JUBIR MAHKAMAH AGUNG - HAKIM AGUNG ANDI SAMSAN NGANRO

Bantuan Alat Sidang Virtual dari Australia, MA: Sejauh Ini Tak Ada Masalah

Juru bicara Mahkamah Agung Andi Samsan Nganro | Foto: Arsip pribadi

Cyberthreat.id – Mahkamah Agung Indonesia mendapatkan bantuan dari Departemen Dalam Negeri Australia sebanyak 19 set peralatan ke pengadilan pidana Indonesia untuk proses persidangan virtual selama pandemi Covid-19.

Bantuan itu bagian dari proyek percontohan yang dipimpin oleh Mahkamah Agung untuk uji coba penggunaan teknologi ruang sidang seluler di sejumlah pengadilan dari Jakarta Utara hingga Bandung.

“Teknologi ini akan meningkatkan kapasitas pengadilan Indonesia untuk terus mendengarkan pengadilan terorisme dan kejahatan transnasional yang penting, meskipun ada gangguan yang disebabkan oleh Covid-19,” ujar Duta Besar Australia untuk Indonesia, Gary Quinlan pada akhir Juni lalu.

Menurut Gary, proyek percontohan itu akan memberikan pilihan untuk masa depan yang sedang dipertimbangkan oleh Mahkamah Agung untuk memperluas penggunaan teknologi seluler di ruang pengadilan di seluruh Indonesia.

Untuk mengetahui lebih lanjut tentang bantuan tersebut, wartawan Cyberthreat.id Tenri Gobel meminta penjelasan kepada juru bicara MA, Hakim Agung Andi Samsan Nganro. Pertanyaan yang diajukan kepada dirinya beberapa hari lalu, baru dijawab pada Rabu (26 Agustus 2020).

Bantuan 19 peralatan dari Australia terdiri atas apa saja? Perangkat keras dan pembelian lisensi aplikasi video conference untuk satu tahun.

Andi mengatakan, ke-19 peralatan tersebut kini telah dialokasikan ke sejumlah pengadilan, antara lain Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, PN Jakarta Utara, PN Jakarta Barat,PN Jakarta Selatan, PN Jakarta Timur, PN Cibinong, PN Bekasi, PN Tangerang, PN Depok, dan PN Bandung.

Peralatan itu dapat dipindahkan dari satu ruang ke ruang sidang lain. Apakah fleksibilitas alat ini membantu sidang virtual?

Benar. Perangkat yang dihibahkan adalah perangkat portable.

Sangat membantu karena satu pengadilan bisa memiliki lebih dari lima ruang sidang, sedangkan ketersediaan perangkat sidang elektronik terbatas. Ini akan sangat membantu bila perangkat tersebut dapat dipindah-pindahkan di antara ruang sidang.

Apakah peralatan itu telah diaudit atau diasesmen oleh Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) atau langsung dipasang saja?

Tidak perlu asesmen. Karena semua perangkat adalah dapat diperoleh bebas dan legal di pasar domestik dan dipilih berdasarkan penawaran terbaik yang diajukan vendor, berdasarkan spesifikasi yang disusun oleh tim internal Mahkamah Agung.

Jika tidak diasesmen BSSN, apakah boleh langsung memasang peralatan seperti itu?

Sejauh ini tidak ada masalah. Sekali lagi perangkat yang dipergunakan adalah perangkat yang telah memenuhi prosedur dan ketentuan yang berlaku untuk bisa diperjualbelikan di pasar Indonesia, seperti halnya perangkat komputasi pada umumnya.

Siapa yang mengoperasikan dan pemeliharaan terhadap peralatan yang diberikan?

Operasi dilakukan oleh petugas pengadilan sendiri. Perawatan selama setahun ke depan berdasarkan garansi dan after sales service yang diberikan penjual.

Dalam satu ruang sidang ada berapa orang yang mengoperasikan teknologi itu?

Cukup dioperasikan oleh panitera.

Bagaimana hasil uji coba teknologi itu?

Kami akan adakan monitoring dan evaluasi 3-6 bulan setelah penggunaan tersebut. Saat ini belum ada keluhan.

Setelah uji coba alat ini, apakah MA akan memakai seterusnya dan diperluas di seluruh Indonesia?

Rencananya begitu apabila terbukti berdaya guna dan berhasil guna.

Bagaimana MA memandang persidangan virtual? Apakah efektif atau bagaimana?

Sangat membantu dalam memberikan layanan publik di masa pandemi (Covid-19), di mana orang perlu didorong untuk membatasi kegiatan di luar rumah dan di tempat umum.[]

Redaktur: Andi Nugroho