Donald Trump Perintahkan Serangan Siber ke Iran

Presiden Amerika Serikat Donald J Trump saat berada di Gedung US Capitol, Washington, D.C, pada 15 Maret 2018. Foto: Arsip White House

Washington, Cyberthreat.id - Peretas Iran yang diduga mendapatkan dukungan dari negara dilaporkan telah meningkatkan serangan siber ke Amerika Serikat, demikian menurut Departemen Keamanan Dalam Negeri (DHS) seperti dikutip dari Bloomberg, Sabtu (22 Juni 2019).

"Ada peningkatan baru-baru ini dalam aktivitas siber yang diarahkan langsung ke industri Amerika Serikat dan lembaga pemerintah oleh aktor dan proksi dari Iran," kata Christopher Krebs, Direktur Badan Keamanan Infrastruktur dan Cybersecurity DHS dalam pernyataannya.

Sementara itu, Presiden AS Donald Trump telah menyetujui serangan dunia maya ofensif kepada Iran, terutama untuk melumpuhkan sistem komputer Iran yang dipakai untuk mengendalikan peluncuran roket dan rudal.

Keputusan itu diambil pada Kamis (20 Juni 2019) setelah Trump membatalkan serangan udara melalui tembakan drone Angkatan Laut AS, demikian laporan Washington Post mengutip sumbernya di pemerintahan Trump, seperti dikutip dari The Strait Times, Sabtu.

Serangan siber tersebut mulai diluncurkan pada Kamis malam di bawah komando United States Cyber Command. Kemungkinan serangan itu bakal berlangsung berminggu-minggu, bahkan hingga berbulan-bulan. "Pentagon (Departemen Pertahanan AS) mengusulkan untuk menyerang setelah dugaan serangan Iran terhadap kapal tanker minyak di Teluk Oman awal Juni ini," demikian lapor Washington Post.

Terkait dengan serangan siber tersebut, pejabat Gedung Putih menolak untuk berkomentar, termasuk juga pejabat di US Cyber Command.

Juru bicara Dephan AS Elissa Smith mengatakan,"Karena masalah kebijakan dan untuk keamanan operasional, kami tidak membahas operasi dunia maya, intelijen, atau perencanaan," ujar dia.

Serangan siber pertama kali dilaporkan pada hari Sabtu oleh Yahoo News. "Operasi ini untuk mengurangi ancaman siber dari Iran yang terus meningkat, juga untuk mempertahankan operasi Angkatan Laut AS di Selat Hormuz," kata Thomas Bossert, mantan pejabat senior era George W. Bush yang kini masuk di pemerintahan Trump.

"Militer AS kami telah lama mengetahui bahwa kami dapat menenggelamkan setiap kapal IRGC (Korps Pengawal Revolusi Islam) di Selat Hormuz dalam waktu 24 jam, jika perlu. Dan, ini adalah versi modern dari apa yang harus dilakukan Angkatan Laut AS untuk mempertahankan diri di laut dan menjaga jalur pelayaran internasional bebas dari gangguan Iran," kata Bossert.

Amerika Serikat pada April lalu menetapkan IRGC sebagai organisasi teroris asing karena perilakunya dianggap suasana kemelut di Timur Tengah.

Pasukan dunia maya Iran telah mencoba meretas kapal laut AS dan kemampuan navigasi di wilayah Teluk Persia selama beberapa tahun terakhir. Selat Hormuz adalah jalur laut yang strategis dan penting di mana sekitar seperlima dari minyak dunia lewat setiap hari.

Analis sektor swasta telah mendokumentasikan peningkatan bertahap dalam aktivitas siber Iran yang menargetkan industri AS sejak 2014. Serangan itu berupa upaya spearphishing mencari akses ke sistem komputer di sektor energi.

"Pada tahun lalu, aktivitas telah meningkat," kata Robert Lee, salah satu pendiri firma siber Dragos, yang melakukan operasi siber untuk Badan Keamanan Nasional dan US Cyber Command antara 2011-2015.

"Dalam enam bulan terakhir kami melihat kenaikan lagi. Dan minggu lalu, kami melihat aktivitas tambahan. Kenyataannya adalah kita telah melihat aktivitas yang semakin agresif untuk beberapa waktu. Itu semakin buruk," kata dia.