Situs MA Ungkap Data Pribadi, Elsam: Aturannya Belum Ada, Perlu Ditata Ulang

Deputi Direktur Elsam Wahyudi Djafar | Foto: Cyberthreat.id

Cyberthreat.id - Deputi Direktur Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat atau ELSAM, Wahyudi Djafar, menilai pengungkapan data pribadi para pihak dalam perkara perceraian di situs Mahkamah Agung terjadi lantaran belum ada aturan yang secara tegas memuat daftar data sensitif yang tidak boleh diungkap ke publik.

"Karena itu, nantinya aturan mainnya perlu ditata ulang setelah Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi disahkan," kata Wahyudi Djafar menjawab Cyberthreat.id, Senin (17 Agustus 2020).

Menurut Wahyudi, dalam konteks memastikan kemandirian yudisial, memang ada beberapa pengeculian yang bisa dipublikasikan. Namun, kata dia, seharusnya dalam kasus-kasus tertentu ada pengeculian.

Wahyudi merujuk pada aturan EU Direktif Nomor 680 tahun 2016 yang berlaku di Uni Eropa. Aturan ini melindungi hak asasi warga negara anggota Uni Eropa untuk perlindungan data setiap kali data pribadinya digunakan oleh otoritas penegak hukum pidana.

Direktif ini melindungi individu ketika data pribadi mereka diproses oleh pihak berwenang untuk tujuan pencegahan, penyelidikan, deteksi atau penuntutan pelanggaran pidana atau untuk eksekusi hukuman pidana.

"Nah, di kita, yang terkait dalam perlindungan data pribadi dalam penegakan hukum itu tidak ada. Karenanya, harus ada penataan ulang publikasi-publikasi yang terkait dengan putusan pengadilan yang di dalamnya memuat data pribadi seseorang," tambah Wahyudi.

Menurut Wahyudi, Indonesia perlu melindungi data pribadi warga negaranya yang merupakan hak asasi seseorang.

Untuk teknisnya, kata dia, setelah Undang-undang Perlindungan Data Pribadi disahkan, otoritas perlindungan data pribadi bisa membahas tata kelola informasi yang dikecualikan untuk dipublikasi bersama Mahkamah Agung.

Menurut Wahyudi, pengaturan batas-batas tertentu informasi yang dikecualikan termasuk dalam penggunaan right to be forgotten atau hak untuk dilupakan.

"Jika suatu waktu Anda terganggu dengan informasi yang dipublikasikan bahwa Anda telah bercerai, maka Anda dapat menggunakan right to be forgotten tersebut," ujarnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, penelusuran secara acak oleh Cyberthreat.id menemukan situs Mahkamah Agung mempublikasikan secara terbuka dan dapat diakses oleh publik putusan kasus perceraian lengkap dengan data pribadi seperti nama, nomor KTP, nomor Kartu Keluarga, nama lengkap anak, dan riwayat perkawinan hingga kronologis lengkap perceraian. Publik juga dapat mengunduh putusan pengadilan yang disediakan dalam verzi Zip dan dokumen PDF. (Baca: Situs Mahkamah Agung Ungkap Data Pribadi Sebagian Kasus Perceraian).

Namun, ditemukan pula putusan yang diunggah di situs Mahkamah Agung yang data pribadinya dilindungi.

Sebagai contoh, putusan Mahkamah Syariah Banda Aceh nomor 236/Pdt.G/2020/MS.Bna diunggah di direktori putusan Mahkamah Agung secara lengkap tanpa melindungi data pribadi para pihak terkait (putusan itu dapat diakses secara publik di tautan ini).

Hal serupa juga terjadi dalam putusan Mahkamah Syariah Bireuen Nomor 0344/Pdt.G/2018/MS.Bir (link tautan ).

Putusan Mahkamah Syariah Aceh Nomor 32/Pdt.G/2019/MS.Aceh data pribadi para pihak juga dibiarkan dapat diakses tanpa dilindungi.

Sementara pada putusan Pengadilan Agama Sleman nomor 1404/Pdt.G/2016/PA.Smn  yang juga diunggah di Direktori Putusan Mahkamah Agung, data pribadi para pihak yang terlibat dilindungi dengan kode "xxx". (klik di tautan ini

Tidak diketahui pasti mengapa sebagian data pribadi itu dilindungi dan sebagian lainnya tidak. Cyberthreat.id masih berupaya mendapatkan konfirmasi dari Mahkamah Agung terkait hal ini.

Data pribadi yang terpublikasi secara lengkap seperti itu rawan disalahgunakan. Bahkan, peretas biasanya memakai informasi pribadi seperti itu untuk melakukan penipuan (phishing email) dan kejahatan potensial dunia maya lainnya

Aturan Informasi yang Dikecualikan
Penelusuran Cyberthreat.id, Mahkamah Agung sendiri sebenarnya pernah membuat aturan tentang informasi yang dikecualikan. Ini tercantum dalam Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor: 1-144/KMA/SK/I/2011 tanggal 5 Januari 2011 tentang Pedoman Pelayanan Informasi di Pengadilan.

Pada Lampiran I SK itu, khususnya pada poin II.D butir (g) disebutkan,"Informasi yang dapat mengungkap mengungkap identitas pihak-pihak tertentu dalam putusan atau penetapan hakim dalam perkara-perkara tertentu sebagaimana dimaksud dalam bagian VI butir 1 Pedoman ini."

Disebutkan pula,"pengecualian terhadap sebagian informasi dalam suatu salinan informasi tidak dapat dijadikan alasan untuk mengecualikan akses publik terhadap keseluruhan salinan informasi tersebut."

Pada bagian VI, diatur "Prosedur Pengaburan Sebagian Informasi Tertentu dalam Informasi yang Wajib Diumumkan dann Informasi yang dapat Diakses Publik."

Disebutkan, sebelum memberikan salinan informasi kepada Pemohon atau memasukkannya dalam situs,"Petugas informasi wajib mengaburkan informasi yang dapat mengungkap identitas pihak-pihak dalam putusan atau penetapan hakim dalam perkara sebagai berikut:

a. Mengaburkan nomor perkara dan identitas saksi korban dalam perkara tidak kesusilaan, tindak pidana yang berhubungan dengan kekerasan dalam rumah tangga, tindak pidana yang menurut undang-undang perlindungan saksi harus dilindungi.

b. Mengaburkan nomor perkara, identitas para pihak yang berperkara, saksi dan pihak terkait dalam perkara:
1. Perkawinan dan perkara lain yang timbul akibat sengketa perkawinan
2. Pengangkatan anak
3. Wasiat, dan
4. Perdata, perdata agama, dan tata usaha negara yang menurut hukum persidangannya dilakukan secara tertutup

Dijelaskan pula, informasi yag harus dikaburkan dalam perkara itu meliputi: nama dan nama alias, pekerjaan, tempat bekerja dan identitas kepegawaian yang bersangkutan, serta sekolah atau lembaga pendidikan yang diikuti.

Aturan itu juga merinci cara pengaburan informasi yang dikecualikan. Misalnya: nama Mulyadi diganti menjadi Terdakwa saja. Atau "Sobirin yang merupakan anak ketiga dari pasangan yang bercerai menjadi "Anak III Penggugat dan Tergugat."

Hanya saja, meskipun aturan itu telah dibuat sejak 2011, dalam prakteknya pengungkapan data pribadi para pihak dalam kasus perceraian masih terjadi.[]