Analisis CISSReC Terhadap TikTok: Aliran Data Tak Mencurigakan, Tetap Waspada

Ilustrasi

Cyberthreat.id - Lembaga riset keamanan siber Communication and Information System Security Research Center (CISSReC) menyatakan tidak ada aliran data yang mencurigakan terkait penggunaan TikTok. Setelah melakukan riset dan analisis terhadap aplikasi raksasa asal China tersebut, Chairman CISSReC Pratama Persadha menyatakan pengguna tetap harus berhati-hati dan lebih kritis melihat persoalan ini.

"Aliran data TikTok secara umum tidak ada yang mencurigakan," kata Pratama dalam siaran pers, Sabtu (25 Juli 2020).

TikTok diduga melakukan pengumpulan data dan mencurigai adanya aliran data pengguna ke China. Menurut Pratama, dugaan tidak bisa ditanggapi dengan dugaan, tetapi dibuktikan.

TikTok, kata dia, seperti halnya Huawei juga ikut terseret dalam perang dagang serta perang urat syaraf antara AS vs China. TikTok dituduh menjadi alat spionase pemerintah China. Terlebih, sekarang ada persaingan Big Data yang membuat siapapun pemilik platform populer bisa membantu mengendalikan dunia.

"Contohnya alamat IP 161.117.197.194 yang menuju Singapura, lalu 152.199.39.42 menuju Amerika. Bahkan saat (TikTok) di-tes dengan malware analysis yang menggunakan sample dari 58 vendor antivirus, malware juga tidak ditemukan," ungkap Pratama menjelaskan hasil analisisnya terkait aliran data TikTok.

"Saat kami coba cek dengan malware analysis, tidak ada aktivitas mencurigakan saat menginstal TikTok, tidak ada malware yang bersembunyi. Bila memang mengandung malware, sebenarnya bukan hanya AS yang akan melarang TikTok, tapi Google akan menghapus TikTok dari Playstore. Tapi hal ini tidak dilakukan Google," ujarnya.

Pejabat Mesti Waspada

Di Eropa, kata Pratama, otoritas setempat melakukan pengawasan data TikTok karena menjadi perhatian serius bagi masyarakat dunia. Saat ini, berbagai tuduhan muncul karena TikTok digunakan sebagai alat spionase.

Sebenarnya, kata dia, hal yang sama juga bisa diarahkan ke AS, apalagi AS memiliki aturan Foreign Surveillance Act yang memungkinkan pihak aparat di AS untuk masuk dan mengambil data raksasa Teknologi.

“Yang paling masuk akal dilakukan adalah, para pejabat penting dan lingkarannya jangan bermain TikTok, bila memang khawatir. Bila masyarakat mau memakai sebenarnya tidak ada masalah. Namun bila memang ada kebutuhan para pejabat serta politisi untuk branding diri atau lembaga, sebaiknya menggunakan gawai yang berbeda dari gawai yang sehari-hari digunakan,” jelasnya.

TikTok seperti platform internet lainnya tetap menyimpan dan mengolah data pengguna. Hal inilah yang dicurigai oleh AS dan Eropa, kekhawatiran data pengguna serta aplikasi TikTok digunakan untuk mata-mata.

"Tetapi, kalau dulu kita ingat ada aplikasi game pokemon, ternyata tuduhannya sebagai aplikasi mata-mata juga tidak terbukti. Malah isu-isu besar seperti ini sebenarnya mungkin dimanfaatkan menjadi sarana promosi gratis aplikasi-aplikasi tersebut."

"Sebenarnya layanan Facebook, Google, Instagram dan semacamnya juga melakukan berbagai pengumpulan data. Misalnya dalam kasus Cambridge Analytica, data pengguna Facebook dioptimasi untuk membuat Donald Trump dan kubu Brexit di Inggris menang dalam pemilihan,” tegasnya.

TikTok vs Instagram

Tiktok menarik perhatian sudah sejak lama. Bahkan bos Facebook, Mark Zuckerberg, menyatakan TikTok bisa melewati Instagram. Nyatanya, Tiktok dalam dua tahun terakhir memang berhasil mengalahkan Instagram dengan total lebih dari 625 juta unduhan. Faktanya, Instagram juga telah mengembangkan Instagram Reels untuk menyaingi TikTok.

Peningkatan pengguna TikTok yang sangat cepat juga terbantu oleh kebijakan pemerintah China yang melarang Instagram dan Facebook beroperasi di China.

Akibatnya, pemakai tiktok di China menjadi sangat besar, dan pada akhirnya Tiktok sekarang mengglobal dengan total download mencapai lebih dari 1,65 miliar. Bahkan dalam waktu dekat TikTok akan merilis model monetize atau kerjasama iklan sehingga usernya bisa mendapatkan pemasukan seperti di Youtube dan Facebook.

Selain itu, salah satu hal yang dianggap sebagai keunggulan TikTok oleh para pemakainya adalah karena platform tersebut tidak mengenal copyright. Akibatnya, pengguna bisa memakai berbagai musik dan video tanpa khawatir terkena takedown seperti di FB, IG dan Youtube. Namun, ditengah melambung namanya, TikTok terkena larangan instal dan beroperasi di kawasan Amerika Serikat dan India, dengan alasan keamanan. []