Jelang Pilpres AS, Facebook dan Twitter Hapus Kampanye Troll Jaringan Rusia

FBI menuding sejumlah akun dan halaman di Facebook dipakai untuk memproduksi konten-konten provokatif untuk memicu perselisihan di seputar Pemilu AS 2020. | Foto: Unsplash

 Cyberthreat.id – Facebook Inc menghapus jaringan 13  akun dan dua halaman di platform sosialnya sebagai pabrik “troll”, memproduksi konten-konten yang bersifat provokatif dengan tujuan memicu perselisihan politik terkait Pemilu Amerika Serikat.

Kepala Kebijakan Keamanan Facebook, Nathaniel Gleicher, mengatakan, penyelidikan atas operasi kelompok Rusia itu berawal dari saran FBI. Kelompok tersebut disebut-sebut berkaitan denga Badan Riset Internet (IRA) di Rusia.

“Jaringan tersebut sedang tahap awal membangun audiens,” kata Gleicher seperti dikutip dari SecurityWeek, diakses Rabu (2 September 2020).

"Mereka berupaya menciptakan persona fiktif yang rumit, membuat akun palsu untuk terlihat senyata mungkin," kata Gleicher.

Kelompok tersebut merekrut para jurnalis lepas untuk mengunggah konten dalam bahasa Inggris dan Arab, terutama menargetkan audiens berhaluan kiri.

Menurut Gleicher, aktivitas mereka difokuskan di AS, Inggris, Aljazair, dan Mesir serta negara berbahasa Inggris di Timur Tengah dan Afrika Utara, tulis APNews.

Ia juga mengatakan orang-orang di belakang jaringan mengunggah tentang peristiwa global mulai dari keadilan rasial di AS dan Inggris, NATO, konspirasi QAnon, kampanye kepresidenan Presiden Donald Trump dan Joe Biden.

Mereka menghabiskan sekitar US$ 480 untuk beriklan di Facebook, terutama dalam dolar AS. Namun, Facebook mengatakan iklan tersebut kurang dari US$ 2 khusus yang menargetkan AS.

Unggahan-unggahan mereka mengarahkan orang-orang ke situs web bernama PeaceData yang mengklaim sebagai organisasi berita global. Menurut laporan perusahaan riset Graphika, PeaceData mengambil sikap sayap kiri, menentang apa yang digambarkannya sebagai imperialisme Barat dan ekses kapitalisme.

FBI mengatakan dalam sebuah pernyataan pada Selasa kemarin, bahwa mereka memberikan informasi ke Facebook "untuk lebih melindungi dari ancaman terhadap keamanan negara dan proses demokrasi."

Secara terpisah, Twitter juga memblokir lima akun terkait jaringan Rusia yang membuat pabrik “troll”. Twitter mengatakan, tweet-tweet dari akun-akun terkait Rusia itu berisi spam.

Akun tersebut tampaknya terkait dengan situs web PeaceData dan mendapatkan sedikit daya tarik di Twitter sebelum dihapus, menurut perusahaan.

Di sisi lain, perusahaan juga berencana menambahkan konteks ke bagian trending topick agar tidak disalahgunakan. Sebab, topik terpopuler dapat digunakan untuk menyebarkan informasi yang salah.

Twitter menggunakan algoritma dan karyawan untuk menentukan topik apa yang sedang tren.

Dalam beberapa pekan ke depan, kata Twitter, pengguna di AS, Inggris, Brasil, India, dan beberapa negara lain akan melihat deskripsi singkat ditambahkan ke beberapa tren untuk menambahkan konteks.[]