Peretas Ransomware yang Ditangkap Polri Buka Bisnis Peretasan
Cyberthreat.id – Tersangka peretasan terhadap 1.309 situs web pemerintah, ADC, ternyata tidak hanya meluncurkan serangan defacement attack dan ransomware.
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Argo Yuwono mengatakan, sebelum ditangkap di Yogyakarta pada 2 Juli 2020, aktivitas ADC juga menawarkan layanan peretasan.
“Tersangka (ADC) membuka layanan hacking. Ada pesanan, misalnya, tolong di-hack situs web ini,” ujar Irjen Argo dalam jumpa persnya di Jakarta, yang ditayangkan di akun Facebook Humas Polri, Selasa (7 Juli 2020).
Menurut Argo, harga yang ditawarkan dalam layanan peretasan itu bervariasi mulai Rp 3 juta hingga Rp 5 juta. Saat ini, Direktorat Tindak Pidana Siber Mabes Polri masih menyelidiki bisnis peretasan yang dilakukan pemuda 28 tahun itu.
“Ini yang akan ditelusuri kembali Dittipidsiber kira-kira itu situs-situs web mana yang sudah di-hack melalui pesanan,” kata dia. Penyelidik juga akan mendalami apakah tersangka hanya sendiri atau berkelompok.
Berita Terkait:
Menurut Argo, tersangka aktif di dunia peretasan sejak 2014 dan belajar cara meretas secara autodidak. “Tersangka belajar dari internet, dari buku-buku yang dipelajari,” ujar Argo.
Argo juga menyatakan siap berperang dengan para penjahat siber. “Mabes Polri siap untuk perang dengan hacker, kami cari terus,” ujar dia.
Situs-situs web yang diretas ADC, di antaranya Badilum milik Mahkamah Agung, Pengadilan Negeri Sleman, AMIK Indramayu, polri.go.id, Dumasan Polda DIY, Pemprov Jateng, Unair dan beberapa situs jurnal ilmiah baik nasional maupun internasional.
“Dia mengubah tampilan situs, melakukan ransomware,” kata Argo seperti dikutip dari situs web Humas Polri.
Menurut Argo, uang dari hasil peretasan dimanfaatkan tersangka untuk kepentingan pribadi. "Sedang kami cek apakah digunakan untuk membeli barang lain ... dan yang terakhir untuk foya-foya, artinya untuk mabuk-mabukan," ucap Argo seperti dikutip dari Detik.com.
Penangkapan terhadap peretas ransomware ini kali kedua dilakukan oleh Polri. Sebelumnya, polisi menangkap BBA (21), lelaki asal Yogyakarta pada 18 Oktober 2019.
Tersangka BBA menargetkan sejumlah perusahaan Amerika Serikat. Kasus tersebut terungkap dari laporan tim Biro Investigasi Federal (FBI) AS kepada Polri. FBI menyatakan, ada perusahaan asal San Antonio, Texas, AS terkena serangan ransomware dan setelah dideteksi serangan berasal dari Indonesia. Dari sejumlah perusahaan yang terinfeksi, hanya satu perusahaan yang melaporkan ke FBI.
Tersangka dijerat dengan pasal 27 ayat 4, pasal 45 ayat 4, dan atau pasal 46 ayat 1, 2 dan 3 Junto pasal 30 ayat 1, 2 dan 3 dan atas pasal 48 ayat 1,2 dan 3 Junto pasal 32 ayat 1, 2 dan 3 UU No 19/2016 tentang perbuahan atas UU No 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dengan ancaman 10 tahun kurungan penjara.[]
Redaktur: Andi Nugroho