Bank BTN Sebut Taat Hukum, tapi Mangkir di Sidang Raibnya Uang Nasabah Hampir Rp3 Miliar

Suasana sidang perdana gugatan terhadap Bank BTN yang tidak dihadiri oleh pihak bank. | Foto: Dok. Cyberthreat.id

Cyberthreat.id - PT Bank Tabungan Negara (Bank BTN) dalam keterangan tertulis yang dikirim ke redaksi Cyberthreat.id mengatakan menghormati dan mematuhi proses hukum terhadap gugatan yang dilayangkan nasabah BTN Cabang Bogor bernama Irfan Kurnia. Gugatan dilayangkan setelah uang Irfan yang disimpan di bank itu raib senilai Rp2,965 miliar dan tidak tidak menemukan titik temu di luar pengadilan.

"Bank BTN akan meghormati dan mematuhi proses hukum yang berlaku dengan tetap mengutamakan asas praduga tidak bersalah. Bank BTN juga tetap berkomitmen menjalankan bisnis dengan mengutaakan prinsip Good Corporate Governance (GCG)," demikian bunyi salah satu poin keterangan pihak Bank BTN yang dikirim tanpa stempel dan tanda tangan atas nama Corporate Secretary Bank BTN, Ari Kurniaman pada Rabu malam (11 November 2020).

Namun begitu, faktanya pihak Bank BTN selaku tergugat tidak hadir dalam sidang perdana yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat hari ini, Rabu (11 November 2020).  

Sidang dengan nomor perkara 641/Pdt.G/2020/PN Jkt.Pst itu semula dijadwalkan berlangsung pukul 10.00 WIB, namun digeser ke pukul 14.00 WIB.

Menurut majelis hakim, pihak BTN tidak hadir tanpa keterangan. Sementara menurut majelis hakim, surat panggilan sidang diterima karyawan BTN bernama Wandira Kusuma pada 5 November lalu.

Karena tergugat mangkir, sidang perdana hanya sebatas memeriksa legalitas penggugat dan majelis hakim memerintahkan panitera pengganti memanggil kembali tergugat untuk sidang lanjutan pada 18 November 2020.

Kuasa hukum Irfan Kurnia, Pahrozi, menyesalkan ketidakhadiran Bank BTN selalu tergugat.

"Miris sekali, selaku pejabat Badan Usaha Milik Negara (BUMN) seharusnya pihak tergugat menghormati panggilan lembaga pengadilan," kata Pahrozi kepada Cyberthreat.id seusai sidang.

Seperti diberitakan sebelumnya, gugatan ini dilayangkan setelah Irfan Kurnia kehilangan uang sebesar Rp2,965 miliar yang disimpan di Bank BTN yang terjadi pada 1 Juli 2019. Kasus itu dibawa ke pengadilan lantaran upaya di luar pengadilan tidak membuahkan kesepakatan.

“Sudah setahun lebih kami berusaha menyelesaikannya di luar pengadilan, namun hingga kini belum ada penyelesaiannya,” kata kuasa hukum Irfan, Pahrozi.

Menurut Pahrozi, kasus itu bermula ketika kliennya menyimpan uang sejumlah Rp 3 miliar di BTN Cabang Bogor. Setoran pertama pada 25 Juni 2019 sebesar Rp500 juta. Setoran kedua dilakukan sehari kemudian senilai Rp2,5 miliar.

Masalah terjadi sepekan kemudian. Pada 2 Juli 2019, saldo di rekening banknya hanya tersisa Rp35.671.165. Belakangan diketahui, ada pihak lain yang telah menilep uangnya tanpa sepengetahuan Irfan Kurnia.

Itu diketahui Irfan saat datang ke BTN Cabang Utama Bogor untuk mentransfer uangnya ke rekening lain di Bank BCA pada 2 Juli 2020. Saat itu, pihak BTN mengatakan saldonya hanya tersisa Rp35.671.165. Itu artinya, uang senilai Rp2,965 miliar lenyap tak berbekas.

Irfan kaget dan kecewa mendapat jawaban itu. Sementara dia merasa tidak pernah mengambil uangnya.

Menurut pihak bank, kata Pahrozi, pada 1 Juli 2019 ada penarikan uang melalui ATM dan RTGS (Real Time Gross Settlement) sebesar Rp2,95 miliar. Tepatnya Rp2.950.035.000. Uang itu ditransfer ke rekening BCA Batu Ceper nomor 2241495568. Belakangan diketahui rekening itu atas nama PT Berkat Omega Sukses Sejahtera yang merupakan perusahaan pertukaran uang (money changer). Diduga, pelaku menukar rupiah menjadi uang dolar.

Selain itu, ada juga penarikan tunai melalui ATM beberapa kali oleh pihak lain dengan total jumlah Rp15 juta.

"BTN selaku tergugat telah melakukan transfer uang simpanan penggugat kepada pihak lain tanpa sepengetahuan penggugat, dan mereka menolak bertanggung  jawab untuk itu," kata Pahrozi.

Dalam keterangan yang dikirim ke Cyberthreat.id, pihak BTN tidak menjelaskan kronologis kasus versi mereka. BTN hanya menyebut,"telah melakukan pelaporan ke Polresta Tangerang Kota pada tanggal 9 Juli 2019 tentang dugaan tindak pidana pemalsuan. Bank BTN dalam masalah ini menjadi korban atas dugaan tindak pidana pemalsuan tersebut.

Sementara itu, Kepala Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Rizal Halim menilai kasus itu terjadi melibatkan konsumen, penyedia jasa telekomunikasi dan perbankan.

Dari sisi penyedia jasa, kata Rizal, jasa telekomunikasi harus memiliki sistem keamanan berlapis untuk memastikan tidak ada terjadinya pencurian data pribadi.

Dari sisi penyedia jasa perbankan, kata dia, harus melakukan prosedur yang ekstra hati-hati.

"Sepanjang itu bukan kesalahan atau kelalaian dari konsumen, maka penyedia jasa wajib bertanggung jawab. Apakah karena sistem keamanan rendah atau lemah ataukah kelalaian dari banking officer-nya, dan itu tidak bisa dikatakan sebagai oknum, karena ini adalah korporasi, dia dikenakan hukum korporasi. Tidak bisa itu dikatakan oknum, karena ketika terjadi aktivitas transaksi atas penyedia jasa, itu atas nama korporasi bukan personal," kata Rizal kepada Cyberthreat.id, Rabu (11 November 2020).[]