Hei Politisi, Jangan Asal Nge-twit! Itu Pesan Twitter

Ilustrasi | Foto: Freepik.com

San Fransisco, Cyberthreat.id - Twitter membuat aturan baru dalam bercuit-cuit. Perusahaan akan menyembunyikan cuitan dari para politisi dan pemimpin dunia yang melanggar pedoman komunitas platform.

Twitter sekali lagi menyatakan tidak menghapus cuitan tersebut, tapi hanya menyembunyikannya. Aturan itu mulai berlaku per hari ini, 28 Juni 2019. Alasan Twitter melakukan hal itu, seperti tertulis dalam blog perusahaan, "Prioritas tertinggi kami adalah melindungi 'kesehatan percakapan publik' di Twitter," tulis perusahaan.

Teknisnya sebelum menyembunyikan twit, platform akan memberitahu pengguna terlebih dulu bahwa cuitan itu melanggar. Jika cuitan terdeteksi telah melanggar aturan platform, Twitter akan memberi peringatan dengan sebuah kotak berisi pesan di depan cuitan itu.

Twit yang melanggar itu juga tidak akan muncul dalam hasil pencarian dan tidak akan dipromosikan oleh algoritma platform. "Aturan itu hanya akan berlaku untuk twit dari akun milik politisi, pengguna terverifikasi, dan akun yang memiliki pengikut lebih dari 100 ribu," demikian dinukil dari The Verge.

Twitter sebelumnya membolehkan twit-twit tertentu yang melanggar aturan tetap muncul dan diakses publik. Alasan, itu demi kepentingan publik. "Tapi, tidak jelas kapan dan bagaimana kami membuat keputusan itu. Untuk memperbaikinya, kami (sekarang) memperkenalkan pemberitahuan baru yang akan memberikan kejelasan tambahan dan berbagi lebih banyak tentang kapan dan mengapa kami akan menggunakan (pemberitahuan itu)," tulis Twitter.

Menurut Twitter, para politisi atau pejabat pemerintah terkadang mengatakan hal-hal yang dapat memicu kontroversial atau mengundah debat dan diskusi. Apalagi mereka memiliki pengaruh bagi publik.

Oleh karena itu, "Fungsi kami adalah menyediakan tempat untuk orang dapat secara terbuka dan publik bisa merespons para pemimpin mereka dan meminta pertanggungjawaban kepada mereka," tulis Twitter.

Tim Twitter di divisi Trust and Safety, Legal, Public Policy dan Regional akan menentukan apakah sebuah twit termasuk bermasalah atau tidak. Kriterianya seperti ini:

  • Kedekatan dan tingkat bahaya potensial dari pelanggaran aturan dengan penekanan pada keamanan fisik.
  • Apakah mempertahankan twit itu akan memungkinkan orang lain meminta pejabat, kandidat politikus, atau yang ditunjuk untuk bertanggung jawab atas pernyataannya.
  • Apakah ada sumber informasi lain tentang pernyataan (twit) itu yang tersedia secara umum.
  • Jika penghapusan secara tidak sengaja menyembunyikan konteks atau mencegah orang lain memahami masalah yang menjadi perhatian publik, dan
  • Jika twit itu menyediakan konteks atau perspektif unik yang tidak tersedia di tempat lain, hal ini perlu untuk diskusi lebih lanjut.

"Kami akan terus mengevaluasi bagaimana aturan dan tindakan penegakan kami bisa lebih jelas dan terus bekerja untuk membuat pengambilan keputusan kami lebih mudah untuk dipahami," jelas Twitter.

Namun, Twitter mengatakan, dalam beberapa kasus, seperti ancaman kekerasan baik langsung maupun tidak langsung, twit seperti itu akan tetap dihapus.

"(Yang dilakukan Twitter) ini adalah langkah kecil, tapi ke arah yang benar," kata Dr Zoetanya Sujon, dosen London College of Communication mengomentari kebijakan baru itu.

Tentu saja, kata dia, tidak menghentikan rasisme atau disinformasi (hoaks) politik yang aktif di platform, termasuk masalah pelecehan kepada pengguna.

"Mari kita berharap langkah itu bisa memicu praktik yang lebih baik di sekitar regulasi disinformasi, ujaran kebencian, dan hasutan dalam diskusi politik dan publik," kata dia.