Tiga Jenis Teknologi yang Diadopsi Asuransi di Era 4.0
Jakarta, Cyberthreat.id - Tahun 2019 adalah waktu yang tepat untuk mengenal dan mempelajari data science. Era digitalisasi dibarengi Internet of Things (IoT), Big Data dan Artificial Intelligence (AI) telah memunculkan pekerjaan sebagai data scientist di berbagai bidang.
Survei Dresner Advisory Services Market Study 2017 menyatakan tren kenaikan dan perkembangan sebagai data scientist dalam beberapa tahun ke depan.
Di Amerika Serikat (AS) pekerjaan ini berada di urutan belasan dalam 50 pekerjaan terbaik. Salah satu akibatnya adalah terjadi perubahan besar di bisnis asuransi global.
Data asuransi, misalnya kesehatan, sangat berharga sehingga bisa menentukan atau memprediksi penyakit seseorang ke depan. Data itu juga bisa digunakan sebagai tindakan preventif.
Head of Data Science Generali Indonesia, Dwi Widianto, mengatakan bisnis asuransi terbaru berhasil mentransformasi industri kesehatan besar-besaran. Asuransi di era 4.0, kata dia, mengadopsi tiga jenis teknologi yakni data analytics, AI dan robotics.
"Sayangnya di Indonesia belum bisa mengadopsi ini sepenuhnya, tapi kalau di Eropa sudah maju," kata Dwi dalam diskusi bertajuk How Data Science Transform Health Industry di Jakarta, Kamis (27 Juni 2019) malam.
Dwi mencontohkan bisnis asuransi di Eropa sudah sampai kepada tahap pemasangan chip di mobil pemegang polis. Chip itu mampu merekam semua aktivitas mesin, mulai dari injakan gas, berapa kecepatan, suhu mobil hingga penyebab kecelakaan bisa diketahui.
"Kebiasaan mesin bisa diketahui untuk modal perbaikan dan servis. Kalau terjadi kecelakaan, misalnya, itu data analytics dan AI bisa memberikan informasi apakah kecelakaan terjadi karena licin, es atau penyebab lainnya."
Head of Klikdokter, Mia Argianti, mengatakan ketiga teknologi yang diadopsi bisnis asuransi sebenarnya merupakan satu langkah maju Doctor Go Digital sebagaimana yang telah dijalankan Eropa dan Amerika Serikat.
Kolaborasi antara data analytics dengan AI bahkan jauh lebih akurat ketimbang analisis dokter. Mia menyebutkan sebuah survei menyatakan perbandingan hasil analisis dokter terpaut 20 persen dimana hasil analisis AI sebesar 85 persen sementara analisis dokter 65 persen.
"Ke depan mungkin saja ada semacam super Apps yang mampu memberikan e-prescription hingga obat diantarkan langsung ke rumah kita," ujarnya.
Chairman ProSehat, dr. G. Bimantoro, mengatakan data science sangat banyak manfaatnya untuk kesehatan. Misalkan untuk evident base medicine yang mengobati pasien berdasarkan data.
"Bahkan lewat data analytics ini bisa diprediksi orang matinya kapan atau sakitnya kapan," kata Bimantoro.
Ke depan, kata dia, adopsi teknologi bisa menjadi solusi di tengah sulitnya memproduksi tenaga medis mulai dari dokter, bidan hingga perawat.
Adopsi teknologi bisa menghemat waktu sebagaimana BPJS Kesehatan yang melakukan data analytics terhadap ratusan juta pasien di Tanah Air. Salah satunya adalah bisa mengetahui pasien yang banyak menghabiskan dana akibat penyakit berat.
"Untuk memproduksi satu dokter, satu bidan dan satu perawat itu tidak mudah. Biayanya mahal dan jumlah orang sakit makin banyak sementara layanan BPJS tidak bisa meng-cover semuanya."