Singkirkan Anggapan Ruang Digital ialah Ruang Pribadi

Presidium Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (MAFINDO), Anita Wahid,. | Foto: Tangkapan layar Cyberthreat.id/Tenri Gobel

Cyberthreat.id – Secara umum masyarakat Indonesia dinilai masih belum menguasai cara melindungi data pribadi dan privasi di ruang digital. Masih banyak yang berpikir bahwa ruang digital bukanlah ruang publik.

"Sehingga merasa bahwa ‘apa pun yang saya posting itu urusan pribadi saya’, tetapi tidak menyadari bahwa yang di-posting sebenarnya adalah urusan publik," ujar Presidium Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (MAFINDO), Anita Wahid, dalam sedaring bertajuk “Bahaya Dari Sebar Data Pribadi Sembarangan Bisa Rugi 7 Turunan", Minggu (27 Desember 2020).

Unggahan di media sosial menjadi urusan publik karena, menurut Anita, semua orang bisa melihat unggahan itu. "Kecuali, bisa mengatur siapa yang boleh lihat apa, fitur apa yang dinyalakan apa yang enggak, tetapi sayangnya yang punya kesadaran ini sangat sedikit," tuturnya.

Begitu pula yang terjadi di pesan langsung (direct message) yang biasanya disediakan oleh media sosial, itu juga jangan dianggap sebagai ruang privat, tuturnya.

"Sebenarnya itu ruang publik karena gampang di-screenshot. Jadi, sadari itu paling basic bahwa ini adalah ruang publik loh. Apa pun yang kita upload orang lain bisa lihat," kata Anita.

“Apa pun yang kita pasang, kita upload, itu bisa diambil sama orang lain, termasuk rentetan berbagai macam unggahan dalam sepekan misalnya. Itu bisa dibuat menjadi sebuah profil mengenai saya oleh orang yang punya niat jahat," ujarnya.

Menurut Anita, profil yang dibuat oleh penjahat berpotensi disalahgunakan dalam pemalsuan identitas, misal, melakukan pinjaman daring atau memeras orang lain. Terlebih, jika ada pengguna yang menandai lokasi sebuah rumah dan menginformasikan bahwa rumah tersebut kosong. "Ya itu sama saja ngundang maling yah, itu harus disadari," kata Anita.

Ia juga menyarankan masyarakat jangan mengunggah konten yang menyangkut anggota keluarganya, khususnya anak.

"Anak melakukan sesuatu yang keren lalu dibanggakan, tapi sadari juga itu peluang buat predator melakukan profiling terhadap anak-anak kita. Ada juga kekerasan online berbasis gender karena ketidaksadaran kita mengenai apa yang kita upload di media sosial," ujarnya.

Menurut Anita, di dunia nyata pun masyarakat harus sadar bahwa daftar apa pun biasanya terdapat klausul-klausul terkait penggunaan data pribadi yang diisi sebelum diteken. Klausul itu perlu diperhatikan bagaimana data itu disimpan, siapa pemegang datanya, untuk apa, dan sebagainya.

“Ini penting lantaran masih banyak yang tidak punya kesadaran akan keamanan tersebut dan kebingungan ketika ditelepon oleh marketing atau dikirimi SMS yang sangat mengganggu,” ujar dia.[]

Redaktur: Andi Nugroho