Ini Risiko Cybersecurity di Era Reovolusi Industri 4.0
Jakarta, Cyberthreat.id - Fortinet, perusahaan cybersecurity merilis tiga risiko cybersecurity yang bakal muncul di era Revolusi Industri 4.0. Risiko tersebut berkaitan dengan perkembangan ekonomi bisnis yang sudah mulai bertransformasi ke era digital.
Country Manager Fortinet Indonesia, Edwin Lim, mengatakan, para pelaku bisnis harus bisa beradaptasi di era Revolusi Industri 4.0. Para pelaku bisnis disarankan untuk mengintegrasikan warisan teknologi yang lama dengan perkembangan teknologi terbaru.
“Transformasi digital tidak bisa dihindari, tetapi harus terus dibenahi. Cara Anda berbisnis, beroperasi, berkomunikasi dengan pelanggan, mencari feedback, dan sebagainya harus diubah dan disesuaikan dengan transformasi digital. Buang pola pikir dan infrastruktur TI lama yang ada, karena itu bisa menghambat perkembangan bisnis saat ini,” kata Lim melalui siaran pers, Selasa (25 Juni 2019).
Menurut Lim, terdapat tiga risiko utama yang dihadapi perusahaan di era digital. Pertama, tidak bergerak dengan cepat untuk meraih peluang baru dan mengadopsi proses baru yang terotomatisasi. Kedua, membuat keputusan investasi yang buruk akan teknologi, pekerja, dan mitra. Ketiga, risiko cybersecurity.
Terkait risiko cybersecurity, kata Lim, terbagi dalam beberapa bagian. Pertama, risiko operasional. Eksploitasi seperti ransomware, serangan DDos (distributed denial of service), pencurian data, pembajakan situs, serta pencurian sumber daya dapat secara serius mengganggu operasi bisnis.
“Beberapa gangguan mungkin memang hanya akan mengganggu operasi bisnis secara internal, tetapi berbeda jika yang diserang adalah DDoS atau pembajakan situs yang dapat menyebabkan krisis di mata publik,” ujar Lim
Kedua, risiko reputasi. “Baik pelanggan, investor, atau mitra tentunya akan menghindari melakukan bisnis dengan perusahaan-perusahaan yang memiliki reputasi buruk dan berkemungkinan membuat mereka celaka,” tutur Lim
Ketiga, risiko investasi. Melakukan investasi pada sisi cybersecurity adalah hal yang sangat baik, tetapi investasi yang berlebihan pada infrastruktur cybersecurity yang tidak berfungsi adalah sebuah kesalahan besar.
“Ingat, setiap dana yang dikeluarkan haruslah digunakan untuk efesiensi bisnis dan meningkatkan produktifitasnya,” jelas Lim.
Dia melanjutkan, tidak semua produk keamanan diciptakan sama. Pelaku binsis harus mengenali betul masalah yang dialami oleh perusahaan. Perusahaan harus bisa mengintegrasikan dengan baik produk cybersecurity yang baru dengan yang lama.
Oleh karena itu, beberapa hal yang bisa jadi pertimbangan dalam menentukan produk cybersecurity yaitu struktur bisnis seperti apa yang dimiliki, model bisnis yang dijalankan, apa saja yang termasuk dalam operasi bisnis .
Lalu, kata dia, buatlah prioritas pengeluaran. Bagian bisnis mana yang harus terlebih dulu dilindungi. Tentu banyak hal lain yang bisa digunakan untuk mengidentifikasi komponen cybersecurity seperti apa yang dibutuhkan perusahaan.
“Strategi keamanan yang efektif dan komperehensif menggunakan solusi yang tepat, terintegrasi, mampu berkolaborasi, dapat beradaptasi, dan otomatisasi akan mengarah pada perlindungan efektif yang penting bagi keberhasilan bisnis,” ujar Lim.