Lewat Operasi First Light, Interpol Ungkap 21.500 Penipuan Berbasis Telepon dan Siber

Ilustrasi | Foto: freepik.com

Cyberthreat.idInterpol, organisasi polisi kriminialitas internasional, selama setahun telah menjerat 21.500 penipuan berbasis telepon dan penipuan daring lain di seluruh dunia.

Dilansir dari South China Morning Post, diakses Senin (14 Desember 2020), Interpol menyatakan, telah menyita uang sekitar US$ 154 juta (Rp2,18 miliar) selama penyelidikan.

Interpol mengatakan ada 35 negara yang berpartisipasi dalam operasi “First Light” tersebut, tapi tidak disebutkan mana saja, hanya China termasuk di dalamnya.

"Operasi ini didukung oleh Kementerian Keamanan Publik China dan Biro Pusat Nasional Interpol di Beijing, yang memberikan dukungan yang sangat aktif dan signifikan," kata Jose De Gracia, Asisten Direktur Jaringan Kriminal Interpol.

Jose mengatakan, China merupakan kunci pengembangan operasi First Light.

Menurut Kepala Biro Interpol di Beijing, Duan Daqi, pandemi Covid-19 ini membuat lonjakan penipuan telekomunikasi dan rekayasa sosial. Ia mengklaim operasi First Light cukup berhasil mengekang kejahatan penipuan berbasis telepon dan daring.

Operasi semacam ini bukanlah pertama kalinya berlangsung di Asia, kata Interpol, tapi sudah berlangsung sejak 2013. Hanya, untuk kali ini pertama kalinya dilakukan dalam skala global.

Selama penyelidikan, Interpol mengatakan petugas melakukan penggerebekan di 10.380 lokasi dan lebih dari 300 rekening bank dibekukan.

Interpol mengatakan, banyak pelaku penipuan telepon sebetulnya tidak beroperasi di negara yang sama atau bahkan berada di benua yang berbeda dengan korban.

"Mereka memanfaatkan sifat internet yang tanpa batas,” ujar Interpol.

“Uang yang diambil dari para korban juga cenderung melibatkan banyak negara karena penjahat menggunakan rekening bank di luar negeri atau keledai uang untuk mencuci dana mereka.”

Jenis penipuan lain yang diekspose dalam operasi ini, kata Interpol, termasuk peretasan email bisnis, penipuan berkedok asmara dan “smishing”—phishing melalui SMS—yang memaksa korban membocorkan informasi pribadi.

Terkait penipuan telepon di Singapura yang sedang ditangani saat ini, Interpol mengatakan penipu mengaku-ngaku sebagai agen Interpol.

Si penipu menelepon seorang wanita (korban) dengan berpura-pura sebagai agen penegak hukum China atau “agen Interpol". Pelaku mengarahkan wanita itu ke bank untuk menarik dananya dan menyerahkannya kepada penipu itu.

Interpol mengatakan korban percaya dan mengira bahwa penipu itu benar-benar adalah agen Interpol.

“Peniruan identitas petugas seperti itu sebenarnya sering terjadi,” kata Jose.

Kementerian Keamanan Publik China, kata Interpol, sedang membantu penyelidikan terkait kasus di Singapura itu.[]

Redaktur: Andi Nugroho