Polisi Siapkan Ahli Bahasa dan TI Terkait Dugaan Hoaks Obat Covid-19

Musisi Anji | Foto: Arsip Pribadi/Instagram/duniamanji

Cyberthreat.id - Polda Metro Jaya berencana mengundang ahli bahasa dan teknologi informasi (TI) terkait kasus video YouTube musisi Erdian Aji Prihartanto alias Anji dan Hadi Pranoto yang dilaporkan oleh Cyber Indonesia terkait dugaan penyebaran berita bohong (hoaks) obat Covid-19.

Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Yusri Yunus, menjelaskan pemanggilan ahli bahasa untuk menjelaskan keterangannya terkait isi wawancara yang dilakukan Anji dan Hadi Pranoto.

“Itu kan wawancara ya, untuk bahasanya kan harus panggil ahli bahasa, kata per kata, ya,” ujar Yusri saat dihubungi Cyberthreat.id Rabu (5 Agustus 2020).

Ia juga menjelaskan, pada Selasa (4 Agustus) malam telah meminta klarifikasi dari pelapor. “Ini masih penyelidikan, masih kita klarifikasi dulu pelapor, bukti-bukti, tadi malam,” kata dia.

Setelah selesai memeriksa pelapor, saksi-saksi serta ahli bahasa dan IT, kata Yusri, Polda Metro Jaya baru akan melakukan gelar perkara.

Seperti diberitakan sebelumnya, Cyber Indonesia, lembaga swadaya masyarakat, melaporkan musisi Erdian Aji Prihartanto alias Anji ke Polda Metro Jaya terkait dugaan penyebaran berita bohong (hoaks) obat COVID-19 melalui kanal YouTube dunia Manji.

"Kami datang untuk melapor ke kepolisian di SPKT Polda Metro Jaya berkaitan dengan dugaan tindak pidana menyebarkan berita bohong oleh channel Youtube milik Anji," kata Ketua Umum Cyber Indonesia, Muannas Alaidid di Polda Metro Jaya, Senin (3 Agustus 2020) seperti dikutip dari Antaranews.com.

Selain Anji, Cyber Indonesia juga melaporkan Hadi Pranoto yang mengklaim sebagai pembuat herbal antibodi COVID-19. Hadi adalah seseorang yang diwawancara Anji di YouTube dunia manji.

"Dua-duanya (kita laporkan). Pertama Anji, karena sebagai pemilik akun yang menyebarkan dan Hadi Pranoto yang menyatakan berita bohong itu," ujar Muannas.

Muannas menjelaskan konten yang ditayangkan di YouTube Anji pada Sabtu (1 Agustus 2020) dengan judul “BISA KEMBALI NORMAL? OBAT COVID 19 SUDAH DITEMUKAN!! (Part 1)” telah memicu polemik di tengah masyarakat. Namun, pada Minggu (2 Agustus) video tersebut hilang di YouTube.

Muannas menilai klaim Hadi Pranoto yang dihadirkan dalam konten mendapat banyak tentangan oleh akademisi, ilmuwan, Ikatan dokter Indonesia (IDI), Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto, influencer, dan masyarakat luas.

Dia juga membahas pernyataan Hadi yang dinilai menuai polemik. Pertama, soal tes cepat dan dan tes usap COVID-19. Hadi mengaku memiliki metode uji yang jauh lebih efektif dengan harga Rp10.000 hingga Rp20.000 menggunakan teknologi digital.

Muannas menilai pernyataan Hadi berpotensi menimbulkan anggapan bahwa ada pihak yang mengambil keuntungan dari tes cepat dan tes usap tersebut.

"Itu menyebabkan berita bohong dan menimbulkan kegaduhan, polemik dari berbagai kalangan. Nah itu yang saya kira profesor Hadi Pranoto itu dapat diminta pertanggungjawaban berdasarkan Pasal 14, Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang larangan berita bohong," ujar Muannas.

Muannas mengatakan Anji bisa saja dijerat dengan Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) lantaran konten YouTube-nya diduga mengandung berita bohong.

Muannas menyebut klaim Hadi soal penemuan obat COVID-19 kontraproduktif dengan upaya pemerintah untuk menekan pandemi COVID-19 di Tanah Air.

"Jangan sampai masyarakat percaya bahwa obatnya sudah dianggap ketemu, kemudian orang tidak menggunakan masker, tidak physical distancing atau tidak mengikuti proses. Sementara pemerintah berjuang habis-habisan untuk menurunkan curva covid-19 yang semakin menimbulkan banyak korban," tutur dia.

Dalam laporan tersebut, Cyber Indonesia menyertakan barang bukti berupa transkrip percakapan wawancara Anji dengan Hadi Pranoto, tangkap layar wawancara di YouTube dan satu buah flashdisk berisi video.

Laporan Muannas telah diterima oleh Polda Metro Jaya dengan nomor LP/4538/VIII/YAN.2.5/2020/SPKT PMJ, tanggal 3 Agustus 2020, adapun pasal yang dipersangkakan adalah Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) Jo Pasal 45a Undang-Undang RI Nomor 19 tahun 2016 dan atau Pasal 14 dan Pasal 15 Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.[]