Pita Frekuensi 2,3 GHz Bisa untuk Implementasi Jaringan 5G, Tapi...

Ilustrasi | Foto: freepik.com

Cyberthreat.id – Tiga operator seluler telah mendapatkan jatah pada lelang pita frekuensi 2,3 GHz (rentang 2.360–2.390 MHz).

Pita frekuensi tersebut sebelumnya sudah dihuni oleh PT Telekomunikasi Seluler (Telkomsel) dan PT Smart Telecom (Smartfren) dengan masing-masing lebar pitanya 30 MHz, yakni Telkomsel pada rentang 2.300–2.330 MHz dan Smartfren 2.330–2.360 MHz.

Dalam lelang terbaru, rentang pita yang ditawarkan 90 MHz, keduanya mendapatkan masing-masing 10 MHz, sedangkan Tri Indonesia 10 MHz. Dengan tambahan 10 MHz, Smartfren dan Telkomsel kini memiliki lebar pita frekuensi masing-masing 40 MHz.

Ketiga operator berencana memanfaatkan spektrum frekuensi untuk meningkatkan layanan 4G dan pengembangan implementasi jaringan 5G. Namun, idealnya untuk menggelar 5G, lebar pita frekuensi 100 MHz per operator.

Dengan melihat jatah yang didapat ketiga operator, tentu implementasi jaringan 5G kurang memadai. Memang, penerapan 5G masih bisa di bawah 100 MHz, hanya efek yang dirasakan pengguna kurang begitu optimal, berbeda jika di atas 100 MHz.

Analoginya begini: mobil yang besar berarti bisa mengangkut banyak orang sekali jalan, berbeda dengan mobil kecil yang harus mengangkut barang atau orang berulang-ulang kali.


Berita Terkait:


Lantas layakkah 2,3 GHz ini digunakan operator untuk menggelar 5G?

Cyberthreat.id menanyakan hal ini kepada Direktur Eksekutif ICT Institute, Heru Sutadi. Menurut dia, penambahan pita frekuensi yang dimiliki oleh operator seluler dari hasil lelang 2,3 GHz memang bisa digunakan untuk 5G, tetapi tidak untuk saat ini. "Saat ini ekosistem belum matang untuk 2,3GHz," kata Heru, Kamis (24 Desember 2020).

Ia berpendapat saat ini perangkat di tingkat konsumen serta menara pemancar sinyal (BTS) belum mendukung jaringan 2,3 GHz. Ia justru khawatir jika Indonesia menggunakan 2,3 GHz sebagai jaringan 5G—padahal tidak banyak negara atau tidak ada negara yang menggunakan pita frekuensi ini untuk 5G.

"Perlu dievaluasi kembali keputusannya," ujar Heru mengingatkan bahwa 2,3GHz masih belum kelihatan ekosistemnya untuk 5G.

Menurut dia, jika memang ingin menerapkan 5G, bisa memakai pita frekuensi 3,5 GHz. Pita frekuensi ini yang paling siap di dunia saat ini untuk 5G. "Perangkat BTS dan handset sudah banyak," kata Heru.

Heru khawatir jika operator menggunakan frekuensi berbeda dari yang digunakan oleh global saat ini, biasanya biayanya akan mahal dalam implementasinya—imbas perangkat yang tidak tersedia banyak.

Dengan kata lain, jika menggelar 5G di pita frekuensi 2,3 GHz, perangkat yang bisa digunakan oleh masyarakat pun ada, tapi mahal.

"Perangkat dihadirkan melihat kebutuhan negara di dunia. Kalau sedikit (penggunanya), ya enggak akan diproduksi atau ada pun jadi mahal," kata Heru.

Heru menilai yang paling penting adalah interoperabilitas antarperangkat. Aneh,  kalau Indonesia pakai BTS dan ponsel 5G dengan frekuensi yang berbeda dari negara lain. "Sebab itu akan berdampak, utamanya, ponsel kita tidak bisa dipakai kala berada di luar negeri," ujarnya.

Saat ditanya apakah di pita frekuensi 3,5 GHz, lebar pitanya sudah mencapai 100 MHz, Heru mengatakan, lebar pitanya memang lebar-lebar.Alokasi 5G di 3,5 GHz itu bergerak dari 3,3 GHz–3,7 GHz.

"Dari 3,4 GHz–3,7 GHz ada 0,3 GHz atau 300 MHz. Memang tidak semuanya bisa dipakai, tapi lebih lebar. Apalagi kalau 3,3 GHz diikutkan," ujarnya.

Penggunaan 3,5 GHz ini, kata Heru, perlu dikomunikasikan dengan pengguna satelit khususnya C-band. Heru menuturkan C-band itu frekuensi yang beririsan dengan satelit atau yang digunakan satelit.

"Pita C adalah pita frekuensi pertama yang dialokasikan untuk telekomunikasi komersial melalui satelit. Frekuensi yang sama telah digunakan untuk rantai relay radio gelombang mikro terestrial. Hampir semua satelit komunikasi C-band menggunakan pita frekuensi dari 3,7 hingga 4,2 GHz untuk downlink," kata Heru.

Jika melihat ekosistem terkini 5G secara global, Heru mengatakan, mayoritas menggunakan spektrum C-band yakni ada 136 operator di dunia pakai frekuensi tersebut. Selain C-band, frekuensi milimeter wave (mmWave) pada lebar pita 26–28 GHz juga digunakan 24 operator dari 85 lisensi yang dikeluarkan untuk membangun jaringan 5G.[]

Redaktur: Andi Nugroho