Setelah 15 Agustus, Layanan 4G Dibuka Sebagian di Kashmir dan Jammu

Kondisi di Srinagar di Kashmir beberapa hari setelah pencabutan status negara bagian pada awal Agustus 2019.. | Foto: AP/Dawn.com

Cyberthreat.id – Layanan internet seluler 4G di wilayah Jammu dan Kashmir masih diblokir oleh pemerintah India sejak 5 Agustus 2019. Pemblokiran ini bersamaan dengan dicabutnya status khusus negara bagian itu oleh pemerintah India.

Pada Maret lalu sebagian wilayah Kashmir memang telah diberi akses internet. Sayangnya, akses itu juga dibatasi hingga 17 Maret dan tidak semua situs web bisa dibuka.

Terbaru, pemerintah India sedang mempertimbangkan untuk membuka akses layanan 4G , tapi masih tahap percobaan di kedua wilayah tersebut, menurut India Today, Selasa (11 Agustus 2020).

“Akses jaringan 4G akan diberikan satu distrik di Jammu dan satu distrik lagi di Kashmir. Pelonggaran akses ini akan berlaku setelah 15 Agustus 2020,” India Today menambahkan.

Menurut pemerintah, pembukaan internet tidak akan dilakukan di daerah perbatasan internasional (Line of Control). Pemulihan internet 4G hanya akan dilakukan di wilayah yang aktivitas terorisnya kecil.

"Sudah disampaikan bahwa panitia khusus mengadakan pertemuan ketiga pada 10 Agustus dan berkonsultasi dengan instansi lokal di Jammu dan Kashmir,” kata Jaksa Agung India KK Venugopal dalam sebuah pernyataan di depan Mahkamah Agung India.

“Berbagai opsi sedang dipertimbangkan dengan memperhatikan keamanan perbatasan. Pansus berpandangan bahwa persepsi ancaman di Jammu dan Kashmir masih tinggi. Namun, pembatasan internet tidak menghalangi perawatan pasien Covid-19, pendidikan atau bisnis.”

Melihat kondisi keamanan saat ini di kedua wilayah, menurut dia, belum kondusif untuk memulihkan akses internet berkecepatan tinggi ke ponsel.

Jumat pekan lalu, Mahkamah Agung India meminta administrasi Jammu dan Kashmir untuk menjajaki kemungkinan memulihkan layanan 4G di daerah tertentu.

Pengumuman itu muncul beberapa bulan setelah petisi penghinaan diajukan oleh Foundation for Media Professionals (FMP) pada 31 Maret 2020, dengan alasan bahwa koneksi internet yang lambat di Jammu dan Kashmir menghambat upaya petugas medis selama krisis Covid-19, dan melanggar hak dasar atas perawatan kesehatan, pendidikan, dan mata pencaharian.

Sebelumnya, sejak awal Agustus 2019, pemerintah India di New Delhi memadamkan total komunikasi internet dan telepon menyusul kericuhan atas pencabutan status otonomi di Jammu dan Kashmir.

Sejak itu orang-orang di dua wilayah itu memakai layanan jaringan privat virtual (VPN) untuk bisa mengakses medsos dan internet. Penggunaan VPN sendiri termasuk perbuatan yang dilarang dan bisa terkena hukuman.

Pemadaman internet tersebut termasuk terbesar sepanjang sejarah. India pun dikecam masyarakat internasional, terutama dari para aktivis hak asasi manusia di seluruh dunia, bahkan oleh Parlemen AS.

Kashmir yang dihuni lebih dari tujuh juta orang menghadapi banyak tantangan ketika tanpa akses ke internet. Kamar Dagang dan Industri Kashmir mengatakan, sedikitnya 150.000 pekerjaan hilang.

Pada Januaru 2020, Pengadilan Tinggi India memutuskan, langkah pemerintah Perdana Menteri Narendra Modi atas pemadaman komunikasi itu sebagai penyalahgunaan kekuasaan.

Setelah putusan itu, India membuka akses ke sekitar 300 situs web, tapi tidak termasuk layanan media sosial, dan membatasi kecepatan data seluler pada level 2G.[]