Digitalisasi Indonesia Peringkat Tujuh di Asean: Kalah dari Malaysia, Brunei, dan Vietnam

Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Keuangan Hadiyanto

Cyberthreat.id - Digitalisasi yang terjadi di Indonesia ternyata masih sangat tertinggal di kawasan Asean. Hal ini diungkapkan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Hadiyanto, yang mengatakan posisi digitalisasi pemerintah Indonesia berdasarkan e-Government Development Index berada di peringkat tujuh dari 11 negara Asean.

"Di Asean ini kita posisi di bawah enam negara lainnya. Jadi kita hanya lebih baik dari Laos, Kamboja, Myanmar, dan Timor Leste. Bisa kita bayangkan di posisi ini saja Indonesia sebagai anggota G-20 digitalisasi atau e-government kalah dari Malaysia, Brunei, Filipina, bahkan Vietnam," kata Hadiyanto dalam diskusi daring yang digelar Kemenkeu, Rabu (12 Agustus 2020).

Untuk posisi global, peringkat digitalisasi Indonesia berada di posisi 88 dari 193 negara. Peringkat itu berdasarkan survei PBB sehingga transformasi digital adalah pekerjaan rumah bagi Indonesia terutama di Kementerian dan Lembaga (K/L) penting seperti Kemenkeu dan seterusnya.

Transformasi digital adalah pekerjaan terus menerus yang perlu di dorong agar mengakselerasi berbagai pelaksanaan tugas fungsi di masing-masing kementerian/lembaga. Di Kemenkeu, proses transformasi digital sudah berlangsung sejak delapan tahun terakhir.

"Persiapan ekosistem digital telah disiapkan sejak 2012 dengan kerangka Integrated Financial Management Information System (IFMIS) dan itu terus dilakukan penyesuaian," ujar Hadiyanto.

Urgensi perlunya Kemenkeu melakukan transformasi digital karena secara internal pegawai (SDM) Kemenkeu juga banyak kaum milenial yang merupakan kelompok penggila teknologi yang cukup tinggi. 

Hadiyanto pun memaparkan beberapa contoh aplikasi yang telah ada di Kemenkeu, salah satunya e-Kemenkeu untuk karyawan melakukan pekerjaan. E-kemenkeu merupakan sistem digitalisasi kegiatan organisasi yang bersifat umum (kepegawaian) dan kolaborasi/komunikasi (persuratan,e-mail, chatting, video conference) yang digunakan oleh seluruh pegawai.

"Ada juga fitur presensi online dengan geotagging (versi Mobile), pelaporan tugas harian dan pengukuran beban kerja melalui fitur MyTask, serta piloting fitur kolaborasi," jelas Hadiyanto.

Selain e-Kemenkeu, ada beberapa contoh aplikasi untuk pemerintah ke pekerja, ke pemerintahan, ke masyarakat, hingga ke bisnis. Misalnya Kemenkeu Learning Center, Whistleblowing System, Satu Anggaran, SAKTI, SIMAN, Government Platform, SIKRI, OM SPAN, SLDK, MPN G3, Core Tax, CEISA 4.0, Simponi, e-Auction, e-Billing System, dan Sistem Informasi Kredit Program UMi. 

Transformasi digital juga membuat sistem di Kemenkeu yang tadinya memerlukan kertas menjadi eco friendly karena bisa dilakukan dengan memanfaatkan digitalisasi.

"Ini harus menjadi budaya baru untuk kita semua."

Sejauh ini tantangan digitalisasi di Kemenkeu adalah interkoneksi tata naskah dinas lintas instansi (K/L, pemerintah provinsi/kabupaten/kota) serta masih terdapat keraguan aspek hukum atas legalisasi tanda tangan digital (digital signature). [] 

Redaktur: Arif Rahman