5 Prinsip Membangun Budaya Keamanan Siber Versi Anton Setiyawan BSSN

Direktur Proteksi Ekonomi Digital Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Anton Setiyawan

Cyberthreat.id - Direktur Proteksi Ekonomi Digital Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Anton Setiyawan mengatakan bahwa ketika semua aspek kehidupan kita bergerak menjadi digital atau ke ruang siber maka penjahat juga mengikuti.

“Sebagaimana kita tahu seperti pepatah 'ada gula ada semut'. Seperti itulah, ketika kita bergerak di ruang siber, kita menggunakan ruang hidup yang serba digital maka kejahatan pun bergerak ke sana,” ujarnya dalam webinar bertajuk “Perlindungan Data Pribadi dan Cyber Crime”, Kamis (10 September 2020).

Kejahatan yang bergerak di ruang siber menurut dia terdiri dari dua jenis kejahatan yaitu kejahatan di ruang siber (cyber enabled crime) dan kejahatan siber yang bergantung pada dunia maya (cyber dependent crime).

Kejahatan di ruang siber, kata Anton, sebetulnya kejahatan tradisional seperti penipuan, pemerasan, pelecehan, fitnah, dan lainnya yang berpindah ke ranah siber.

“Ini kejahatan tradisional yang kemudian menjadi luas jangkauannya, karena memang dia menggunakan siber. Penipuan sekarang banyak melalui SMS, melalui media sosial, itu kejahatan tradisional, atau lebih kita kenal dengan secara formalnya cyber enable crime,” kata Anton.

Sementara itu, kejahatan siber yang bergantung pada dunia maya itu, menurut dia, kejahatan yang menyasar sistem elektronik seperti peretasan (hacking), serangan DDoS, malware, dan sebagainya. Anton mengatakan itu adalah kejahatan-kejahatan yang klasifikasinya murni cyber crime atau kejahatan siber.

Untuk itu, menurut dia semua masyarakat harus membangun dan mengikuti prinsip-prinsip budaya keamanan siber. Anton mengatakan prinsip-prinsip budaya keamanan ini diamanatkan di dalam Peraturan Pemerintah nomor 71 tahun 2019 pasal 94 ayat 1.

Seperti apa sih prinsip-prinsip budaya keamanan siber yang perlu dibangun dan diikuti? Anton menjelaskan setidaknya ada 5 hal yakni sebagai berikut:

1. Gunakan budaya bangsa Indonesia baik di dunia nyata maupun dunia maya.

Menurut Anton, nilai-nilai yang baik ketika kita berinteraksi di dunia nyata harus dikembangkan dan dibawa di dunia maya atau dunia siber.

“Jangan sampai di dunia nyata kita menyampaikan aspirasi dengan baik dan sopan santun kemudian mentang-mentang kita berada di facebook atau di Twitter kemudian sopan santun dll kita hilangkan. Itu tidak baik, dan tidak sesuai dengan budaya kita,”  ujar dia.

2. Kenali dan pahami teknologi, selaraskan dengan kebutuhan.

“Ini selalu menjadi favorit untuk selalu saya sampaikan. Sebagai contoh begini, di WhatsApp kita punya yang namanya fitur send receive. Nah ini termasuk nilai pertama yang kita juga harus hati-hati ketika  mengirimkan WA kepada seseorang. Maka ketika orang tersebut membaca, tandanya di dalam WA ada dua centang biru, tetapi kemudian ada fitur yang menonaktifkan send receive tersebut sehingga ketika kita membaca pesan yang orang kirimkan tandanya centang hitam tidak centang biru. Itu harus berhati-hati,” kata dia.

Menurut dia, kalau kita menonaktifkan send receive sama saja kita melakukan kebohongan. Anton mengatakan bahwa itu kebohongan melalui teknologi, kebohongan yang tidak disadari. Untuk itu, kata dia, kita harus hati-hati, dan harus memahami dengan baik ketika menggunakan sebuah teknologi.

“Kembali dengan nomor satu selaraskan dengan budaya kita. Jangan sampai kita melakukan suatu kebohongan atau suatu tindakan yang tidak baik, yang secara sosial atau sesuai agama dilarang, tetapi kita secara tidak sadar,” ujarnya.

3. Selalu waspada dan berhati-hati dalam interaksi di dunia maya.

Menurut Anton, kita harus selalu waspada dan berhati-hati karena banyak penjahat juga berseliweran di dunia siber.

“Jangan mudah percaya apalagi mengumbar data pribadi kita,” ujar dia.

4. Kembangkan kemampuan literasi digital.

Ini terkait disinformasi yang sering sekali terjadi ketika mendapatkan sebuah berita lalu tidak dipikirkan terlebih dahulu sebelum dibagikan. Untuk itu, menurut Anton, perlu mengembangkan kemampuan literasi digital.

“Pikirkan dulu jangan langsung di-share dan membuat keributan dan kegaduhan. Pikirkan dulu, pelajari bahkan kejadian yang fakta jelas pun belum tentu baik untuk kita share misalkan kecelakaan lalu lintas, sering kita lihat, karena ponsel sudah dimana-mana, kamera sudah bisa merekam, kemudian mereka merekam kejahatan lalu lintas dan membagikannya. Kalau ke Eropa, hati-hati kita melakukan rekaman terhadap kecelakaan kemudian sharing, kita bisa didenda. Suatu fakta yang terjadi pun belum tentu baik kita share maka kita harus kembangkan literasi digital,” kata dia.

5. Bangun tata kelola keamanan informasi yang baik.
 Menurut Anton, membangun tata kelola keamanan informasi yang baik bisa dimulai dari diri kita atau mulai dari lingkungan keluarga kita.

“Bagaimana kita misalkan di WhatsApp, banyak sekali yang tanya pak Anton WhatsApp saya di-hack nih, iya karena bapak ibu sekalian tidak [mengaktifkan yang mana] sebetulnya di WhatsApp [ada cara] supaya menyulitkan penjahat untuk meretas [akun WhatsApp] yaitu autentikasi dua faktor, tapi banyak sekali tidak memahami dan tidak mengaktifkannya. Padahal mengaktifkannya tinggal beberapa klik saja.” kata Anton.[]

Editor: Yuswardi A. Suud