Sebut Twitter Gampang Dibobol, Departemen Keuangan New York Sarankan Regulasi Media Sosial
Cyberthreat.id - Departemen Layanan Keuangan (DFS) New York, sarankan ada regulasi yang mengatur keamanan siber bagi media sosial.
DFS menyarankan hal tersebut lantaran pihaknya menemukan bahwa perlindungan keamanan siber di Twitter sangat tidak memadai.
Hal ini muncul setelah adanya kasus peretasan yang menimpa beberapa akun twitter dari perusahaan cryptocurrency dan tokoh masyarakat terkenal pada 15 Juli 2020, dan Gubernur New York, Andrew Cuomo, meminta DFS untuk menyelidiki Twitter.
Dikutip dari Info Security Magazine , laporan penyelidikan DFS yang dirilis pada Rabu (14 Oktober 2020) menemukan bahwa platform media sosial global tidak memiliki perlindungan keamanan siber yang memadai dan, pada saat serangan itu, tidak memiliki kepala petugas keamanan informasi.
"DFS menemukan bahwa pelaku ancaman memperoleh akses ke sistem Twitter hanya dengan menelepon karyawan Twitter dan mengaku dari departemen TI Twitter, lalu meminta kredensial login korban," ungkap DFS dalam laporannya.
Dengan menggunakan strategi serangan yang tidak canggih ini, para penjahat dunia maya membajak akun Twitter politisi, selebriti, dan pengusaha, termasuk Barack Obama, Kim Kardashian West, Jeff Bezos, Elon Musk, dan beberapa perusahaan cryptocurrency yang diatur oleh DFS.
"Peretasan Twitter menunjukkan perlunya keamanan siber yang kuat untuk mengurangi potensi ancaman siber dari sosial media."
Karena itu, DFS merekomendasikan perlunya regulasi keamanan siber bagi perusahaan media sosial. Saat ini, kebijakan dan program keamanan siber dari perusahaan semacam itu tidak diawasi oleh regulator federal atau negara bagian khusus yang memastikan bahwa kebijakan dan program keamanan siber mereka cukup memadai untuk mengatasi risiko model operasi digital mereka.
"Mengingat jutaan pengguna mereka dan kekuatan luar biasa atas media berita, perusahaan media sosial harus ditunjuk sebagai lembaga yang penting secara sistemik dengan peraturan yang cermat untuk mengelola risiko keamanan siber yang meningkat."
Superintendent DFS, Linda Lacewell, mengatakan bahwa perusahaan seperti Facebook, Twitter, dan Instagram telah diizinkan untuk mengatur diri mereka sendiri cukup lama. Namun, tidak ada regulator yang memiliki pengawasan yang memadai terhadap keamanan siber mereka.
“Fakta bahwa Twitter rentan terhadap serangan yang tidak canggih menunjukkan bahwa pengaturan sendiri bukanlah jawabannya," ungkap Lacewell.
Lacewell menambahkan bahwa keamanan siber yang buruk di platform media sosial yang sangat berpengaruh mendikte konten apa yang layak diberitakan, berpotensi memungkinkan peretas mengganggu pemilihan presiden AS.
"Mendekati pemilihan presiden dalam waktu kurang dari 30 hari, kami harus berkomitmen untuk pengawasan peraturan yang lebih besar terhadap perusahaan media sosial besar. Integritas pemilihan dan pasar kita bergantung padanya."[]
Editor:Yuswardi A. Suud