingkirkan Huawei. Demikian laporan nytimes.com pada 29 Januari 2021 yang berjudul Inside a Pro-Huawei Influence Campaign.
Huawei ditengarai menjadikan artikel Verlmust sebagai alat kampanye terselubung pro-Huawei di Belgia tentang jaringan 5G, teknologi nirkabel berkecepatan tinggi yang menjadi pusat sengketa geopolitik antara Amerika Serikat dan China.
Pergerakan kampanye terselubung itu dimulai dengan kemunculan belasan akun Twitter yang menyamar sebagai pakar telekomunikasi, penulis, dan akademisi. Akun-akun itulah yang bekerja membagikan artikel Vermulst yang menyerang rancangan undang-undang Belgia yang akan membatasi vendor "berisiko tinggi" seperti Huawei untuk membangun sistem 5G negara.
Graphika, firma riset yang mempelajari informasi yang salah dan akun media sosial palsu, menyebutkan akun pro-Huawei menggunakan gambar profil yang dihasilkan komputer, tanda aktivitas tidak autentik. Selanjutnya, pejabat Huawei me-retweet akun palsu tersebut, sehingga artikel meluas lagi dan menjangkau pembuat kebijakan, jurnalis, dan pemimpin bisnis.
Misalnya, Graphika menemukan Kevin Liu, presiden urusan publik dan komunikasi Huawei di Eropa Barat, yang memiliki akun Twitter terverifikasi dengan 1,1 juta pengikut, membagikan 60 kiriman dari akun palsu tersebut selama tiga minggu pada bulan Desember. Akun resmi Huawei di Eropa, dengan lebih dari lima juta pengikut, melakukannya 47 kali.
Laman nytimes.com menulis bahwa kampanye tiga minggu tersebut tampaknya terkait dengan tenggat waktu 30 Desember di Belgia untuk meninjau kebijakan 5G negara tersebut.
“Upaya itu menunjukkan perubahan baru dalam manipulasi media sosial,” kata Ben Nimmo, seorang penyelidik Graphika yang membantu mengidentifikasi kampanye pro-Huawei. Taktik yang dulu digunakan terutama untuk tujuan pemerintah - seperti campur tangan Rusia dalam pemilihan presiden Amerika 2016 - sedang diadaptasi untuk mencapai tujuan perusahaan.
“Ini bisnis, bukan politik,” kata Nimmo. “Tidak ada satu negara yang menargetkan negara lain. Sepertinya operasi untuk mempromosikan kepentingan multinasional utama - dan melakukannya melawan negara Eropa."
Kampanye internet ini, kata Nimmo, sebagaimana kampanye internet curang mencoba mencuci materi yang tampaknya sah seperti artikel Vermulst melalui jaringan situs web dan akun media sosial palsu untuk memberikan kesan tidak memihak dan keaslian.
Graphika, yang memberikan penelitian untuk penyelidikan Komite Intelijen Senat tentang disinformasi Rusia, mengatakan tidak ada cukup bukti untuk mengidentifikasi siapa yang berada di balik operasi pro-Huawei.
Huawei mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa mereka telah memulai penyelidikan internal "untuk mencoba mencari tahu apa sebenarnya yang telah terjadi dan jika ada perilaku yang tidak pantas."
"Huawei memiliki kebijakan media sosial yang jelas berdasarkan praktik terbaik internasional, dan kami menanggapi setiap saran yang tidak diikuti dengan sangat serius," kata perusahaan itu. “Beberapa media sosial dan aktivitas online telah menjadi perhatian kami yang menunjukkan bahwa kami mungkin telah gagal dalam kebijakan ini dan nilai-nilai Huawei yang lebih luas tentang keterbukaan, kejujuran, dan transparansi.”
Twitter mengatakan telah menghapus akun palsu tersebut setelah Graphika memberi tahu kampanye itu pada 30 Desember. "Manipulasi platform dilarang keras di bawah aturan Twitter," kata perusahaan itu dalam sebuah pernyataan. "Jika dan saat kami memiliki bukti yang jelas, kami akan mengambil tindakan terhadap akun yang terkait dengan praktik ini, yang mungkin termasuk penangguhan permanen."
Belgia yang adalah markas besar Uni Eropa dan Organisasi Perjanjian Atlantik Utara, memberi gambaran risiko yang dihadapi Huawei di seluruh Eropa, pasar terbesar perusahaan di luar China. Hingga saat ini, Huawei dan perusahaan China ZTE telah mendominasi pasar peralatan telekomunikasi Belgia, menurut Strand Consult, sebuah perusahaan riset.
