Soal Pelanggaran Pilkada, Bawaslu Ingin Takedown di Media Sosial Lebih Cepat

Ilustrasi

Cyberthreat.id - Anggota Bawaslu RI, Fritz Edward Siregar, mengatakan pihaknya ingin proses takedown di media sosial lebih cepat terkait pelanggaran Pilkada 2020. Pada Selasa (14 Juli 2020), Bawaslu bersama KPU RI, Kementerian Kominfo, Tim Cyber Mabes Polri, dan platform media sosial melakukan pertemuan guna menyatukan perspektif terkait pengawasan Pilkada di media sosial. 

Menurut Fritz, salah satu fokus pembahasan adalah mencari cara untuk bisa mempercepat takedown ketika ditemukan ratusan ribu hingga jutaan akun yang melakukan pelanggaran Pilkada.

Selama ini, kata dia, persoalan takedown dalam konteks Pilkada selalu memakan waktu lama.

Masalah klasik seperti akun-akun milik Aparatur Sipil Negara (ASN) yang terang-terangan tidak netral dan memberi dukungan kepada pasangan calon tertentu. Sementara banyak pelanggaran netralitas ASN yang sudah dilaporkan sehingga butuh aksi cepat untuk menghentikannya.

Dalam praktiknya, akun yang di-takedown justru sesudah Pilkada berlangsung sehingga pelanggaran demi pelanggaran seolah dibiarkan.

"Pelajaran kita selama ini adalah platform tidak mematuhi permintaan kita dengan cepat, maka itu kita minta secepatnya bisa di-takedown, kita lapor ke Kominfo," kata Fritz kepada Cyberthreat.id, Selasa (14 Juli 2020).

Salah satu persoalan pengawasan adalah lembaga mana yang memiliki otoritas untuk men-takedown. Bawaslu, kata Fritz, ingin mengambil langkah cepat dengan memotong proses diskusi (terkait pelanggaran) tidak terlalu lama.

Menurut dia, Bawaslu selaku pengawas tahapan dan pengawas penyelenggaraan bisa dengan cepat mengindentifikasi berbagai pelanggaran Pilkada.

Apakah pelanggaran terkait netralitas ASN, KUHP, atau Pasal 69 di UU nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada yang menyebutkan "larangan kampanye seperti menghasut, dilarang adu domba, dan provokatif, yang jelas-jelas semua dilarang dalam kegiatan kampanye".

"Kita harap proses diskusi (dalam menentukan pelanggaran) tidak terlalu lama sehingga Bawaslu diberikan jalan tol untuk bisa mempercepat proses takedown," ujarnya.

"Selama ini prosedur standar untuk takedown tetap di platform, tetapi kan rekomendasi itu harus dari Kominfo atau Bawaslu. Nah, Bawaslu kan khusus dugaan pelanggaran pemilu, misalnya, pelanggaran netralitas ASN, maka rekomendasi langsung dari Bawaslu yang nanti akan mengirimkan kepada platform."

Sejak beberapa tahun terakhir penyelenggara Pemilu telah menetapkan media sosial sebagai Indeks Kerawanan Pemilu/Pilkada. Kemampuan media sosial dalam menentukan arus informasi dan menentukan opini publik mengancam proses tahapan sehingga diperlukan tindakan tegas. Belum lagi potensi media sosial yang bisa menimbulkan provokasi dan konflik di berbagai daerah.[]