Program Guru Digital: Apa Gunanya Siswa Pintar Kalau Teknologi Dipakai untuk Hacking

Webinar Transformasi Guru di Era Industri 4.0

Cyberthreat.id - Yayasan Cinta Anak Bangsa (YCAB) Foundation menggelar webinar bertajuk "Transformasi Guru di Era Industri 4.0" pada Rabu (23 September 2020). Bekerjasama dengan Kementerian Komunikasi dan Informasi, diskusi itu membahas tentang guru digital, sebuah program pelatihan bagi 1.000 guru di Jawa dan Bali.

Nantinya, program guru digital ini akan melatih para guru untuk mengembangkan keterampilannya dalam coding, pemrograman, dan mengembangkan soft skill di abad 21, yaitu cara memecahkan masalah (problem solving), berpikir kritis (critical thinking), komunikasi, empati, dan percaya diri.  

Guru Digital akan menjaring sebanyak 100.000 siswa sebagai penerima manfaat tidak langsung dan 10 siswa terbaik akan mendapatkan beasiswa programming. Dipersiapkan sejak Mei 2020, pelatihan akan berlangsung pada Agustus hingga Juli 2021.

CEO yang juga pendiri YCAB Foundation, Veronica Colondam, mengatakan disamping kemampuan teknis terkait teknologi informasi (IT), para murid harus dibekali soft skill seperti pembelajaran tentang karakter dan nilai-nilai. Menurutnya, itu penting diberikan agar siswa tidak menyalahgunakan ilmu yang diperoleh.
 
“Apa gunanya dapat edukasi tinggi kalau karakternya tidak bagus, malah dia gunakan teknologi untuk hacking, menggunakan teknologi untuk nyuri. Jadi memang foundation dari skill industri 4.0 ditambah values [nilai-nilai]. Itu penting banget akhlak ya, penting banget, karena aku lihat [memang] enggak cuman hard skillnya, soft skillnya juga,” kata  Veronica.

Hal senada disampaikan Presiden Komisaris SEA Group Indonesia, perusahaan dibalik Shopee, Pandu Patria Sjahrir. Menurutnya, tak hanya hard skill seperti pembelajaran programming dan coding yang diperlukan buat guru dan anak didiknya, tetapi juga soft skill.

"Coding, programming, mungkin yang perlu ditambah soal soft kill. Ini salah satu was-wasan kami. Soft skill ini sebenarnya kreatifitas, inovasi, bagaimana juga berbahasa, language bisa bekerja, bukan saja bahasa Indonesia, tetapi bahasa yang lain seperti bahasa  Inggris, Chinese, dan sebagainya. Dan terakhir kemampuan menggunakan teknologi, apakah itu social media, e-commerce, dan lain-lain, itu salah satu skill set yang cukup penting satu dekade ke depan," kata Pandu.

Sekretaris Jenderal Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Rosarita Niken Widiastuti pun menanggapi terkait soft skill ini. Sama halnya dengan Pandu dan Veronica, menurut Rosarita, soft skill itu memang sangat penting agar ilmu yang didapatkan terkait TI itu tidak dimanfaatkan ke hal yang negatif.

Untuk itu, kata dia, perlu sekali untuk mengimbangi antara hard skill seperti pembelajaran teknis terkait TI dengan soft skill.

“Kalau kita mendidik anak-anak atau mendidik guru-guru, tetapi tidak diimbangi dengan soft skill, dengan nilai-nilai kebangsaan maka bisa saja kepandaian, keterampilan ini bisa dimanfaatkan. Kalau guru-guru enggak lah ya, tapi kalau untuk anak-anak muda ini, kalau tidak dibekali  dengan nilai-nilai kebangsaan, kepandaiannya bisa untuk hal-hal yang negatif,” imbuhnya.

Menurutnya, ada banyak yang memiliki ilmu yang cukup terkait IT tetapi malah dimanfaatkan ke hal yang tidak benar.

“Kan banyak juga ahli IT tapi dia jadi hacker, atau untuk kepentingan yang bertentangan dengan nilai Pancasila. Jadi di era digitalisasi ini sangat penting, pendidikan,” ujarnya.

Sementara itu, Sekretaris Federasi Guru TIK dan KKPI Nasional, Imron Rosadi mengklaim bahwa guru-guru TIK juga mengajarkan terkait soft skill ke anak didiknya.

"Memang menarik sekali, bahwa soft skill juga salah satu kebutuhan terpenting bagaimana membentuk sikap dan karakter peserta didik, itu selama ini kita upayakan bagaimana selain mereka mendapatkan materi teknisnya, tapi mereka spiritual juga kami tingkatkan, dalam artian bagaimana dia hubungannya dengan tuhan, bagaimana dengan sikap sosial dengan rekannya, toleransi, saling menghargai, kemudian tanggung jawab dan sebagainya,"kata Imron. []