PPATK: 422 Rekening di Indonesia Menampung Uang Kejahatan Siber Lebih Rp1 Triliun
Cyberthreat.id - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi keuangan (PPATK) mengungkapkan ada 422 rekening asal Indonesia yang digunakan sebagai penampung aliran dana kejahatan siber.
Menurut kepala PPATK, Dian Ediana Rae, aliran dana ke 422 rekening asal Indonesia diduga berasal dari penjahat siber yang tersebar di 140 negara.
"Dana yang masuk ke Indonesia diduga dari hasil penipuan yakni mencapai lebih Rp1 Triliun," ungkap Dian dalam pembukaan webinar bertema 'Membedah Tindak Pidana Siber sebagai Tindak Pidana Asal TPPU,' Selasa (1 Desember 2020).
Berdasarkan data laporan yang masuk ke PPATK, saat ini transaksi keuangan ilegal yang berkaitan dengan dunia siber semakin meningkat. Pada 2019 saja, PPATK menerima lebih dari 200 laporan transaksi keuangan terkait kejahatan dunia siber.
Menurut Dian, hal ini merupakan masalah yang serius, karena pendekatan penanggulangan kejahatan siber belum ideal dan cenderung lambat. Seharusnya, kata dia, pihak berwenang termasuk PPATK bertindak lebih cepat dibandingkan penjahat siber untuk mencegah masuknya aliran dana kejahatan siber ke Indonesia.
Berdasarkan laporan yang masuk, kasus kejahatan siber yang paling banyak adalah peretasan berbasis email (BEC) sebesar 80%, dengan kerugian yang sangat besar. Untuk itu, ia menyarankan kepada masyarakat untuk tidak sekedar menggunakan teknologi saja, tetapi harus mengetahui langkah antisipasi kejahatan siber.
"Kita harus tahu cara antisipasinya, jangan menggunakan teknologi saja," ujarnya.
5 Negara dengan Tranfer Terbesar ke Indonesia
Dalam kesempatan yang sama, Kabid Penyelenggaraan Diklat PPATK, Yusup Darmaputra, mengatakan dari 140 negara yang melakukan transfer ke rekening penampung di Indonesia, ada lima negara dengan jumlah asal dana terbesar, yaitu:
1. Amerika Serikat sebanyak 3.522 kali dengan total pengiriman transfer Rp272 miliar.
2. Korea Selatan dengan 1.262 kali pengiriman dan total transfer sebesar Rp224 miliar.
3. Taiwan dengan pengiriman 846 kali dan total transfer Rp82,7 miliar.
4. Hongkong dengan 693 kali pengiriman dan total transfer Rp78,5 miliar.
5. Jerman dengan 670 kali pengiriman dan total dana yang ditransfer sebesar Rp47,9 miliar.
Yusup mengatakan, ada empat jenis tindak pidana cyber yang kerap terjadi saat ini dan uangnya ditransfer ke Indonesia, yakni business email compromise (BEC), romance scam, jual-beli online, dan investment scam.
BEC dilakukan dengan cara meretas email CEO perusahaan kemudian mengirimkan email tersebut ke pegawai perusahaan untuk melakukan transfer pembayaran.
"Dalam hal ini pelaku sudah menyiapkan rekening penampungan yang namanya mirip dengan nama pemasok sebenarnya," Ungkap Yusup.
Sedangkan romance scam merupakan kejahatan yang dilakukan dengan cara mendekati korban melalui dating apps dan media sosial dengan profil menarik. Misalnya mengaku sebagai tentara, dokter hingga pengusaha. Pelaku akan menjanjikan pengiriman paket ke korban namun mengaku bahwa paket tertahan di bea cukai Indonesia, dan meminta korban mengirimkan uang untuk menebus paket itu.
Untuk kejahatan jual beli online, para penjahat siber melakukannya dengan cara membuat website penjualan palsu dan setelah korban melakukan pembayaran barang tidak dikirim seperti yang dijanjikan.
Terakhir, investment scam dilakukan dengan menawarkan investasi dengan keuntungan tinggi yang menggiurkan sehingga korban mentransfer dana ke pelaku. Padahal, itu hanyalah penipuan semata.[]
Editor: Yuswardi A. Suud