IBM Indonesia: Manajemen Krisis dan Cybersecurity di Indonesia Masih Tertinggal
Cyberthreat.id – Head of Big Data dan Analytic Service Line IBM Indonesia, Dedi Iswanto, mengatakan, saat ini pemerintah Indonesia masih tertinggal terkait dengan kesiapan manajemen krisis dan keamanan siber dalam perlindungan data penduduk (dalam hal data pengguna platform daring).
Ia mengusulkan, jika pemerintah ingin memiliki kedaulatan data, institusi-institusi publiknya harus siap dari sisi infrastruktur keamanan siber.
“Dari sisi pemerintah memang, mohon maaf, memang masih banyak yang tertinggal,” ujar Dedi dalam seminar bertajuk “Kedaulatan “Data, Data Indonesia: Dari, Oleh, dan Untuk?” yang digelar Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), Jumat (4 September 2020).
Hal itu berbeda, kata dia, jika melihat persiapan pengamanan yang diterapkan di kalangan pelaku bisnis. Persiapan kalangan bisnis memang bervariasi bergantung pada kasus per kasus.
Ia berharap para pemegang dan pengelola data harus memiliki pandangan bahwa data adalah penting. Sebab, ia masih melihat di sebagian kalangan bahwa data hanya dianggap sebagai pelengkap.
Pandangan pesimistis juga disampaikan oleh Ketua APJII Jamalul Izza terkait pengamanan data pengguna di Indonesia. Ia mengatakan, teknologi pengamanan data di Indonesia belum berkembang.
Teknologi yang dimaksud Jamalul itu menyangkut tata kelola akses data, manajemen hak subjek data, solusi manajemen privasi data, klasifikasi data, dan penemuan pemetaan aliran data.
Data di luar negeri
Dalam kesempatan itu, Jamalul juga menyinggung terkait data pengguna platform daring Indonesia yang disimpan di luar negeri. Data tersebut dimiliki dan dimanfaatkan secara ekonomi oleh asing tanpa ada keuntungan bagi kepentingan bangsa Indonesia.
Maka, menurut dia, dalam Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi, menyangkut transfer data ke luar negeri harus diatur dan dimiliki oleh orang Indonesia.
“Banyak sekali data mengenai masyarakat Indonesia di simpan di luar negeri,” kata dia yang juga menambahkan bahwa keberadaan pusat data di Indonesia saat ini sebetulnya telah mampu untuk mengelola data pengguna lokal.
Sementara, Ketua Indonesia Data Center Provider Organization (IDPRO), Hendra Suryakusuma, termasuk yang mendukung pusat data berada di wilayah Indonesia dengan alasan untuk memudahkan kerja penegak hukum jika terjadi pelanggaran data.
“Kalau data center-nya tidak di Indonesia, akan menyulitkan penegak hukum di Indonesia untuk melakukan investigasi,” kata dia.[]
Redaktur: Ando Nugroho