Tetapi ketika pemerintah Belgia mempertimbangkan pembatasan baru, operator nirkabel di negara itu mengalihkan kesepakatan 5G ke perusahaan saingan. “Mereka takut ini bisa menyebar ke bagian lain dunia,” kata John Strand, pendiri Strand Consult, yang bekerja dengan banyak perusahaan nirkabel. []
Operasi pengaruh media sosial berskala besar sekarang menjadi bagian dari kit alat komunikasi untuk perusahaan global besar mana pun.
Nemo Ikram | Rabu, 03 Februari 2021 - 15:21 WIB
Cyberthreat.id - Bagi pengguna Twitter awam, maka akun palsu tersebut terlihat meyakinkan. Menyertakan gambar profil hambar bersama dengan informasi karir, banyak yang memiliki lebih dari 1.000 pengikut. Akun palsu inilah yang dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan. Paling menonjol terjadi dalam politik.
Operasi akun palsu tersebut, menurut Direktur Oxford Internet Institute Phil Howard, akan menjadi lebih umum karena disinformasi semakin dikomersialkan. Dalam laporan baru-baru ini, peneliti Oxford University mengidentifikasi 63 contoh di mana firma hubungan masyarakat terlibat dalam operasi disinformasi online pada 2020.
“Pekerjaan tersebut biasanya atas nama tokoh politik atau pemerintah, tetapi dapat diterapkan pada bisnis,” katanya kepada nytimes.com dalam artikel berjudul Inside a Pro-Huawei Influence Campaign yang diterbitkan pada 29 Januari 2021.
“Arus uang semakin banyak di sana,” kata Howard. “Operasi pengaruh media sosial berskala besar sekarang menjadi bagian dari kit alat komunikasi untuk perusahaan global besar mana pun.”
Salah satu contohnya adalah kasus Huawei di Belgia. Sejumlah akun Twitter secara masif membagikan artikel-ariktel yang mendukung Huawei dan mengkritik Pemerintah Belgia dalam kebijakannya mengenai 5G. Salah satu artikel yang banyak dishare akun Twitter tersebut adalah tulisan Pengacara Perdangan di Brussel, Edwin Verlmust, yang mengkritik kebijakan Belgia dalam menyingkirkan Huawei.
Akun-akun Twitter inilah yang kemudian diteliti dengan cermat. Di sinilah penyelidik mengidentifikasi masalahnya. Tampaknya banyak bot yang menjadi pengikut akun tersebut. Gambar-gambar yang ditampilkan memiliki ciri khas hasil karya kecerdasan buatan, dengan foto-foto yang diusahakan maksimal tetapi memiliki cacat-cacat kecil, seperti kacamata asimetris. Saat ini, sangat gampang mencari foto seperti itu. Banyak bisnis online penjuyal jenis foto orang palsu ini, yang dapat menghindari risiko pendeteksian dari orang yang asli.
Akun palsu tersebut membagikan artikel dan komentar dari berbagai media online, termasuk EU Reporter, yang menerbitkan berita pemerintah ke situs web dan afiliasinya sendiri seperti London Globe dan New York Globe. Artikel-artikel tersebut adalah yang Pro-Huawei dan menentang kebijakan Pemerintah Belgia.
Colin Stevens, penerbit EU Reporter, mengatakan dalam sebuah email bahwa dia "tidak mengetahui akun Twitter palsu yang mempromosikan artikel kami".
Stevens mengatakan Huawei membayar Reporter Uni Eropa untuk menerbitkan artikel opini di masa lalu, tetapi artikel tersebut selalu diberi label penafian. “Cerita 5G Belgia ditugaskan secara independen tanpa keterlibatan Huawei,” katanya.
"Reporter Uni Eropa tidak akan pernah secara sadar menjadi bagian dari kampanye disinformasi," kata Stevens.
Dalam beberapa kasus, penyelidik menemukan artikel, yang dibayar Huawei dan menyertakan penafian tentang pengaturan keuangan. Artikel lain yang mengkritik kebijakan 5G muncul di situs web yang menerima konten buatan pengguna tanpa tinjauan, di samping gambar penulis yang sama dengan gambar yang dihasilkan komputer di profil Twitter palsu.
Di Belgia, kampanye tersebut tampaknya hanya berdampak kecil selain menarik perhatian yang tidak diinginkan pada upaya lobi Huawei. Pembuat kebijakan tidak menunjukkan tanda-tanda mundur dari rencana untuk membatasi akses Huawei ke jaringan 5G. Rancangan undang-undang sekarang harus dipertimbangkan oleh Parlemen negara tersebut.
Sementara Vermulst juga berkilah tak tahu tentang kampanye media sosial palsu yang memanfaatkan artikelnya. Dia menyebut upaya itu "konyol" dan "bodoh", dia berharap untuk terus bekerja untuk Huawei. "Pengacara dibayar untuk pendapat hukum," katanya. “Setelah artikel itu berada di domain publik, siapa pun dapat melakukan apa yang mereka inginkan.”[]