Trump Akui AS Lakukan Serangan Cyber ke IRA Rusia Tahun 2018
Cyberthreat.id - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump pada Jumat (10 Juli 2020) mengkonfirmasi untuk pertama kalinya bahwa AS melakukan serangan cyber kepada Badan Riset Internet Rusia (IRA) tahun 2018.
Trump mengakui serangan itu dalam sebuah wawancara bersama The Washington Post. Saat ditanya reporter Marc Thiessen apakah AS menyerang IRA, Trump menjawab dengan ucapan "benar". IRA adalah pabrik troll dan bot yang dikembangkan Rusia untuk melancarkan operasi hoax dan disinformasi di Pilpres AS 2016 dan pemilihan jangka menengah (midterm election) tahun 2018.
Kabar serangan cyber AS pertama kali dilaporkan Washington Post pada tahun 2019, tetapi waktu itu pemerintahan Trump tidak bersedia mengonfirmasi. Serangan melibatkan US Cyber Command yang menginterupsi sebuah bangunan di Saint Petersburg, Rusia. Bangunan tersebut diketahui merupakan markas IRA yang sedang bersiap melancarkan hoax dan disinformasi untuk mengacaukan pikiran masyarakat AS saat bersiap menuju pemilihan midterm 2018.
Trump mengatakan kepada Thiessen bahwa ia bertindak berdasarkan informasi intelijen seputar potensi campur tangan Rusia dalam Pemilu jangka menengah 2018. Ia memerintahkan serangan siber sekaligus mengkritik mantan Presiden Obama karena tidak mengambil tindakan serupa menjelang Pilpres 2016 yang juga diganggu IRA.
"Dengar, kita telah menghentikannya. Tidak ada yang lebih keras kepada Rusia kecuali saya," kata Trump dilansir The Hill, Sabtu (12 Juli 2020).
Trump kemudian menyebut Obama tidak mengambil tindakan yang menguntungkan bagi calon presiden dari Partai Demokrat Hillary Clinton yang merupakan pesaingnya di Pilpres 2016.
"Obama pikir dia (Hillary Clinton) bakal menang karena dia membaca jajak pendapat palsu (serangan hoax Rusia)," lanjutnya.
Obama baru mengambil tindakan setelah Pemilu 2016 berlangsung dengan memberikan sanksi kepada individu dan lembaga Rusia yang terlibat dalam campur tangan di pesta demokrasi AS. Tak hanya itu, AS mengusir puluhan diplomat Rusia lalu belakangan menyebut pemilihan umum sebagai infrastruktur penting sehingga perlu dilakukan usaha keras untuk mengamankan proses pemungutan suara.
Menurut mantan penasihat khusus dan Komite Intelijen Senat (Senate Intelligence Committee) Robert Mueller mengatakan, agen-agen Rusia telah menargetkan infrastruktur pemilu di seluruh 50 negara bagian AS. Mereka, kata Mueller, diduga berhasil mengakses database pendaftaran pemilih di Illinois dan Florida. Meskipun sejauh ini tidak ada bukti terjadi anomali seperti perubahan perolehan suara.
IRA yang mendapat dukungan Rusia meluncurkan operasi disinformasi yang dimulai sejak 2014. Operasi itu dirancang untuk "menabur perselisihan" dan mempengaruhi hasil pemilihan yang membuat Trump menjabat presiden AS tahun 2016.
Facebook memperkirakan setidaknya 150 juta pengguna platform yang berbasis di AS terpapar dengan postingan IRA menjelang pemilihan presiden 2016.
IRA dibiayai oleh seorang yang bernama Yevgeny Prigozhin. Ia dijuluki sebagai "koki Putin" oleh media Rusia karena perusahaan kateringnya digunakan oleh Kremlin di berbagai acara kenegaraan. Tahun lalu Yevgeny Prigozhin telah diberi sanksi oleh Departemen Keuangan AS (Treasury Department) dan sejak 2018 Mueller telah mendakwanya bersama lusinan individu Rusia yang terlibat campur tangan dalam Pemilu AS.[]