Terlalu Sering Baca Medsos, Awas Gejala Doomsurfing!

Media sosial | Foto: Freepik.com

Cyberthreat.id – Seberapa sering Anda menggunakan media sosial? Informasi apa yang Anda cari?

Selama pandemi Covid 19 ini, orang-orang dipaksa untuk bekerja dan belajar dari rumah. Dan, internet—terutama media sosial—menjadi pelarian untuk menghilangkan bosan, mulai dari menonton film, membaca berita, dan mengakses media sosial.

Jika Anda merasa marah dan emosi atau kesal ketika membuka internet (medsos), tapi Anda ternyata tak juga berhenti dan terus membaca, jangan-jangan Anda terjangkit doomsurfing atau doomscrolling.

Menurut kamus daring Merriam-Webster, istilah keduanya merujuk pada kecenderungan untuk terus menelusuri informasi buruk, menyedihkan, dan mengecewakan hingga membuat seseorang merasa depresi.

Aktivitas doomsurfing menjadi sebuah zeitgeist—penanda zaman—kolektif generasi sekarang. The New York Times memasukkan aktivitas tersebut sebagai kategori masochistic exercise (menyakiti diri).

Profesor perkembangan anak di University of Minnesota, Ann Masten, mengatakan sangat penting untuk mengatur akses informasi dan berita yang penuh tekanan karena bisa menimbulkan trauma, terutama terkait Covid-19.

Selain itu sangat penting untuk melakukan kontrol diri dan menentukan kapan waktu yang tepat untuk mengakses berita dan medsos, kata Masten seperti dikutip dari The Verge.

Sementara, pakar psikoanalis Babita Spinelli, mengatakan saat ini banyak orang beralih ke medsos untuk mendapatkan informasi selama pandemi ini.

Menurut Spinelli, ada dua alasan mengapa doomsurfing meningkat selama pandemi. Pertama, karena orang-orang ingin tetap up-to-date dengan berita Covid-19 , dan kedua, orang-orang ingin tetap terhubung dengan teman dan keluarga selama karantina.

"Ketidakpastian di dunia dan berita dari menit ke menit telah menciptakan ketakutan akan kehilangan," ujar Spinelli.

Spinelli mengungkapkan, saat ini banyak orang beralih ke berita, bukan untuk mendapatkan informasi tentang apa yang terjadi, melainkan karena informasi tidak selalu diberikan secara keseluruhan dan tanpa jawaban yang jelas. Sehingga mereka akhirnya merasa frustrasi, takut, tidak berdaya atau marah.

Bahkan, dalam beberapa kasus yang ekstrem, doomscrolling dapat menciptakan gejala yang mirip dengan gangguan stres pasca-trauma (PTSD).

"Dari pandangan saya, ini dapat merusak kesehatan mental jika terus dilakukan sehari-hari," ujar dia.

Di lain hal, doomsurfing juga menjadi racun (toxic) bagi diri dan bisa menyebabkan meningkatnya perasaan seperti mudah tersinggung, cemas, dan sedih. Dalam jangka panjang, efek doomsurfing dapat menumbuhkan kecemasan kronis, depresi, stres, dan pesimisme.

Lalu, bagaimana cara untuk menghindari doomsurfing?

  • Jangan mengecek medsos secara terus menerus. Sebaiknya, membaca buletin, majalah, atau surat kabar. Selain itu tentukan waktu kapan harus mengakses media sosial, misalnya setiap 5 jam sekali.
  • Agar mendapat informasi lengkap tentang masalah saat ini, sangat disarankan untuk berpartisipasi dalam rapat dan diskusi yang diselenggarakan secara virtual. atau diskusi dengan teman yang memiliki pikiran yang sama.
  • Selain mengakses medsos, salah satu alternatif yang dapat dilakukan adalah mendengarkan podcast atau membaca buku.
  • Habiskan waktu dengan cara lain, misal, ikut organisasi atau mempelajari keahlian lain.[]

Redaktur: Andi Nugroho