Facebook Hapus 22,5 Juta Postingan Kebencian dan 1,5 Miliar Akun Palsu

Ilustrasi

Cyberthreat.id - Facebook menghapus 22,5 juta postingan ujaran kebencian pada kuartal kedua tahun ini (April-Juni 2020). Jumlah postingan ini meningkat signifikan dibandingkan kuartal pertama 2020 sebanyak 9,6 juta postingan.

Facebook juga menghapus 1,5 miliar akun palsu sepanjang kuartal kedua 2020. Jumlah itu menurun 200 juta akun palsu karena selama kuartal pertama 2020 Facebook menghapus sebanyak 1,7 miliar akun palsu.

Perusahaan yang bermarkas di Menlo Park, California, ini memuji peningkatan penghapusan tersebut karena membuktikan fungsi teknologi deteksi sebagaimana pernah diungkapkan di Laporan Penegakan Standar Komunitas (Community Standards Enforcement Report).

Selain itu, kemampuan Facebook mengidentifikasi konten kebencian sebelum pengguna mencapainya juga meningkat menjadi 94,5 persen. Angka ini mengalami kenaikan naik cukup bagus karena di kuartal pertama 2020 kemampuan platform raksasa ini mengindentifikasi ujaran kebencian berada di bawah angka 89 persen.

Di Instagram, Facebook menghapus 3,3 juta konten kebencian selama kuartal kedua 2020. Jumlahnya juga naik signifikan dari 808 ribu postingan ujaran kebencian di kuartal pertama periode Januari-Maret.

Salah satu alasan meningkatnya postingan ujaran kebencian karena tekanan terhadap perusahaan juga meningkat. Facebook kerap dianggap lalai menangani konten kebencian di platform-nya.

Awal tahun ini beberapa kelompok hak-hak sipil masyarakat di AS meluncurkan kampanye boikot iklan yang disebut "Hentikan Kebencian untuk Keuntungan" atau dikenal juga "Stop Hate for Profit". Kampanye ini meminta perusahaan atau organisasi bisnis untuk menarik iklan dari Facebook selama bulan Juli sampai perusahaan mengambil tindakan tegas untuk masalah tersebut.

Ratusan bisnis dan perusahaan bergabung dengan kampanye Stop Hate for Profit. Bahkan banyak perusahaan yang memperpanjang kampanye setelah bulan Juli.

Masih di bulan Juli, Facebook juga merilis audit independen yang ternyata mengecam kemajuan platform tersebut dalam penanganan masalah hak-hak sipil, sementara penanganan Facebook terhadap postingan Presiden AS Donald Trump dinilai berbeda dan telah dikritik secara khusus oleh sejumlah pihak.

Bos Facebook, Mark Zuckerberg, telah mengutarakan pendiriannya bahwa platform teknologi tidak boleh menjadi penengah kebenaran. Pandangan Zuckerberg dinilai banyak pihak sebagai "cuci tangan" atau "lepas tangan" terhadap konten politik yang beredar di platform-nya yang mendatangkan banyak uang.

Zuckerberg dikritik, baik secara internal maupun eksternal. Ia seolah mendukung postingan provokasi yang kerap dilontarkan Presiden Trump. Misalnya saat Trump memposting terkait protes di Minneapolis atas pembunuhan polisi terhadap George Floyd. Pada waktu itu Trump mengatakan di akunnya, "ketika penjarahan menyeruak, penembakan dimulai," ujar Trump. []